BIOLOGI TIRAM MUTIARA
A.
Klasifikasi
Tiram
mutira termasuk sebagai hewan lunak, yaitu hewan yang dalam biologi termasuk
kedalam pilum Molusca, dimana pilum
tersebut terbagi atas enam kelas yaitu (1) Monoplacophora
(2) Amphineura (3) Gastropoda (4) Lamellibranchiata atau Pellechypoda
(5) Scaphopoda (6) Cephalopoda.
Tiram mutiara dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Invertebrata
Pilum : Mollusca
Kelas : Pellecypoda
Ordo : Anysomyaria
Family : Pteridae
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada
sp. dan Pteria sp.
B.Jenis-jenis
penting Tiram mutiara
Menurut Dwiponggo
(1976), jenis-jenis tiram mutira yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, Pinctada margaritifera,
Pinctada fucuta, Pinctada chemnitzi,
dan Pteria penguin. Dibeberapa daerah Pinctada
fucuta dikenal juga sebagai Pinctada
martensii.
Sebagai penghasil
mutiara terpenting adalah tiga spesies, yaitu, Pinctada martensii, Pinctada
margaritifera dan Pinctada maxima.
Sebagai jenis yang ukuranya terbesar adalah Pinctada
maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara, perlu dilakukan pengamatan
morfologinya, seperti warna cangkang dan cangkangnya.
Tabel 1. Perbandingan dari tiga jenis Pinctada penghasil mutiara terpenting
Sifat-sifat
|
P. martensii
|
P. margaritifera
|
P. maxima
|
Ukuran.
Dewasa penuh
Rata-rata
Cangkang
Kecembungan
Warna luar
Garis cangkang
Narce
Narce
Pinggiran
Garis engsel
Berat
|
4 inci
3 inci
Cembung
Abu-abu kuning
K. 1. 7 coklat ungu
Perak kehijauan
Jingga kuning
Panjangya sedang
60-100 cangkang tiap Kan
|
7 inci
6 inci
Agak cembung
Coklat kehijauan
Baris titik-titik
warna baja
Hijau metalik
Pendek
15 cangkang tiap Kan
|
12 inci
8
inci
Rata
Coklat kuning pucat
Hanya suatu jejak
Putih perak
Kuning emas
Sedang
9-10 cangkang tiap Kan
|
Catatan :
1 Kan : 8,267 pon
1 Kg : 2,205 pon
C.Morphologi dan
Anatomi
1. Morphologi
Tubuh tiram
mutiara ditutup oleh sepasang kulit tiram (shell; cangkang) yang tidak sama
bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedang kulit sebelah kiri lebih
cembung. Bentuk, ukuran dan warna cangkang digunakan untuk membedakan antara
jenis satu dengan yang lainya. (Gambar 1)

Gambar 1.
Cangkang bagian Luar Pinctada maxima
Pada sisi
cangkang bagian dalam terdiri dari nacre
atau mother of pearl, dibawahnya
adalah lapisan prismatik atau overtone dan bagian luar adalah lapisan priostrakum.
Narce berwarna putih mutiara dan mempunyai struktur keping yang
kecil-kecil terdiri dari kristal
aragonite yang tersusun pada satu kerangka conchiolin(Gambar 2)

Gambar 2.
Cangkang bagian dalam Pinctada maxima
Lapisan prismatik
yang warnanya bermacam-macam terdiri dari kristal kalsit heksagonal, tersusun padat pada kerangka chonchiolin. Conchiolin adalah lapisan yang terluar, tetapi biasanya telah
terkikis oleh alam, kecuali pada tiram yang masih mudah (Atmosudarmo). Lapisan priostrakum tersusun dari zat
organik yang menyerupai zat tanduk (Miller M, 1959). (Gambar 3.)
![]() |
|||
![]() |




![]() |



![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |




![]() |




![]() |
Gambar 3. Struktur Kulit tiram
Mutiara
2. Anatomi
Tubuh tiram
mutiara terdiri dari tiga bagian utama,
yaitu : kaki, mantel, dan organ dalam (visceral mass). Kaki berfungsi sebagai alat bergerak hanya pada
masa mudanya sebelum hidup menetap .menempel pada suatu substrat. Sesudah tiram hidup mnempel dengan bysusnya, kaki sudah tidak dipergunakan lagi.
Mantel terdiri
dari suatu selaput (integument) yang membungkus visceral mass, mantel tergantung seperti tirai pada kedua sisi
organ tubuh, terletak antara tubuh dan cangkan. Mantel mengeluarkan zat yang
membentuk cangkang. Pinggirnya di satu tempat membentuk ”inhalent dan
exhalent siphon untuk masuk dan
keluarnya air.
Insang mempunyai
fungsi penting dalam pernafasan dan pengumpulan makanan. Insang mempunyai silia
yang gerakanya menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel (mantle cavity)
melalui inhalent siphon. Makanan yang terbawa oleh air, masuk ke mulut dxan
airnya dikeluarkan kembali melalui exhalent siphon, sementara itu darah yang
tidak berwarna di dalam insang mengambil oksigen dari air.
Mulut terletak
dibagian dorsal anteroir, dibelakangnya adalah oesophagus yang pendek, kemudian
lambung yang berdinding tipis. Dari ujung posterior, lambung berhubungan usus
halus (intestine) yang berbentuk S berakhir pada anus.
Jantung terdiri
dari satu ventrikel ditengah dan dua aurikel lateral. Pembuluh dara aorta
anterior dan posterior membawa darah yang tidak berwarna dari jantung.
Seperti pada
jenis-jenis tiram lainnya, kelamin biasanya terpisah. Tetapi dalam hal ini
masih terdapat dua pendapat berbeda, apakah tiram mutiara Diocious atau hermaprodite
Gonada pada tiram
muda belum tampak tetapi urogenital papillae dapat dilihat pada kedua tubuh,
terletak di sebelah dalam dari mantel dan insang. Pada tiram yang dewasa gonada
berkembang dan tampak nyata, karena tidak merupakan organ tersendiri melainkan
menyelubungi Visceral mass (lambung, digestive diverticula dan usus). Pada
tiram yang telah matang kelamin. Digestive diverticula sama sekali dibungkus
oleh gonad.
Otot (Adductor
muscle) terletak di dekat pusat (tengah-tengah) dan menyilang dari cangkang
kiri ke kanan di dalam tubuhnya. Otot ini berfungsi untuk membuka dan menutup
cangkang)
Gambar 4. Anatomi tiram mutiara dan lokasi penempatan inti.
SIKLUS HIDUP DAN REPRODUKSI
Tiram mutiara
mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu
ditemukan sejumlah individu hermaprodit. Perubahan kelamin (sex reversal)
biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal
perkembangan gonad. Fenomena sex
reversal yang diamati pada tiram Pinctada maxima menunjukkan bahwa jenis
kelamin tiram ternyata tidak tetap.
Sejumlah jantan berubah menjadi betina, sebaliknya sejumlah betina berubah
menjadi jantan.
Bentuk gonad
tebal menggembung. Pada kondisi matang penuh, gonad menutupi seluruh organ
dalam (seperti perut, hati, dll) kecuali bagian kaki. Pada fase awal, gonad jantan dan betina
secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem kekuningan.
Namun setelah fase matang gonad penuh, gonad tiram mutiara jantan berwarna
putih krem, sedangkan betina berwarna krem kekuningan sampai kuning.
Tingkat
kematangan gonad tiram mutiara dikelompokkan menjadi lima fase (deskripsi
perkembangan gonad ini hanya didasarkan pada tiram betina) yaitu sebagai
berikut:
1. Fase 1 : Tahap tidak aktif/istirahat (inactif)
Kondisi gonad mengecil dan berwarna bening transparan. Dalam beberapa kasus
gonad berwarna oranye pucat. Rongga kosong sel berwarna kekuningan (lemak). Pengamatan
jenis kelamin pada fase ini sangat sulit dilakukan.
2. Fase 2: Pematangan (Maturing)
Warna transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, sel kelamin mulai ada
dalam gonad. Saat mencapai fase lanjut, gonad mulai menyebar di sepanjang
bagian posterior sekitar otot retraktor
dan lebih jelas lagi di bagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang di
sepanjang dinding kantong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti belum ada.
Ukuran rata-rata oocyt 60 x 47,5 mikron
3. Fase 3: Matang (mature)
Gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ, biasanya berwarna
krem kekuningan. Sebagian besar oocyt berbentuk
seperti buah pir dengan ukuran 68 x 50 mikron, inti berukuran 25 mikron
4. Fase 4: Matng penuh (fully maturation)
Gonad menggembung, tersebar merata, dan secara konsisten akan keluar dengan
sendirinya atau jika ada sedikit trigger (getaran). Oocyt bebas dan terdapat di
seluruh dinding kantong. Hampir semua oocyt
berbentuk bulat dan berinti. Ukuran inti rata-rata 51,7 mikron
5. Fase 5 : Salin (Spent)
Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit gonad
tertinggal di dalam lumen (saluran-saluran di dalam organ reproduksi) pada
kantong. Jika ada oocyt maka
jumlahnya hanya sedikit dan bentuknya bulat ukuran rata-rata oocyt 54,4 mikron.
Pada fase awal
perkembangan gonad, tiram jantan dan betina menunjukkan perkembangan reproduksi
yang sama. Oleh karena itu, pada fase II dan III warna gonad krem pucat. Pada
fase gametogenesis yang lain, gonad jantan
dan betina tampak sama jika diamati secara ekternal.
Hasil pengamatan
terhadap fase kematangan gonad dan musim
pemijahan Pinctada maxima di Teluk Hurun, Lampung dari tahun 1996-2002
menunjukkan bahwa kematangan gonad
terjadi setiap bulan, namun fase kematangan gonad tingkat IV hanya terjadi pada
bulan Maret, Mei, Agustus sampai November.
Musim puncak kematangan gonad identik dengan musim
puncak pemijahan. Pada musim tertentu induk tiram di alam yang telah dewasa
akan bertelur. Kemudian telur-telur tersebut akan dibuahi oleh sel kelamin
jantan. Pembuahan terjadi secara eksternal di dalam air.
Telur yang telah
dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula terjadi penonjolan polar,
lalu membentuk polar lobe II yang
merupakan awal proses pembelahan sel dan akhirnya menjadi multi sel. Tahap berikutnya adalah fase trocofor. Dengan bantuan bulu-bulu getar,
trocofor dapat berenang dan bergerak
berputar-putar. Beberapa jam kemudian, trocofor
akan berkembang menjadi veliger (larva
bentuk D) yang ditandai dengan tumbuhnya organ mulut pencernaan. Pada tahap ini
larva mulai makan dan tubuhnya telah ditutupi cangkang tipis. Perkembangan
selanjutnya adalah tumbuh velum. Pada
fase ini biasanya larva sangat sensitif terhadap cahaya dan sering berenang di
permukaan air, dan bersifat plakntonis, larva biasanya berenang dengan
menggunakan bulu-bulu getar.
Pada saat fase umbo, secara bertahap cangkang juga ikut
berkembang. Bentuk sepasang cangkangnya sama. Mantel sudah berfungsi secara
permanen. Pada akhir masa umbo, larva
bergerak dengan menggunakan velum.
Fase Pediveliger ditandai dengan
berkembangnya kaki. Gerakan-gerakan sederhana dari berenang sampai dengan
berputar-putar dilakukan dengan velum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan
baik, velum akan menghilang, lembaran-lembaran insang mulai tampak jelas.
Proses pencarian
tempat atau subtrat untuk menempel dan menetap dimulai sejak larva mencapai
fase Pediveliger. Pertumbuhan
cangkang terlihat pada bagian tepi cangkang yang bentuknya sangat tipis, transparan,
dan tersusun oleh selaput tipis Conchilion (Zat organik yang berfungsi
sebagai perekat). Pada waktu yang sama, kelenjar bisus akan mensekresikan benang-banang bisus untuk menempel. Organ
lain yang berkembang yaitu Labial palp (semacam bibir) dan insang.
Fase pertumbuhan setelah selanjutnya adalah Plantigrade.
Perkembangan
akhir larva yaitu perubahan fase Plantigrade
menjadi Spat. Bentuk spat menyerupai tiram dewasa, mempunyai engsel,
auricula (bilik hati) depan dan belakang, serta terdapat takik bisus pada
bagian anterior. Cangkang sebelah kiri lebih cembung daripada sebelah kanan.
Spat dapat menempel pada subtrat dengan bantuan benang-benang bisus.
Tabel 2. Perkembangan larva Tiram mutiara
Waktu sesudah
pembuahan
|
Suhu
(0C)
|
Perkembangan
|
15 menit
25 menit
40 menit
45 menit
1 jam
1, ½ – 2,
½ jam
2, ½ – 3,
½ jam
3,
½ – 4 jam
5,
½ jam
7,
½ jam
18
, ½ - 19 jam
28
jam
30
– 32 jam
7
hari
9
hari
2
– 3 minggu
|
28
28
29
30
30
28-30
27-30
27-31
28-30
28-30
26-30
25-30
25
-30
25-32
24-32
|
Penonjolan
polar body I
Penonjolan
polar body II
Pembentukan
polar lobe I, permulaan cleavage I.
Stage
2 sel
Stage
4 sel
Stage
8 sel
Stage
Morula
Blastula; mulai mengadakan rotasi
Permulaan grastulasi
Perkembangan flagella apical
Kulit tiram hampir menutupi tubuh;
larva vellger berbentuk D.
L77u, Hg55u, H62u. Gigi- gigi
ensel rudimenter mulai tumbuh: L84u, Hg55u, H68u.
Flagella apical kurang nyata
Umbo mulai tumbuh; ukuran L90u, Hg55u, H75u
Umbo menonjol sedikit melebihi
panjang garis ensel; L95u, Hg55u, H88u.
Siap untuk melekat; spat, ukuran
0,5 mm
|
Keterangan : L : panjang cangkang,
Hg : panjang garis engsel, H : tinggi
U
: Mikron.
PERSIAPAN PEMBENIHAN
A. Bangunan
Tempat oprasional
hatchery tidak harus bangunan permanen, tetapi bisa disesuaikan dengan dana
yang tersedia. Pada prinsipnya bangunan harus memenuhi persyaratan teknis
operasional yang terdiri dari ruang kultur alga, ruang aklimatisasi, ruang
pemijahan, runga pemeliharaan larva dan spat serta ruang staf
Tata letak
bangunan sedapat mungkin jauh dari aktivitas seharei-hari sehingga organisme
yang dipelihara selalu dalam suasana tenang. Tempat pemeliharaan larva hingga
spat dapat diusahakan relatif gelap atau cahaya yang masuk diatur. Hal ini
disesuaikan dengan habitat tiram mutiara yang hidupnya di perairan dalam,
ventilasi diusahakan terbatas sehingga suhu ruangan lebih stabil. Lantai dasar
bangunan harus kuat, tidak licin dan kemiringannya harus diperhatikan agar air
buangan dapat mengalir dengan lancar dan lantai selalu dalam keadaan kering dan
bersih.
B. Suplai Air Laut
Penyediaan air laut yang bersih dan
berkualitas mutlak diperhatikan karena air merupakan media tumbuh dan
berkembang bagi organisme peliharaan. Air laut untuk kegiatan hatchery
merupakan factor penentu kerberhasilan usaha pembenihan. Air yang akan
digunakan sebaiknya telah memlalui
beberapa proses filterisasi, antara lain melawati saringan pasir (sand filter)
dan bak pengendapan.
Pengambilan air
laut dilakukan dengan menggunakan pompa air. Untuk pemeliharaan larva khususnya
air laut sebaiknya melalui beberapa perlakuan seperti Chlorinisasi, Ultr violet
maupun saringan kapas (cotton filter)
C. Ruang Aklimatisasi
Ruang aklimatisasi sangat bermanfaat bagi
induk-induk yang akan dipijahkan. Induk yang berasal dari tempat budidaya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya di hatchery. Agar kondisi induk
tetap nyaman dan tidak mengalami stres, lingkungan tempat pemeliharaan
diusahakan tenang, cahaya ruangan tidak terlalu terang, dan jika perlu dapat dipasangi AC (Air Conditioner). Tempat aklimatisasi
menggunakan bak fiberglass atau bak semen volume 1 – 2 ton. Dinding bak
sebaiknya berwarna gelap, seperti warna di laut dalam (biru)
D. Tempat Pemeliharaan
Salah satu
persyaratan yang harus dipersiapkan sejak awal adalah sarana pemeliharaan.
Ketersediaan tempat pemeliharaan yang baik dan memenuhi persyaratan teknis akan
sangat menunjang keberhasilan kegiatan produksi spat.
1. Bak Induk
Bak induk dapat diletakkan di dalam ruang aklimatisasi atau terpisah,
tergantung pada kondisi ruangan yang ada. Jika sarana yang dimiliki terbatas,
bak aklimatisasi sekaligus dapat digunakan sebagai bak induk dan bak pemijahan.
Bak pemeliharaan induk bisa dibuat dari bahan fiberglass atau bak semen volume
1 – 2 ton. Warna dalam bak sebaiknya gelap.
2. Bak Pemijahan
Bak pemijahan bisa terbuat dari bahan fiberglass atau akuarium kaca dengan
kapasitas yang tidak terlalu besar (80 – 100 liter). Hal ini bertujuan untuk memudahkan penanganan
terutama saat pemanenan telur. Posisi bak pemijahan diusahakan berdekatan
dengan bak pemeliharaan larva sehingga memudahkan saat pemindahan telur dan
dapat mengurangi setres akibat penanganan yang terlalu lama selama pemindahan.
3. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva dan spat sebaiknya terbuat dari bahan fiberglass.
Selain praktis, bak ini juga mudah dibersihkan. Dinding bak diusahakan tebal
sehingga fluktuasi suhu air dalam bak selama pemeliharaan tidak terlalu besar.
Ukuran bak antara 1 – 2 ton. Bak dilengkapi dengan kran pembuangan air
(outlet). Warna bagian dalam bak dibuat agak gelap seperti warna biru atau
warna alami lautan.
4. Bak Penjarangan dan Penempelan
Spat
Umumnya, bak penjarangan dan bak penempelan spat terbuat dari bahan fiberglass atau plastik. Ukuran bak 90
cm x 60 cm x 50 cm atau disesuaikan dengan ukuran kolektor (bahan yang
digunakan untuk tempat penempelan spat atau sebagai subtrat). Bak ini juga
dapat dibuat dari bahan papan atau multiplek yang dilapisi dengan fiberglass. Alternatif lain, juga dapat
digunakan ember plastik yang besarnya disesuaikan dengan ukuran kolektor. Warna
bak sebaiknya gelap agar kontras dengan warna spat yang putih transparan. Jadi
jika ada spat yang tidak menempel dan jatuh di dasar bak maka akan terlihat dan
mudah diambil kembali.
5.
Rakit Pemeliharaan Induk
Rakit apung selain berfungsi untuk pemeliharaan induk, pendederan, dan
pembesaran juga berfungsi sebagai tempat aklimatisasi induk pasca pengangkutan.
Bahan rakit dapat terbuat dari kayu dengan ukuran 6 x 6 meter. Ukuran rakit
yang akan dibuat bisa disesuaikan dengan ukuran bahan yang tersedia di lokasi.
Bahan rakit tidak harus terbuat dari kayu, tetapi juga dapat dari bambu,
pipa plastik, pipa paralon. Namun yang menjadi pertimbangan adalah kelayakan
usaha, apakah bahan yang digunakan mudah diperoleh, murah dan tahan lama. Untuk
menyangga agar rakit tetap terapung maka digunakan pelampung ( Sterefoam dan drum plastik)
Pemasangan rakit di lokasi hendaknya dilakukan pada waktu air pasang
tinggi. Posisi peletakan rakit diusahakan searah dengan arah arus atau sejajar
dengan garis pantai. Hal ini bertujuan untuk menghidari kerusakan atau
bergesernya posisi rakit pada saat gelombang besar. Dan rakit diberi pemberat
sekitar 50 – 60 kg.
6. Keranjang Pemeliharaan Induk
Keranjang pemeliharaan induk bisa terbuat dari kawat galvanizir, plastik
atau kawat alumunium, jika bahan dari kawat, agar lebih awet sebaiknya
keranjang dilapisi atau dicelupi bahan plastik. Ukuran keranjang 25 cm x 25 cm x 60 cm. Namun ukuran keranjang pemeliharaan
tergantung ukuran induk, ketersediaan bahan, biaya dan kemudahan penanganan.
Satu keranjang dapat diisi induk ukuran dorsal-ventral 17- 20 cm, sebanyak 8 –
10 ekor.
Untuk pendederan atau pemeliharaan spat yang baru dipindah dari hatchery
digunakan keranjang jaring ukuran 40 x 60 cm. Spat berukuran 2 – 3 cm (d-v)
dipelihara dalam keranjang dengan lebar mata jaring 0,5 – 1 cm. Mata jaring
disesuaikan dengan ukuran spat.

Gambar 5. Keranjang Pemeliharaan induk
E. Spat Kolektor
Bahan yang
digunakan untuk tempat penempelan spat atau sebagai subtrat disebut kolektor.
Spat kolektor bisa dibuat dari berbagai jenis bahan, misalnya senar plastik, paranet, asbes gelombang,
genteng fiber atau bilah pipa peralon. Keranjang dengan kerangka kawat ukuran 40
x 60 cm juga dapat digunakan sebagai wadah kolektor
F. Peralatan Lain
Untuk menunjang
kelancaran kegiatan operasional hatchery, dibutuhkan alat bantu seperti blower
dengan instalasi pengudaraan, mikroskop, saringan (plankton net), peralatan
kerja dan alat monitoring kualitas air (gambar 6 dan 7)

Gambar 6.
Peralatan kerja dalam pembenihan Tiram mutiara

Gambar 7. Peralatan monitoring kualitas air
PENGELOLAAN INDUK
Induk yang baik
merupakan syarat utama produksi massal spat. Induk berkualitas akan mampu menghasilkan
telur-telur yang berkualitas. Larva dan spat yang berasal dari telur yang
berkualitas tinggi umumnya menunjukkan laju pertumbuhan yang baik serta
kemampuan beradaptasi dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Tentu saja
pencapaian tersebut perlu ditunjang oleh beberapa faktor pemeliharaan yang
lain, seperti pakan, kualitas air dan pengelolaan yang baik.
A. Penyediaan Induk
Tiram
mutiara yang akan digunakan sebagai induk dapat berasal dari alam dan atau
hasil pembenihan. Induk yang diambil dari alam biasanya perlu diaklimatisasi
karena habitat asal tiram mutiara diadasar laut mencapai kedalaman antara 20 –
60 m. Induk yang berasal dari dasar laut dipindahkan ke tempat budi daya yang
lebih dangkal sehingga perlu penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan hidup
yang baru. Sementara induk yang berasal
dari hatchery umumnya langsung dipijahkan karena sudah
terbiasa dengan kondisi lingkungan budi daya. Selain itu, ukurannya juga
seragam.
Selama 1
-2 bulan masa aklimatisasi, induk dipelihara dikeranjang kawat atau keranjang
plastik kemudian di gantungkan pada rakit apung kedalaman 4 – 5 m. Setelah masa
aklimatisasi sekitar 2 -3 bulan sekali induk di bersihkan dari kotoran dan
organisme penempel dengan cara disikat atau dikerik.
B. Pengangkutan Induk
Pengangkutan
induk dapat dilakukan dengan metode pengangkutan kering ( dry method ). Sebagai sarana pengangkutan digunakan kotak styrofoam.
Bagian dasar kota diberi lapisan kain tebal, handuk atau busa yang dibasahi air
laut. Kemudian induk-induk disusun secara berjajar searah. Bagian anterior
induk yang satu ditindih dengan bagian dorsal induk yang lain. Setiap selesai
menyusun satu lapis induk di selingi dengan lapisan kain atau busa, demikian
seterusnya hingga kotak penuh.
Selam
pengangkutan kondisi dalam kotak dijaga agar tetap rendah dan stabil. Caranya
es batu ( sebaiknya terbuat dari air laut ) dimasukkan kedalam kantong plastik
lalu dibungkus kertas koran. Kemudian es batu tersebut diletakkan dibagian atas
kotak.

Gambar 8. Pengangkutan induk dengan Styrofoam
C. Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan
induk di laut dilakukan dengan penempatan induk-induk di dalam keranjang kawat.
Keranjang diikat dengan tali polietilen, lalu digantungkan pada rakit apung
dengan kedalaman 6 – 8 m. secara periodik setiap 3 – 4 bulan, induk dibersihkan
dari organisme penempel dengan menggunakan pisau atau sikat, setelah bersih
dimasukkan kembali ke lokasi budidaya.
Untuk menghindari
adanya gangguan organisme pengebor maka setiap 3 – 4 bulan sekali perlu dilakukan
perendaman dengan air tawar atau larutan garam pekat. Dengan perendaman
tersebut, akan terjadi perubahan salinitas yang mencolok dan terjadi secara
mendadak sehingga semua organisme yang menempel pada cangakang dan berada di
dalam cangkang akan mati.
Sebagai tindakan
preventif, dapat dilakukan perendaman dengan air tawar selama 5 – 10 menit.
Jika serangan agak parah maka waktu perendaman ditingkatkan menjadi 10 -15 menit. Perendaman dengan
larutan garam pekat 10 -15 % selama 5 – 10 detik ternyata cukup efektif untuk
mengurangi serangan organisme pengebor atau parasit.
D. Pemeliharaan induk di
Hatchery.
Pemeliharaan
induk tiram di hatchery dilakukan di dalam bak fiber glass kapaitas 1 ton. Selama
pemeliharaan digunakan sistem air mengalir
dan diberi pakan tambahan berupa fitoplankton. Aplikasi pakan hidup
diberikan dengan variasi komposisi Isochrysis
galbana dan atau Pavlova lutheri
dengan Tetraselmis tetrathele atau Chaetoceros sp, dengan perbandingan 1 :
1 jumlah pakan yang diberikan 25.000 – 30.000 sel/cc/hari. Dan sebagai pakan
tambahan diberikan juga tepung jagung sebanyak 30 gr/ekor/hari.
Pemeliharaan
induk juga dapat dilakukan di dalam bak semen volume 20 – 50 ton dengan sistem
air mengalir atau penggantian air sebanyak 100 – 200%. Namun hasil dari
pemeliharaan ini kurang memuaskan karena penyediaan dan pemberian pakan sulit
dilakukan. Hasil pengamatan selama tiga bulan terhadap induk yang di pelihara
menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan fase kematangan gonad dan
pertumbuhan cangkang, serta mortalitas mencapai 25 – 30%. Hal ini diduga karena
suplai pakan dari alam sangat terbatas dan untuk menyediakan pakan hidup dalam
jumlah besar diperlukan banyak sarana dan tenaga.
E. Seleksi Induk
Seleksi induk
dapat dilakukan di atas rakit apung di laut atau di hatchery. Induk-induk yang
diseleksi diletakkan di dalam dulang dengan posisi berdiri atau dorsal di
bawah. Beberapa saat kemudian, biasanya induk akan membuka cangkang karena
kekurangan oksigen. Proses pembukaan cangkang hendaknya jangan dipaksakan
karena cangkang bisa pecah. Setelah cangkang terbuka sebagian, segera digunakan
alat pembuka cangkang (shell opener)
agar cangkang tertahan terbuka. Selanjutnya, pada cangkang dipasangi baji
sebagai pengganjal agar cangkang tetap terbuka sebagian.
Untuk melihat
posisi gonad, digunakan alat spatula. Gonad biasanya tertutup oleh insang.
Dengan spatula, insang disibakkan sehingga posisi gonad terlihat jelas dan
secara visual tingkat kematangan gonad dapat diketahui. Gonad terlihat
menggembung dan seluruh permukaan organ bagian dalam tertutup oleh sel gonad
kecuali bagian kaki.
Klasifikasi tiram
mutiara yang memenuhi syarat untuk dijadikan induk berukuran 17 – 20 cm (DV),
cangkang berwarna terang, tidak rusak atau cacat, bebas penyakit atau parasit,
matang gonad penuh (Fase iv), untuk induk jantan adakalanya pada ukuran 15 cm
sudah matang penuh.
PEMIJAHAN
Pemijahan secara
alami sering terjadi pada tiram yang telah dewasa. Dalam kondisi gonad matang
penuh, tiram akan segera memijah jika terjadi perubahan lingkungan perairan
walaupun sedikit. Kemungkinan lain adalah shok mekanik yang terjadi karena
perlakuan kasar atau akibat perbedaan tekanan. Rekayasa pemijahan perlu
dilakukan jika secara alamiah tidak mau memijah. Beberapa metode pemijahan.
A. Metode Manipulasi Lingkungan
Metode manipulasi
lingkungan yang biasa digunakan dan
resiko kegagalan relatif kecil adalah metode kejut suhu (thermal shock),
fluktuasi suhu, dan ekspose. Kejut suhu merupakan metode yang umum digunakan.
Dalam teknik ini suhu air tempat pemijahan dinaikkan secara bertahap dengan
bantuan alat pemanas (heater) dari suhu 28 0C menjadi 35 0C.
Induk biasanya akan memijah setelah 60 - 90 menit sesudah perlakuan
Metode manipulasi
lingkungan yang lain adalah fluktuasi suhu, jika suhu air pemijahan 28 0C
ditingkatkan menjadi 33 – 35 0C. Jika induk belum memijah setelah 60
– 90 menit maka suhu diturunkan kembali ke suhu awal, demikian seterusnya suhu
dinaikkan dan diturunkan sampai induk memijah.
Metode ekspose
juga sering digunakan dan adakalanya dikombinasikan dengan metode kejut suhu.
Induk yang akan dipijahkan dikeluarkan
dari dalam bak pemijahan, induk diletakkan di tempat yang teduh, lalu dibiarkan
selama 30 – 45 menit. Bila fase kematngan gonad beru mencapai fase III maka
perlu dilakukan ekspose lebih lama bisa 1 – 2 jam. Setelah itu induk
dikembalikan ke dalam bak pemijahan
B. Rangsangan Kimia
Penggunaan bahan
kimia juga sering dilakukan untuk memijahkan tiram mutiara, tetapi hasil
pembuahan bisanya kurang baik. Penggunaan bahan kimia juga bertujuan untuk
merubah lingkungan mikro tempat pemijahan. Secara ekstrim, bahan kimia dengan
segera dapat mengubah pH air menjadi asam atau basa. Hal ini bertujuan untuk
memberi shock fisiologis sehingga terpaksa mengeluarkan sel-sel gonadnya.
1. Hidrogen Peroksida (H202)
Larutan Hidrogen peroksida ini digunakan untuk merendam induk yang akan
dipijahkan. Konsentrasi 5 – 7 % dilarutkan ke dalam air laut segar, selanjutnya
induk dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama 1 – 2 jam. Setelah itu
dikembalikan ke dalam bak pemijahan.
2. Natrium hidroksida (NaOH)
NaOH dalam bentuk butiran dilarutkan dalam air laut. Larutan NaOH digunakan
untuk meningkatkan pH air dari pH 8 menjadi 9,0 – 9,5. induk yang akan
dipijahkan dipindahkan ke dalam larutan tersebut selama 2 – 3 jam. Jika belum
terjadi pemijahan induk dipindahkan kembali ke dalam bak pemijahan.
3. Amonuim hidroksida (NH4OH)
Aplikasi NH4OH dilakukan dengan cara disuntikkan pada otot
aduktor atau pangkal kaki. Larutan ini diberikan dengan dosis 0,1 – 0,3 ml dapat merespon induk memijah sekitar
46 – 50 %. Cara ini menunjukkan respon yang paling baik dibandingkan dengan
cara perendaman dalam larutan bahan kimia.
4. Larutan Tris
Larutan Tris dimasukkan ke dalam bak pemijahan yang berisi air laut bersih
sehingga pH air laut menjadi 9 – 9,5. induk yang akan dipijahkan dimasukkan ke
dalam larutan tris selama 1 – 2 jam. Pada pH 9,0 respon pemijahan bisa mencapai
78,5 % sedangkan pH 9,5 responya lebih kecil.
PEMBUAHAN
Selama proses
pemijahan induk jantan biasanya memijah terlebih dahulu, kemudian sekitar 20 –
60 menit diikuti induk betina mengeluarkan sel-sel telurnya. Pembuahan terjadi
terjadi segera setelah kedua induk memijah. Telur-telur yang belum dibuahi
bentuknya agak lonjong menyerupai biji jeruk, sedangkan yang telah dibuahi
berbentuk bulat dengan diameter antara 56 – 65 mikron. Seekor induk matang
gonad penuh (FKG IV) bisa menghasilkan telur sekitar 17 – 20 juta. Telur yang
telah dibuahi cenderung berada di dasar bak. Jika tidak diberi pengudaraan maka
telur yang tidak dibuahi akan tenggelam ke dasar bak, lalu tercampur bersama
serpihaan jaringan, kotoran dan lendir.

Telur yang
tidak di buahi Telur yang sudah di buahi
Gambar 9. Telur Tiram yang dibuahi
dan yang tidak dibuahi
Pemanenan telur
dahulu dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui apakah semua telur telah
dibuahi, sekaligus menghitung jumlah dan mengamati kualitasnya. Telur-telur
dipanen dengan cara penyifonan air yang berisi telur. Alat yang digunakan
berupa saringan plakntonet yang disusun bertingkat, yaitu mulai ukuran 80
mikron, 40 mikron, 20 mikron. Selain berfungsi sebagai tempat penampungan
telur, saringan juga bermanfaat untuk memisahkan antara kotoran dengan telur.
Ukuran 80 mikron untuk menyaring kotoran, 40 untuk mencari diameter telur yang
besar (telur super) dan 20 untuk penampungan telur biasa.

Gambar 10. Pemanenan telur dengan cara disiphon.
Telur yang telah
terkumpul dibilas dengan air laut bersih lalu dipindahkan ke dalam bak penetasan
atau langsung dipelihara dalam bak pemeliharaan. Bak penetasan dan bak
pemeliharaan sering dijadikan satu. Pada kasus ini periode pergantian air harus
benar-benar diperhatikan. Padat penebaran awal telur berkisar 5 – 7 butir/cc.
PEMELIHARAAAN LARVA
A. Perkembangan Awal
Proses pembelahan
sel terjadi setelah 40 menit pembuahan atau setelah penonjolan polar I dan
polar II. Lima menit kemudian sel mulai membelah menjadi dua, lalu 13 menit
berikutnya sel membelah menjadi empat. Pembelahan berikutnya menjadi 8 sel, 16
sel, 32 sel dan multi sel atau morula setelah 2,5 jam. Pada setiap
bagian tubuhnya berkembang silia kecil-kecil yang berfungsi membantu embrio
bergerak. Fase blastula dicapai setelah larva berumur 3,5 jam yaitu gerakanya
aktif berputar. Pada fase gastrula (umur 7 jam) bentuknya
seperti kacang hijau, bersifat fotonegatifd dan bergerak dengan menggunakan
silia.
Beberapa menit
setelah silia menghilang gastrula
mengalami metamorfosis menjadi Trochofor. Fase ini ditandai dengan
adanya flagela tunggal pada bagian anterior yang berfungsi sebagai alat gerak.

1. Penonjolan polar I 2.
Penonjolan polar II

3. Pembelahan dua sel 4. Pembelahan 4 sel

5. Fase Morula 6.
Fase Trochofor
Gambar 11. Perkembangan awal larva
B. Perkembangan Larva
Fase veliger
(larva bentuk D) dicapai setelah larva mulai berumur 18 – 20 jam dan
berukuran 70 mikron x 80 mikron. Setelah 12 – 14 larva berubah menjadi Fase Umbo (130
u x 135 u ) ditandai dengan adanya tonjolan (umbo) pada bagian dorsal. Padat
penebaran mulai dikurangi menjadi 3 – 5 ekor/cc. Larva yang sehat dicirikan
oleh aktivitas
gerak, distribusi dan warna bagian perut . larva yang sehat tampak
bergerak aktif berputar-putar dengan menggunakan silia dan menyebar merata di
permukaan air, larva yang sehat banyak makan sehingga warna perutnya kuning
tua, yang sedang makannya berwarna kuning dan yang tidak mau makan berwarna
kuning muda.
Fase bintik hitam
(eye spot) terjadi pada hari ke 16
dan ke 17 dengan ukuran 200 u x 190 u. Setelah 18 – 20 hari berubah menjadi
fase pediveliger
dengan ukuran 210 u x 200 u. Larva ini mulai mencari tempat untuk menempel.
Fase transisi atau fase akhir planktonis larva terjadi pada hari ke 20 -22 atau
disebut juga fase Plantigrade ( ukuran 230 u x 210 u ) yang ditandai dengan
cangkang baru sepanjang Periphery dan
memproduksi benang-benang bisus untuk menempel pada subtrat
Bisus adalah
organ tubuh yang bentuknya seperti
rambut atau serat hijau kehitaman. Benang bisus dihasilkan dari sekresi cairan
kelenjar bisus. Cairan mengalir ke luar dari lubang pada kaki dan segera akan
mengeras saat bereaksi dengan air laut sehingga terbentuklah benang-benang
bisus.
Setelah larva
menempel pada subtrat selanjutnya akan terjadi proses metamorfosis berubah
menjadi spat (Juvenil). Secara keseluruhan proses ini disebut menempel (setting) atau periode spatfall.

Gambar 12. Larva Fase Veliger (D)

Gambar 13 . Larva fase umbo ditandai adanya tonjolan
pada Dorsal

Gambar 14. Larva fase pediveliger

Gambar 15. Larva Fase Plantigrade
C. Pemeliharaan Spat
Spat ditandai
dengan terbentuknya garis lurus engsel serta berkembangnya bagian ujung bawah
anterior dan posterior. Banang-benang bisus tumbuh dengan sempurna. Secara utuh
bentuk spat seperti tiram mutiara dewasa, hanya garis-garis pertumbuhanya masih
terlihat jelas.
Waktu dan lamanya
penempelan spat di alam tidak saja bervariasi secara tahunan, tetapi juga
antara satu daerah dengan daerah lain bisa berbeda, tergantung kondisi
lingkungan setempat. Spat menghendaki subtrat yang cocok untuk menempel. Secara
umum bahan kolektor yang baik tidak mengeluarkan senyawa kimia jika bereaksi
dengan air laut, manarik minat spat untuk menempel dan tidak mengganggu
pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan atau kesukaan menempel
spat adalah kedalaman, bentuk /posisi kolektor, dan permukaan subtrat yang
keras dan kasar. Berbagai bahan kolektor yang biasa di gunakan antara lain
bahan fiberglass, lempengan semen dengan permukaan kasar dan kolektor dari
kaca. Namun dari semua bahan tersebut kolektor kaca yang kurang efektif. Jenis
subtrat buatan lain adalah pipa PVC yang dibelah, tali polipropelin, kombinasi
keduanya dan tali nilon (monofilamen) dari hasil uji coba kombinasi keduanya
yang lebih baik. Posisi yang baik untuk penempatan kolektor adalah dengan
posisi horisontal.
D. Perawatan larva.
Pakan
diberikan mulai fase veliger atau larva
berbentuk D. Jenis pakan yang diberikan berupa Isochrysis galbana atau P. Lutheri. Jumlah pakan yang diberikan
sebanyak 3.000 – 5.000 sel/cc/hari. Dan diberikan dua kali sehari yaitu pagidan
sore hari. Larva ini bersifat fotopositif sehingga tampak berenang dipermukaan.
Pada fase Umbo pakan yang diberikan ditambah menjadi 6.000 – 8.000 sel/cc/hari.
Aplikasinya dapat divariasi yaitu campuran antara I galbana dan P. Lutheri dengan perbandingan 1 : 1. Flagelata I. Galbana merupakan pakan yang paling
baik untuk larva bivalvia (larva kekerangan).
Setelah mencapai
fase spat, pakan campuran Isochrysis sp,
Pavlova sp, dan Tetraselmis atau Chaetceros
sp. diberikan dengan perbandingan 1 :1 jumlah pakan yang diberikan antara
10.000 – 12.000 sel/cc/hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu
pagi dan sore. Jumlah pakan terus ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan dan
bertambah besarnya ukuran spat. Sekitar 2 – 3 minggu dari spat menempel, pakan
diberikan sebanyak 13.000 – 15.000 sel/cc/hari. Setelah berumur tiga minggu
bisa diberikan 20.000 sel/cc/hari. Peningkatan jumlah pakan hendaknya
disesuaikan dengan preferensi spat. Dengan mengamati sisa pakan yang diberikan,
dapat diketahui bahwa spat sedang berselera makan atau tidak. Jika tingkat
konsumsi pakan menurun, jumlah pakan bisa dikurangi atau variasi pakan diubah.
Selama pemeliharaan larva sebaiknya media air yang
digunakan disterilkan dahulu dengan sinar ultraviolet sehingga larva dapat
terhindar dari infeksi jamur. Selain itu sinar ultra violet juga dapat membunuh
spora atau bakteri dan kompetitor yang hidup bersama di media pemeliharaan.
Untuk menjaga kualitas air perlu dilakukan penggantian air setiap 23 hari
sekali sebanyak 50 – 100 %. Untuk menjaga kualitas air dan membuang kotoran
yang berasal dari sisa pakan serta feses maka selama pemeliharaan digunakan
sistem air mengalir.
Pemeliharaan
larva hingga spat akan berhasil jika memperhatikan terjadinya periode kritis:
- Fase Plantigrade yaitu larva mengalami perubahan
kebiasaan hidup dari sifat planktonis menjadi spat yang hidupnya menempel
(sesil benthik) di dasar.
- Pada saat fase D. Yaitu larva pertama kali mulai
makan sehingga perlu disediakan pakan yang sesuai dengan bukaan mulut
larva.
- Pada Fase Umbo yaitu kondisi larva sangat sensitif
karena mengalami metamorfosis, tandanya adalah terdapat penonjolan Umbo,
terutama fase umbo akhir atau fase bintik hitam.
PENDEDERAN
Kegiatan
pendederan merupakan kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat di hatchery.
Pendederan dilakukan di laut selama kurang lebih tiga bulan atau sampai spat
mencapai ukuran dorso-ventral 2 – 3 cm.
Setelah spat berumur 50 – 60 hari atau setelah mencapai ukuran 3 – 5 d-v dapat
dipindahkan ke tempat pendederan di laut.
A. Pengangkutan
Teknik
pengangkutan spat harus benar-benar diperhatikan, terjadinya mortalitas yang
tinggi pada awal pemeliharaan sebagian
besar disebabkan oleh teknik pengangkutan yang kurang baik. Satu minggu
menjelang dipindahkan ke laut, pemeliharaan spat di hatchery harus dilakukan
dengan sistem air mengalir, minimal selama kurang lebih 12 jam (pagi sampai
sore) hal ini bertujuan agar spat mulai
beradaptasi. Dengan adanya gerakanair di dalam bak spat akan terangsang
untuk mengeluarkan benang-benang bisus lebih banyak sehingga spat semakin kuat
menempel pada subtrat.
1. Pengangkutan kering
Biasanya metode
kering digunakan untuk membawa spat dengan jarak jauh atau pengangkutan lewat
udara. Kolektor-kolektor dikeluarkan dari dalam bak, ditiriskan beberapa saat,
kemudian dimasukkan ke dalam kantong wiring dengan lebar mata 1 mm atau
langsung disusun di dalam wadah. Tempat pengangkutan dapat berupa kotak bahan
styrofoam, fiberglas atau plastik.
Setiap lapis
kolektor diselingi dengan busa atau kain yang dibasahi dengan air laut. Jika
lama perjalanan lebih dari dua jam maka perlu diberi es. Pecahan-pecahan es
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibungkus dengan koran, lalu diletakkan
pada bagian atas. Setelah pengepakan , kotak ditutup rapat dan dirapatkan
dengan lak ban agar suhu di dalam wadah tetap stabil. Metode pengangkutan
kering juga bisa digunakan untuk pengangkutan spat ukuran 3 – 5 cm, calon induk
dan induk.

Gambar 16. Proses pengangkutan benih Tiram mutiara
2. Pengangkutan basah
Cara pengangkutan
basah umumnya digunakan untuk pengangkutan spat dengan jarak tempuh yang
relatif dekat, baik dengan kapal maupun kendaraan darat. Pengangkutan dilakukan
dengan bak fiberglass atau ember plastik, volume 200 – 300 liter. Dua atau tiga
hari sebelum pengangkutan, semua kolektor dimasukkan ke dalam kantong jaring
dengan mata jaring 1 mm. Tujuanya adalah jika ada spat terlepas atau jatuh
dapat tertampung pada kantong.
Menjelang
pengangkutan, kolektor-kolektor dikeluarkan dari bak pemeliharaan dan segera
dimasukkan ke dalam bak pengangkutan, yang telah diisi air laut bersih ½ bagian
bak. Setiap kolektor disusun dalam posisi horisontal, sampai kira-kira ¾ bagian
bak. Untuk menjaga agar suhu dalam bak tetap stabil selama pengangkutan, bak
bisa diberi penutup. Jika jarak tempuh kurang dari dua jam.
makasih ilmunya pak...
ReplyDeleteterima kasih pak ...
ReplyDeleteatas ilmu yang dibagikan
Saat ini saya mencoba belajar sambil bekerja di pembenihan tiram...cuma tiram yg untk komsumsi..bkn untuk mutiara..ternyata byk perbedaan ya pak..? Klo di indonesia dmn kita bs mndptkn larva( sprt isocrysis..p... & c..? )Trimksh sblmnya.
ReplyDelete