Tuesday, April 10, 2018

PEMBENIHAN BANDENG

A.   PEMBENIHAN IKAN BANDENG.
 PENDAHULUAN
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan ntuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
2. PENGERTIAN
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karenaresiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga.
Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking). Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
3. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
1) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-31,0 0C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
4) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
4. TEKNIK PEMELIHARAN
1) Persiapan Opersional.
a.   Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3  air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
b.   Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c.   Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
2) Pengadaan Induk.
a.    Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b.    Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C.  Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air
c.    barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
d.    Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
e.    Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.
3) Pemeliharaan Induk
a.    Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3  dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
b.    Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
c.    Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d.    Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asambelerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0C.
4) Pemilihan Induk
a.    Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b.    Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c.    Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d.    Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
5) Pematangan Gonad
a.    Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
b.    Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).

6) Pemijahan Alami.
a.    Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b.    Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
c.    Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d.    Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
7) Pemijahan Buatan.
a.    Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b.    Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c.    Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d.    Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8) Penanganan Telur.
a.    Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
b.    Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke
c.    dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
d.    Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
e.    Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9) Pemeliharaan Larva.
a.    Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310
b.    C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
c.    Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
d.    Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
e.    Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
f.     Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
10) Pemberian Makanan Alami
a.    Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera  (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya  chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b.    Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau  = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c.    Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d.    Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
11) Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu.Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersihdengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar  menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki- tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
12) Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella. Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.
6. PANEN
1) Panen dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok. Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi.Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang  tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2) Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan  perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak  styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20– 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong
dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
3) Panen dan Distribusi Nener.

Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.





I.              PENDAHULUAN




Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km adalah mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan budidaya laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan, dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pantai.  Rumput laut merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional. Komoditas ini telah di ekspor lebih dari 30 negara.
Rumput laut telah mampu dikembangkan menjadi ratusan jenis produk yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain : pada industri makanan, farmasi, kedokteran, kertas dan lain-lain. Sebagian besar rumput laut masih diekspor keluar negeri dalam bentuk kering dan sebagian kecil diolah dalam bentuk semi refine karagenan atau agar.
Rumput Laut Atau  Ganggang Laut Adalah Tumbuhan Tingkat Rendah Dari Devisio Thallophyta Yang Terdiri Atas 4 Kelas Berdasarkan Pigmennya, Yakni ; Rhodhophyta (Ganggang Merah), Phaeophyta (Ganggang Coklat), Chlorophyta (Ganggang Hijau), Myxophyta Atau Cyanophyta (Ganggang Hijau Biru) (Othmer, 1968; Anonim 1977).
Jenis alga merah yang mempunyai  nilai ekonomis adalah Eucheuma sp, Gracilaria sp,  Gelidium sp, Sargassum sp dan Turbinaria sp. Dari jenis tersebut yang telah dibudidayakan adalah jenis Eucheuma sp dan Gracilaria sp.  Eucheuma sp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan  Gracilaria sp dapat dibudidayakan di tambak.
            Rumput laut marga gracilaria banyak jenisnya, masing-masing memiliki sifat-sifat morfologi dan anatomi yang berbeda serta dengan nama ilmiah yang berbeda pula, seperti: gracilaria confervoides, gracilaria gigas, gracilaria verucosa, gracilaria lichenoides, gracilaria crasa, gracilaria blodgettii, gracilaria arcuata, gracilaria taenioides, gracilaria eucheumoides, dan banyak lagi. Beberapa ahli menduga bahwa rumput laut marga gracilaria memiliki jenis yang paling banyak dibandingkan dengan marga lainnya.
Di Indonesia umumnya yang dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria verrucosa. Budidaya G. verrucosa populer dikembagkan karena keampuannya untuk beradaptasi pada kondisi ekologi yang berbeda dengan tingkat produksi yang tinggi dan kualitas gel yang lebih baik dibandingkan spesies lainnya. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris,  meruncing di ujung  dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 - 2,0 mm.
            Rumput laut gracilaria umumnya mengandung agar sebagai hasil metabolisme primernya. Agar-agar diperoleh dengan melakukan ekstraksi rumput laut pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa serta diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk, yaitu: agar-agar tepung, agar-agar kertas dan agar-agar batangan dan diolah menjadi berbagai bentuk penganan (kue), seperti pudding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri farmasi. Kandungan serat agar-agar relatif tinggi, karena itu dikonsumsi pula sebagai makanan diet. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi pula untuk kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan.
Budidaya rumput laut di tambak merupakan upaya untuk memanfaatkan tambak-tambak yang tidak produktif dan merupakan diversifikasi komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak, Kenyataan bahwa optimalisasi pemanfaatan daya dukung perairan tambak dan produksi cenderung menurun, karenanya diperlukan terobosan kegiatan usaha perikanan budidaya, yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan gerak perekonomian yang dari kegiatan budidaya ini , juga mampu memberi sumbangan terhadap tingkat kesuburan perairan tambak.
Pengembangan budidaya rumput laut di tambak semakin berkembang dengan dilakukan budidaya secara polikultur (udang, bandeng dan rumput laut) . Budidaya polyculture didasari atas prinsip Keseimbangan Alam, Rumput laut berfungsi sebagai penghasil oksigen dan tempat berlindung ikan-ikan kecil dan udang kecil dari predator serta dapat menyerap racun-racun yang terkandung dalam air tambak (sebagai biofilter) serta klekap-klekap yang tumbuh merupakan makanan bandeng.


II.         PROFIL Gracilaria verrucosa

2.1.       Biologi dan Ekologi Rumput Laut

Dalam sistematik tumbuh-tumbuhan pada tahun 1838 Unger’s memasukkan tumbuhan algae kedalam divisi Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang tidak berdaun, berbatang dan berakar, semua terdiri dari batang (thallus). Dalam divisi Thallophyta ini juga termasuk jamur (fungi) dan lumut kerak (lichenes).
            Divisi Thallophyta diangkat menjadi 7 fila oleh Round (1965), yaitu Eugleunophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta, Rhodophyta dan Cryptophyta. Untuk menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan hubungan filogenetik diantara kelas secara khas dipakai komposisi plastida pigmen, persediaan karbohidrat dan komposisi dinding sel.
            Rumput laut  atau Algae laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfer sampai batas kedalaman sinar matahari masih dapat mencapainya. Beberapa jenis rumput laut hidupnya kosmopolit, mendunia. Rumput laut hidup sebagai fitobenthos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, batu , kayu dan benda keras lainnya. Ada pula yang menempel pada tumbuhan lain secara epifitik.
            Faktor oseanografis (fisika, kimia dan dinamika) dan macam substrat sangatlah menentukan pertumbuhan rumput laut. Sinar matahari adalah faktor utama yang diperlukan untuk kehidupan rumput laut. Pada kedalaman yang tidak terjangkau sinar matahari tidak memungkinkan rumput laut dapat hidup. Nutrisi dalam proses kehidupan diperoleh dari media air laut yang diserap secara difusi oleh thallus rumput laut.  Iklim dan letak geografis sangat menentukan jenis rumput laut yang dapat tumbuh.
            Dari hasil fotosintesa rumput laut menghasilkan beberapa zat yang penting dan mempunyai nilai ekonomis. Rumput laut merah (Rhodophyceae) menghasilkan floridin starch, mannoglycerate dan floridosida. Lebih spesifik lagi dikenal dengan polisakarida berupa agar-agar dan karaginan. Rumput laut cokelat (Phaeophyceae) menghasilkan alginat. Rumput laut hijau (Chlorophyceae) menghasilkan kanji dan lemak.
            Perkembangbiakan  rumput laut pada dasarnya ada dua macam, yaitu secara kawin (generatif) antara gamet jantan dengan gamet betina  dan secara tidak kawin dengan cara vegetatif, konjugatif dan perseporaan.

2.2.        Profil Gracilaria verucossa

            Genus Gracilaria merupakan famili Gracilariaceae, Order Gigartinales dalam divisi Rhodophyta yang memiliki lebih dari seratus spesies yang menyebar luas di perairan daerah tropis maupum subtropis.
            Secara alami gracilaria hidup dengan melekatkan (sifat benthic) thallusnya pada substrat yang berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu, pada kedalaman sampai sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air yang mengandung garam laut pada konsentrasi sekitar 12o/oo - 30o/oo. Sifat-sifat oseanografi, seperti sifat kimia-fisika air dan substrat, macamnya substrat serta dinamika/pergerakan air, merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan pertumbuhan gracilaria.
            Perkembangbiakan dilakukan dengan jalan penyebaran spora dan gamet serta fragmentasi thallus. Spora dan gamet umumnya tidak memiliki alat gerak seperti cambuk atau flagella. Reproduksi seksual dilakukan dengan karpogonia dan spermatangia. Pertumbuhan bersifat uniaksial dan multiaksial. Pertumbuhan vegetatif secara fragmentasi thallus yang dapat tumbuh dan berkembang. Alat pelekat/penempel (holdfast) terdiri dari perakaran bersel tunggal dan bersel banyak.
            Seperti pada alga kelas lainya, morfologi rumput laut Gracilaria verrucossa tidak memiliki perbedaan antara akar, batang dan daun. Tanaman ini berbentuk batang yang disebut dengan thallus (jamak: thalli) dengan berbagai bentuk percabangannya. Thalli berbentuk silindris, licin berwarna kuning-coklat atau kuning hijau. Percabangan berselang-seling tidak beraturan, kadang-kadang berulang-ulang memusat ke bagian pangkal. Cabang-cabang lateral memanjang menyerupai rambut, ukuran panjang sekitar 25 cm dan diameter thallus sekitar 0,5 – 1,5 mm.

            Figure 5
FIL1999
Gb. 1. Gracilaria verrucosa (Trono, 1988)

III.        PERSYARATAN BUDIDAYA


            Tahap awal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan budidaya gracilaria dalam tambak, antara lain adalah pemilihan lokasi budidaya, keadaaan tambak yang akan digunakan (termasuk dasar tambak sebagai substrat), kualitas air dalam tambak dan sekitarnya, serta kualitas bibit tanaman.
3.1.        Lokasi Budidaya (Tambak)
            Keberhasilan budidaya Gracilaria di tambak tergantung dari pemilihan lokasi  tambak untuk budidaya . Kriteria lokasi tambak untuk budidaya Gracilaria yang ideal adalah sebagai berikut :
a.   Tambak harus dekat dengan sumber air laut dan air tawar. Gracilaria adalah jenis alga yang bersifat euryhaline dan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas yang lebar. Perairan payau dengan salinitas 15 – 25 ppt baik untuk pertumbuhan Gracilaria. Salinitas yang terlalu tinggi pada saat musim panas dapat menyebabkan kematian massal pada tanaman budidaya begitu pula dengan curah hujan yang tinggi dapat menurunkan salinitas secara drastis. Menjaga salinitas optimal dapat dilakukan jika tersedia air tawar dan air laut secara kontinyu.
b.    Dasar tambak lebih rendah dari surut terendah untuk memudahkan pergantian air. Pasang-surut air laut harus mempengaruhi kondisi air di dalam tambak untuk melakukan pergantian air. Frekuensi pergantian air diperlukan untuk menjaga kandungan nutrien dalam tambak dan salinitas yang berperan penting dalam pertumbuhan Gracilaria.
c.    Tanah dasar tambak yang paling ideal adalah liat berpasir atau tanah yang mengandung pasir dengan sedikit lumpur. Perlu diusahakan supaya dasar tambak tidak terlalu banyak mengandung lumpur (ketebalan lumpur maksimal 15 sampai 20 cm) dan bila dipandang perlu dapat dilakukan pengurasan lumpur. Tambak dengan kandungan lumpur yang sangat halus harus dihindari karena tanaman Gracilaria akan mudah terbenam dalam lumpur dan mati.
d.    Tambak harus bersih dari tanaman lain yang dapat membusuk, terutama yang dapat meningkatkan derajat keasaman dasar tambak. Derajat keasaman (pH) dasar tambak berkisar antara 6 sampai 9 dan yang paling ideal adalah sekitar 6,8 sampai 8,2. Untuk mengurangi keasaman dapat dilakukan terlebih dahulu "penebaran kapur".
e.    Tambak harus memiliki saluran air yang baik dan bersih (tidak terlalu banyak mengandung lumpur), serta setiap petak tambak diusahakan memiliki 2 (dua) buah pintu air, yang akan berfungsi sebagai pintu-pintu untuk air masuk dan air keluar.
f.     Gelombang atau arus air di dalam tambak (sebagai akibat angin atau pengaruh pasang surut) diupayakan tidak terlalu besar, sehingga tidak mengakibatkan berkumpulnya tanaman pada suatu tempat tertentu. Akan tetapi gelombang dan arus air di dalam tambak harus cukup untuk memberikan gerakan bagi tanaman.
g.    Pematang tambak supaya diusahakan cukup rapih dan dapat digunakan sebagai sarana jalan dalam pengelolaan tambak dan/atau dapat difungsikan pula sebagai tempat penjemuran hasil panen dengan menggunakan alas.
h.    Luas petakan berkisar  0,5 – 1 ha dan berbentuk persegi panjang. Beberapa bentuk / desain tambak dapat dilihat pada lampiran.
i.      Kedalaman air tambak antara 50 – 80 cm

3.2.        Kualitas air
  1. Salinitas air ideal antara 15  -  25 ppt.
  2. Suhu air ideal antara 20 – 28 0C.
  3. pH air dalam tambak berkisar antara 6 sampai 9 dan yang ideal sekitar 6,8 sampai 8,2.  Frekuensi pergantian air diperlukan untuk menjaga pH optimal dalam petak tambak
  4. Air tidak mengandung lumpur sehingga kekeruhan (turbidity) air masih cukup bagi tanaman untuk menerima sinar matahari.
5.    Polusi : jauh dari limbah industri dan limbah air atau tanah

DSC00296

Gb. 2.   Lokasi Budidaya Gracillaria sp. di Tambak


3.3.        Pengadaan Bibit
3.3.1.   Persyaratan bibit
            Tanaman yang dipilih untuk bibit adalah gracilaria yang pada usia panennya memiliki "kandungan agar-agar" yang cukup tinggi dan memiliki "kekuatan gel" yang tinggi pula. Pemeriksaan di laboratorium sebelum tanaman dijadikan bibit dapat membantu memilih bibit yang baik dan dapat mencegah menyebarnya bibit yang berkualitas rendah. Bagian tanaman yang dipilih untuk bibit adalah thallus yang relatif masih muda dan sehat, yang diperoleh dengan cara memetik dari rumpun tanaman yang sehat pula dengan panjang sekitar 5 sampai 10 cm. Dalam memilih bibit perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) thallus yang dipilih masih cukup elastis; 2) thallus memiliki banyak cabang dan pangkalnya lebih besar dari cabangnya; 3) ujung thallus berbentuk lurus dan segar; 4) bila thallus digigit/dipotong akan terasa getas (britel); 5) bebas dari tanaman lain (epipit) dan kotoran lainnya.

DSC00295

Gb.3. Bibit rumput laut gracillaria
3.3.2.   Transportasi bibit    
Penyediaan bibit dapat diambil/dibeli dari pembudidaya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transportasi bibit rumput laut agar tidak terjadi kematian selama dalam perjalanan adalah :
§  Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab  selama dalam perjalanan
§  Tidak terkena air tawar atau hujan
§  Tidak terkena minyak atau kotoran-kotoran lain
§  Jauh dari sumber panas seperti mesin kendaraan dan lainnya

Sarana pengangkutan bibit yang diperlukan tergantung dari jarak jauh dekatnya sumber bibit dengan lokasi penanaman. Bila pengangkutan bibit menggunakan perahu / sampan, bibit rumput laut cukup diletakkan di dasar perahu dan ditutup agar tidak terkena sinar matahari. Usahakan agar bibit sampai ke lokasi penanaman tetap dalam keadaan segar.  Bila pengangkutan menggunakan kendaraan darat, maka cara pengepakan bibit adalah sebagai berikut :
Ø menggunakan karung beras dan jangan menggunakan plastik karena bibit akan mengalami kepanasan dan tidak ada sirkulasi udara
Ø menyusun bibit rumput laut  ke dalam karung beras tanpa dipadatkan agar bibit tidak rusak, kemudian mengikat bagian atas kantong plastik dengan tali
Ø membuat lubang pada bagian atasnya dengan  menggunakan jarum
Ø memasukkan kantong plastik ke dalam kotak karton yang telah disediakan
Ø bibit siap ditransportasikan

   Setelah sampai tujuan, bibit harus segera dibuka dan direndam dalam air tambak selama 1-2 jam agar bibit beradapatasi dari perairan asalnya ke perairan baru dimana bibit akan dibudidayakan. Sesudah dilakukan perendaman, barulah dilakukan pemilihan bibit yang masih baik. Secara umum untuk memilih bibit yang baik dapat dilihat dari fisik yang segar, thalus kecil dan agak keras, serta warnanya yang agak gelap dan tidak pucat. Untuk memperbanyak bibit selanjutnya dapat dilakukan secara pemotongan (vegetatif) setelah bibit tersebut berumur 2- 4 minggu.

DSC00264
Gb. 4. Penangan Bibit Gracilaria Sebelum dibawa ke Lokasi Baru
IV.        TEKNIK BUDIDAYA

4.1.      Persiapan Lahan
   Kegiatan persiapan lahan dilakukan sebelum bibit-bibit rumput laut di tanam. Tambak dibersihkan dari hama. Hama rumput laut adalah ikan mujair.  Persiapan tambak meliputi pekerjaan sebagai berikut :
§  Dasar tambak di jemur sampai kering yang ditandai dengan kondisi tanah yang belah-belah.
§  Saluran air yang ditumbuhi lumut atau ditutupi tanah dasar tambak dibersihkan untuk menjaga sirkulasi air agar tetap lancar.
§  Tambak  kering, kemudian diisi air lagi sampai kedalaman 10 cm
§  Diberi saponin 10 - 15 ppm untuk memberantas ikan-ikan liar
§  Tambak dikeringkan, kemudian diisi air kembali. Sampai kedalaman 50-100 cm
§  Untuk mempercepat pertumbuhan rumpun rumput laut, tambak tersebut di pupuk  dengan pupuk organik atau NPK 450 kg/ha. 

FIL3704
Gb. 5. Perbaikan pematang dan pengangkatan
lumpur dalam persiapan lahan

4.2.      Cara Penanaman
            Penanaman bibit rumput laut di tambak dilakukan dengan menggunakan metode broadcast,  dimana bibit ditebar di seluruh bagian tambak. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk menghindari rumput laut dari sinar matahari.
   Pada penanaman pertama, bibit rumput laut harus memiliki kualitas yang sangat baik, untuk penanaman selanjutnya bibit rumput laut dapat diambil dari hasil panen. Apabila kondisi salinitas dan alam mendukung, rumput laut tadi akan tumbuh optimal dan menghasilkan spora. Spora akan tumbuh menjadi rumput laut. Selama 4 minggu pertama, bila sudah terlihat adanya rumpun yang sangat padat, maka harus dilakukan penyebaran ulang dengan cara mengangkat bongkahan rumpun tersebut dan merobek-robek kemudian  disebarkan.
Rata-rata penebaran bibit rumput laut pada awal penanaman sekitar 1-1,5 ton untuk luas areal 1 ha. Apabila pada panen pertama laju pertumbuhan perhari (DGR) tidak kurang dari 3%, atau hasil panen basah sekitar 4 kali berat bibit yang ditanam, maka pada penanaman kedua dapat ditebar dengan kepadatan menjadi 2 ton per hektar.
            Kedalaman air dalam tambak harus diatur, sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman dan juga meningkatkan isi kandungan rumput laut yang ditanam. Pada 4 minggu pertama, air dalam tambak supaya dipertahankan pada ke-dalaman sekitar 30 sampai 50 cm, dengan tujuan agar pertumbuhan cabang lebih cepat. Pada minggu kelima sampai minggu keenam atau ketujuh air dipertahankan pada kedalaman sekitar 50 sampai 80 cm dengan tujuan memperlambat pertumbuhan cabang sehingga tanaman dapat meningkatkan isi kandungan.
            Pada musim kemarau suhu air di dasar tambak diusahakan supaya tidak terlalu tinggi dan apabila suhu air di atas normal maka kedalaman air di dalam tambak perlu ditambah, sehingga suhu di dasar tambak dapat dipertahankan pada kondisi normal.
DSC00254
Gb.6. Penanaman dengan menggunakan metode broadcast

4.3.      Pemupukan
            Pemupukan diperlukan pada budidaya rumput laut gracilaria untuk memepertahankan dan memacu pertumbuhannya. Pupuk diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur-unsur hara seperti nitrogen, phosphat dan kalium. Penggunaan pupuk dalam budidaya ini akan tergantung kepada kesuburan lahan tambak dan kualitas nutrisi di dalam air tambak. Untuk itu dianjurkan dilakukan analisis kualitas tanah tambak dan kualitas air tambak untuk mengetahui kandungan nitrogen, phosphat dan kalium. Hasil analisa tersebut dapat digunakan untuk menetapkan jumlah pupuk yang perlu digunakan.
            Pada prinsipnya, pada empat minggu pertama, tanaman memerlukan lebih banyak nutrisi nitrogen, sedangkan dua atau tiga minggu sebelum panen tanaman memerlukan lebih banyak nutrisi phosphat. Kendala yang dihadapi dalam pemupukan adalah seringnya perggantian air di dalam tambak, karena itu pupuk dalam bentuk pelet relatif lebih efektif karena dapat melepas nutrisi secara bertahap. Apabila di dalam tambak mudah tumbuh alga hijau, maka hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrogennya sudah cukup. Dari hasil pengamatan maka dianjurkan bahwa pada 4 minggu pertama diperlukan sekitar 10 kg/ha pupuk yang banyak mengandung nitrogen, dan ditebar secara bertahap. Sedangkan untuk 2 sampai 3 minggu berikutnya diperlukan sekitar 5 kg/ha pupuk yang lebih banyak mengandung phosphat yang ditebar secara bertahap. Penebaran lebih tepat dilakukan pada saat setelah dilakukan penggantian air tambak.

4.4.        Pemeliharaan/Perawatan
            Pengawasan tanaman rumput laut dilakukan dengan melakukan monitoring  pada salinitas  dan  suhu air tambak. Untuk mempertahankan salinitas dan nutrisi baru, perlu dilakukan pergantian air. Penggantian air tambak dilakukan minimal dua kali seminggu. Pada musim kemarau pergantian air supaya dilakukan lebih sering untuk menghindari salinitas terlalu tinggi sebagai akibat dari penguapan air. Sedangkan pada musim hujan pergantian air harus diatur untuk menjaga salinitas dalam tambak tidak terlalu rendah. Karena itu pada saat pergantian air perlu diperhatikan salinitas air pada saluran utama. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan membersihkan tanaman yang tertimbun lumpur, membuang tanaman lain (rumput dan alga lainnya) serta kotoran lainnya dari dalam tambak supaya tidak mengganggu pertumbuhan rumput laut gracilaria. Ikan bandeng dapat membantu mengontrol ephipyt dan jenis alga hijau lainnya.
 Laju pertumbuhan yang dianggap menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat per hari. Laju pertumbuhan dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan berat per hari, yaitu :

Keterangan : G         =          laju pertumbuhan harian (% )

                                    Wt       =          Bobot Rata-rata Akhir (gram)

                                    W0       =          Bobot rata-rata awal (gram)

                                     t          =          Waktu pengujian

DSC00303DSC00258




 

 

                                                                    

 

Gambar 7. Monitoring pertumbuhan dan kualitas air tambak

 





 5.1.     Penanaman Bibit

·         Penanaman bibit rumput laut di tambak menggunakan metode broadcast,  dimana bibit ditebar di seluruh bagian tambak. Waktu penebaran terbaik dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk menghindari rumput laut dari kekeringan. Pada penanaman pertama, rumput laut harus diambil dari nursery (gudang bibit) agar menjaga kualitasnya. Untuk penanaman selanjutnya, bibit rumput laut dapat diambil sebagian kecil  dari hasil panen. Apabila kondisi salinitas dan alam mendukung rumput laut tadi akan tumbuh optimal dan menghasilkan spora yang merupakan cikal bakal bibit rumput laut. Periode penanaman perdana dilakukan selama 4 bulan, setiap bulan apabila sudah terlihat bongkahan-bongkahan, maka dilakukan penyebaran ulang dengan cara mengangkat bongkahan dan merobek-robek sambil disebarkan

Rata-rata penebaran bibit rumput laut untuk 1 ha sekitar 1-1,5 ton pada awal penanaman. Seandainya pertumbuhan rumput laut mencapai diatas 3% maka padat penebaran bisa ditingkatkan menjadi 2 ton/ha. Setelah 10 hari kemudian bandeng gelondongan segera ditebar dengan padat penebaran 1500 ekor. Seminggu kemudian baru ditebar udang tokolan dengan padat penebaran 5000 ekor.

 

DSC00291

Gb.8. Penyebaran ulang bibit rumput laut gracillaria

5.2.      Penanganan Panen dan Pasca Panen

            Untuk pemanenan rumput laut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air hingga 30 cm, untuk mempermudah pemanenan.  Pemanenan rumput laut dilakukan dengan meninggalkan sebagian rumput laut agar tumbuh kembali. Biasanya bagian pangkalnya dan ujung dari thallus dipisahkan untuk dijadikan bibit kembali.


            Setelah dipanen, rumput laut dicuci untuk menghilangkan kotoran dan disortir untuk memisahkan jenis rumput laut lain yang tidak diinginkan. Begitu pula kotoran lain seperti batu karang, lumpur atau benda asing lainnya, dipisahkan.