A. PEMBENIHAN
IKAN BANDENG.
PENDAHULUAN
Benih bandeng (nener) merupakan salah
satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak.
Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat
dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan
salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini
produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang
terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya
untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa
mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah,
penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan
nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk
tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan
produksi benih nener di hatchery diarahkan ntuk mengimbangi selisih antara
permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan
menurun.
2.
PENGERTIAN
Teknologi produksi benih
di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery
Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga
(HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karenaresiko
kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok
dikembangkan di daerah miskin salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila
dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak,
hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener)
yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga.
Usaha pembenihan bandeng
di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan
tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya
secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang
mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian
sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih
species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui
penebaran di perairan pantai (restocking). Disisi lain, perkembangan hatchery
bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk tumbuh kegiatan ekonomi dalam
rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada
pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di
hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai
kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan
ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
3.
PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng
harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
1) Status tanah dalam kaitan dengan
peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketrsediaan air dan
pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per
hari.
- Suhu air, 26,5-31,0 0C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari
sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik
polusi bahan organik maupun an organik.
3)
Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus
perlu diketahui secara rinci.
4)
Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan,
speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik
harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
4.
TEKNIK PEMELIHARAN
1)
Persiapan Opersional.
a.
Sarana
yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran.
Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan
disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan
cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm
(150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir
dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yi
formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk
mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
b.
Menyiapkan
bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia
cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c.
Menyiapkan
tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai
bidang kerjanya.
2)
Pengadaan Induk.
a.
Umur
induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b.
Pengangkutan
induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan
diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi
air
c.
barsalinitas
rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
d.
Kepadatan
induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya
dan panas.
e.
Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
3)
Pemeliharaan Induk
a.
Induk
berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi
aerasi sampai kedalaman 2 meter.
b.
Pergantian
air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
c.
Pemberian
pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 %
dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d.
Salinitas
30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asambelerang <
0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0C.
4)
Pemilihan Induk
a.
Berat
induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan
tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b.
Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam
20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c.
Diameter
telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron
sudah siap untuk dipijahkan.
d.
Induk
jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu
pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian
perut kearah lubang kelamin.
5)
Pematangan Gonad
a.
Hormon
dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan
kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan
implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan
gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
b.
Implantasi
pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan
gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren
masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7
kg).
6)
Pemijahan Alami.
a.
Ukuran
bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi
aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan
jaring.
b.
Pergantian
air minimal 150 % setiap hari.
c.
Kepadatan
tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d.
Pemijahan
umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
7)
Pemijahan Buatan.
a.
Pemijahan
buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan
pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk
padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b.
Induk
bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat
kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17
alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk
(> 4 Kg beratnya).
c.
Pemijahan
induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk
jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan
hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d.
Volume
bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau
beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari
untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8)
Penanganan Telur.
a.
Telur
ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30
ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
b.
Selama
inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio.
Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang
mengapung dipindahkan secara hati-hati ke
c.
dalam
bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan
antara 20-30 butir per liter.
d.
Masa
kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut
penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar
telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur
pada fase ini belum bisa dilakukan.
e.
Setelah
telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 %
selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan
parasit.
9)
Pemeliharaan Larva.
a.
Air
media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310
b.
C
salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang
dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu
aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
c.
Larva
umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai
cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami
yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat
larva sudah berubah menjadi nener.
d.
Pada
hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru
menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air
stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara
bertahap sampai 100% menjelang panen.
e.
Masa
kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke
7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan
kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
f.
Nener
yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat
0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan
morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
10)
Pemberian Makanan Alami
a.
Menjelang
umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi
rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai
makanan sedang air media diperkaya
chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b.
Kepadatan
rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20
ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40
ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal
pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c.
Pakan
buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada
saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan
Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami
yang ada.
d.
Perbandingan
yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam
satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai
dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar
52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang
dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
11)
Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang
dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan
dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu.Wadah pemeliharaan
chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume
3-10 liter yang berada dalam ruangan bersihdengan suhu 23-25 0C, sedangkan
untuk skala besar menggunkan wadah serat
kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan
kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa,
dialirkan ke tangki- tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang
digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna.
Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang
bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut.
Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung
kepadatanya per milimeter.
12)
Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala
besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu sebagian hasil
panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest).
Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan
awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya
disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah
pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan
terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur
chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari
yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella. Keberhasilan budidaya rotifera
berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan
makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar
100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada
kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan
penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi
dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer
dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan
wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran
40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan
dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan
tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data
hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat
dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.
6.
PANEN
1)
Panen dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus
air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam
bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran
40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar
saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan
menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi
selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm
selama 10-15 menit sebelum diseleksi.Sortasi telur dilakukan dengan cara
meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang
baik terapung atau melayang dan yang tidak
baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus
lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur
dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva
atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih
berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2)
Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan
secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan
ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan
disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal
untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20– 25 0C berkisar
7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara
menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat
tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan
suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong
dan
diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
3)
Panen dan Distribusi Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume
air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang
dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis.
Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan
lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak
perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang
dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam
wadah pengangkutan.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah dan panjang garis
pantai mencapai 81.000 km adalah mempunyai potensi yang besar untuk
pengembangan budidaya laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya
laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan, dan mempunyai prospek pasar
yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pantai. Rumput laut merupakan salah satu komoditas
perdagangan internasional. Komoditas ini telah di ekspor lebih dari 30 negara.
Rumput laut telah mampu dikembangkan
menjadi ratusan jenis produk yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang,
antara lain : pada industri makanan, farmasi, kedokteran, kertas dan lain-lain.
Sebagian besar rumput laut masih diekspor keluar negeri dalam bentuk kering dan
sebagian kecil diolah dalam bentuk semi refine karagenan atau agar.
Rumput Laut Atau Ganggang Laut Adalah Tumbuhan Tingkat Rendah
Dari Devisio Thallophyta Yang Terdiri Atas 4 Kelas Berdasarkan Pigmennya, Yakni
; Rhodhophyta (Ganggang Merah), Phaeophyta (Ganggang Coklat), Chlorophyta
(Ganggang Hijau), Myxophyta Atau Cyanophyta (Ganggang Hijau Biru) (Othmer,
1968; Anonim 1977).
Jenis
alga merah yang mempunyai nilai ekonomis
adalah Eucheuma sp, Gracilaria sp, Gelidium sp, Sargassum sp dan Turbinaria
sp. Dari jenis tersebut yang telah dibudidayakan adalah jenis Eucheuma
sp dan Gracilaria sp. Eucheuma
sp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracilaria sp dapat dibudidayakan di
tambak.
Rumput
laut marga gracilaria banyak jenisnya, masing-masing memiliki
sifat-sifat morfologi dan anatomi yang berbeda serta dengan nama ilmiah yang
berbeda pula, seperti: gracilaria confervoides, gracilaria gigas, gracilaria
verucosa, gracilaria lichenoides, gracilaria crasa, gracilaria blodgettii,
gracilaria arcuata, gracilaria taenioides, gracilaria eucheumoides, dan
banyak lagi. Beberapa ahli menduga bahwa rumput laut marga gracilaria
memiliki jenis yang paling banyak dibandingkan dengan marga lainnya.
Di Indonesia umumnya
yang dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria
verrucosa. Budidaya G. verrucosa populer dikembagkan karena keampuannya
untuk beradaptasi pada kondisi ekologi yang berbeda dengan tingkat produksi
yang tinggi dan kualitas gel yang lebih baik dibandingkan spesies lainnya. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan
kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate
atau dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter
antara 0,5 - 2,0 mm.
Rumput laut gracilaria umumnya mengandung agar
sebagai hasil metabolisme primernya. Agar-agar diperoleh dengan melakukan
ekstraksi rumput laut pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa serta
diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk, yaitu: agar-agar tepung, agar-agar
kertas dan agar-agar batangan dan diolah menjadi berbagai bentuk penganan
(kue), seperti pudding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri
farmasi. Kandungan serat agar-agar relatif tinggi, karena itu dikonsumsi pula
sebagai makanan diet. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi pula untuk
kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan.
Budidaya rumput laut di tambak
merupakan upaya untuk memanfaatkan tambak-tambak yang tidak produktif dan
merupakan diversifikasi komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak, Kenyataan
bahwa optimalisasi pemanfaatan daya dukung perairan tambak dan produksi
cenderung menurun, karenanya diperlukan terobosan kegiatan usaha perikanan
budidaya, yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan gerak
perekonomian yang dari kegiatan budidaya ini , juga mampu memberi sumbangan
terhadap tingkat kesuburan perairan tambak.
Pengembangan budidaya rumput laut di
tambak semakin berkembang dengan dilakukan budidaya secara polikultur (udang, bandeng dan rumput
laut) . Budidaya polyculture didasari atas prinsip Keseimbangan Alam, Rumput laut berfungsi sebagai penghasil oksigen
dan tempat berlindung ikan-ikan kecil dan udang kecil dari predator serta dapat
menyerap racun-racun yang terkandung dalam air tambak (sebagai biofilter) serta klekap-klekap yang
tumbuh merupakan makanan bandeng.
II. PROFIL
Gracilaria verrucosa
2.1. Biologi
dan Ekologi Rumput Laut
Dalam sistematik tumbuh-tumbuhan pada
tahun 1838 Unger’s memasukkan tumbuhan algae kedalam divisi Thallophyta, yaitu
tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang tidak berdaun, berbatang
dan berakar, semua terdiri dari batang (thallus). Dalam divisi Thallophyta ini
juga termasuk jamur (fungi) dan lumut kerak (lichenes).
Divisi Thallophyta
diangkat menjadi 7 fila oleh Round (1965), yaitu Eugleunophyta, Chlorophyta,
Chrysophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta, Rhodophyta dan Cryptophyta. Untuk
menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan hubungan filogenetik diantara
kelas secara khas dipakai komposisi plastida pigmen, persediaan karbohidrat dan
komposisi dinding sel.
Rumput
laut atau Algae laut tumbuh hampir
diseluruh bagian hidrosfer sampai batas kedalaman sinar matahari masih dapat
mencapainya. Beberapa jenis rumput laut hidupnya kosmopolit, mendunia. Rumput
laut hidup sebagai fitobenthos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada
substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, batu , kayu dan benda
keras lainnya. Ada pula yang menempel pada tumbuhan lain secara epifitik.
Faktor
oseanografis (fisika, kimia dan dinamika) dan macam substrat sangatlah
menentukan pertumbuhan rumput laut. Sinar matahari adalah faktor utama yang
diperlukan untuk kehidupan rumput laut. Pada kedalaman yang tidak terjangkau
sinar matahari tidak memungkinkan rumput laut dapat hidup. Nutrisi dalam proses
kehidupan diperoleh dari media air laut yang diserap secara difusi oleh thallus
rumput laut. Iklim dan letak geografis
sangat menentukan jenis rumput laut yang dapat tumbuh.
Dari
hasil fotosintesa rumput laut menghasilkan beberapa zat yang penting dan
mempunyai nilai ekonomis. Rumput laut merah (Rhodophyceae) menghasilkan floridin
starch, mannoglycerate dan floridosida. Lebih spesifik lagi dikenal
dengan polisakarida berupa agar-agar dan karaginan. Rumput laut cokelat (Phaeophyceae)
menghasilkan alginat. Rumput laut hijau (Chlorophyceae) menghasilkan
kanji dan lemak.
Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya ada dua macam,
yaitu secara kawin (generatif) antara gamet jantan dengan gamet betina dan secara tidak kawin dengan cara vegetatif,
konjugatif dan perseporaan.
2.2.
Profil Gracilaria verucossa
Genus Gracilaria merupakan famili Gracilariaceae, Order Gigartinales dalam
divisi Rhodophyta yang memiliki
lebih dari seratus spesies yang menyebar luas di perairan daerah tropis maupum
subtropis.
Secara alami gracilaria hidup
dengan melekatkan (sifat benthic) thallusnya pada substrat yang
berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu,
pada kedalaman sampai sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air yang
mengandung garam laut pada konsentrasi sekitar 12o/oo -
30o/oo. Sifat-sifat oseanografi, seperti sifat
kimia-fisika air dan substrat, macamnya substrat serta dinamika/pergerakan air,
merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan pertumbuhan gracilaria.
Perkembangbiakan
dilakukan dengan jalan penyebaran spora dan gamet serta fragmentasi thallus.
Spora dan gamet umumnya tidak memiliki alat gerak seperti cambuk atau flagella.
Reproduksi seksual dilakukan dengan karpogonia dan spermatangia. Pertumbuhan
bersifat uniaksial dan multiaksial. Pertumbuhan vegetatif secara fragmentasi
thallus yang dapat tumbuh dan berkembang. Alat pelekat/penempel (holdfast)
terdiri dari perakaran bersel tunggal dan bersel banyak.
Seperti
pada alga kelas lainya, morfologi rumput laut Gracilaria verrucossa tidak memiliki perbedaan
antara akar, batang dan daun. Tanaman ini berbentuk batang yang disebut dengan thallus
(jamak: thalli) dengan berbagai bentuk percabangannya. Thalli berbentuk silindris, licin berwarna
kuning-coklat atau kuning hijau. Percabangan berselang-seling tidak beraturan,
kadang-kadang berulang-ulang memusat ke bagian pangkal. Cabang-cabang lateral
memanjang menyerupai rambut, ukuran panjang sekitar 25 cm dan diameter thallus
sekitar 0,5 – 1,5 mm.
![]() |
![]() |
Gb. 1.
Gracilaria verrucosa (Trono, 1988)
|
III. PERSYARATAN BUDIDAYA
Tahap
awal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan budidaya gracilaria
dalam tambak, antara lain adalah pemilihan lokasi budidaya, keadaaan tambak
yang akan digunakan (termasuk dasar tambak sebagai substrat), kualitas air
dalam tambak dan sekitarnya, serta kualitas bibit tanaman.
3.1.
Lokasi Budidaya (Tambak)
Keberhasilan budidaya Gracilaria
di tambak tergantung dari pemilihan lokasi
tambak untuk budidaya . Kriteria lokasi tambak untuk budidaya Gracilaria
yang ideal adalah sebagai berikut :
a. Tambak
harus dekat dengan sumber air laut dan air tawar. Gracilaria adalah
jenis alga yang bersifat euryhaline dan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran
salinitas yang lebar. Perairan payau dengan salinitas 15 – 25 ppt baik untuk
pertumbuhan Gracilaria. Salinitas yang terlalu tinggi pada saat musim panas
dapat menyebabkan kematian massal pada tanaman budidaya begitu pula dengan
curah hujan yang tinggi dapat menurunkan salinitas secara drastis. Menjaga
salinitas optimal dapat dilakukan jika tersedia air tawar dan air laut secara
kontinyu.
b.
Dasar
tambak lebih rendah dari surut terendah untuk memudahkan pergantian air.
Pasang-surut air laut harus mempengaruhi kondisi air di dalam tambak untuk
melakukan pergantian air. Frekuensi pergantian air diperlukan untuk menjaga
kandungan nutrien dalam tambak dan salinitas yang berperan penting dalam pertumbuhan
Gracilaria.
c. Tanah dasar tambak yang paling ideal adalah liat berpasir
atau tanah yang mengandung pasir dengan sedikit lumpur. Perlu diusahakan supaya
dasar tambak tidak terlalu banyak mengandung lumpur (ketebalan lumpur maksimal
15 sampai 20 cm) dan bila dipandang perlu dapat dilakukan pengurasan lumpur.
Tambak dengan kandungan lumpur yang sangat halus harus dihindari karena tanaman
Gracilaria akan mudah terbenam dalam lumpur dan mati.
d.
Tambak
harus bersih dari tanaman lain yang dapat membusuk, terutama yang dapat meningkatkan
derajat keasaman dasar tambak. Derajat keasaman (pH) dasar tambak berkisar
antara 6 sampai 9 dan yang paling ideal adalah sekitar 6,8 sampai 8,2. Untuk
mengurangi keasaman dapat dilakukan terlebih dahulu "penebaran
kapur".
e. Tambak harus memiliki saluran air yang
baik dan bersih (tidak terlalu banyak mengandung lumpur), serta setiap petak
tambak diusahakan memiliki 2 (dua) buah pintu air, yang akan berfungsi sebagai
pintu-pintu untuk air masuk dan air keluar.
f. Gelombang atau arus air di dalam
tambak (sebagai akibat angin atau pengaruh pasang surut) diupayakan tidak
terlalu besar, sehingga tidak mengakibatkan berkumpulnya tanaman pada suatu
tempat tertentu. Akan tetapi gelombang dan arus air di dalam tambak harus cukup
untuk memberikan gerakan bagi tanaman.
g. Pematang tambak supaya diusahakan
cukup rapih dan dapat digunakan sebagai sarana jalan dalam pengelolaan tambak
dan/atau dapat difungsikan pula sebagai tempat penjemuran hasil panen dengan
menggunakan alas.
h.
Luas petakan
berkisar 0,5 – 1 ha dan berbentuk
persegi panjang. Beberapa bentuk / desain tambak dapat dilihat pada lampiran.
i.
Kedalaman air
tambak antara 50 – 80 cm
3.2.
Kualitas air
- Salinitas air ideal antara
15 - 25 ppt.
- Suhu air ideal
antara 20 – 28 0C.
- pH air dalam
tambak berkisar antara 6 sampai 9 dan yang ideal sekitar 6,8 sampai
8,2. Frekuensi pergantian air
diperlukan untuk menjaga pH optimal dalam petak tambak
- Air tidak
mengandung lumpur sehingga kekeruhan (turbidity) air masih cukup
bagi tanaman untuk menerima sinar matahari.
5. Polusi : jauh dari limbah industri dan
limbah air atau tanah

Gb. 2.
Lokasi Budidaya Gracillaria sp.
di Tambak
3.3.
Pengadaan Bibit
3.3.1. Persyaratan bibit
Tanaman
yang dipilih untuk bibit adalah gracilaria yang pada usia panennya
memiliki "kandungan agar-agar" yang cukup tinggi dan memiliki
"kekuatan gel" yang tinggi pula. Pemeriksaan di laboratorium sebelum
tanaman dijadikan bibit dapat membantu memilih bibit yang baik dan dapat mencegah
menyebarnya bibit yang berkualitas rendah. Bagian tanaman yang dipilih untuk
bibit adalah thallus yang relatif masih muda dan sehat, yang diperoleh dengan
cara memetik dari rumpun tanaman yang sehat pula dengan panjang sekitar 5
sampai 10 cm. Dalam memilih bibit perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) thallus yang dipilih masih cukup elastis; 2) thallus memiliki
banyak cabang dan pangkalnya lebih besar dari cabangnya; 3) ujung thallus
berbentuk lurus dan segar; 4) bila thallus digigit/dipotong akan terasa
getas (britel); 5) bebas dari tanaman lain (epipit) dan kotoran
lainnya.

Gb.3. Bibit rumput laut gracillaria
3.3.2. Transportasi bibit
Penyediaan
bibit dapat diambil/dibeli dari
pembudidaya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transportasi bibit
rumput laut agar tidak terjadi kematian selama dalam perjalanan adalah :
§
Bibit harus tetap
dalam keadaan basah/lembab selama dalam
perjalanan
§
Tidak terkena air
tawar atau hujan
§
Tidak terkena
minyak atau kotoran-kotoran lain
§
Jauh dari sumber
panas seperti mesin kendaraan dan lainnya
Sarana pengangkutan bibit yang diperlukan tergantung dari jarak jauh
dekatnya sumber bibit dengan lokasi penanaman. Bila pengangkutan bibit
menggunakan perahu / sampan, bibit rumput laut cukup diletakkan di dasar perahu
dan ditutup agar tidak terkena sinar matahari. Usahakan agar bibit sampai ke lokasi penanaman tetap dalam
keadaan segar. Bila pengangkutan
menggunakan kendaraan darat, maka cara pengepakan bibit adalah sebagai berikut
:
Ø menggunakan karung beras
dan jangan menggunakan plastik karena bibit akan mengalami kepanasan dan tidak
ada sirkulasi udara
Ø menyusun bibit rumput
laut ke dalam karung beras tanpa
dipadatkan agar bibit tidak rusak, kemudian mengikat bagian atas kantong plastik dengan tali
Ø membuat lubang pada bagian
atasnya dengan menggunakan jarum
Ø memasukkan kantong plastik
ke dalam kotak karton yang telah disediakan
Ø bibit siap
ditransportasikan
Setelah sampai tujuan, bibit harus segera
dibuka dan direndam dalam air tambak selama
1-2 jam agar bibit beradapatasi dari perairan asalnya ke perairan baru dimana bibit
akan dibudidayakan. Sesudah dilakukan perendaman, barulah dilakukan pemilihan
bibit yang masih baik. Secara umum untuk memilih bibit yang baik dapat dilihat
dari fisik yang segar, thalus kecil dan agak keras, serta warnanya yang agak
gelap dan tidak pucat. Untuk memperbanyak bibit selanjutnya dapat dilakukan
secara pemotongan (vegetatif) setelah bibit tersebut berumur 2- 4 minggu.

Gb. 4. Penangan Bibit
Gracilaria Sebelum dibawa ke Lokasi Baru
IV. TEKNIK BUDIDAYA
4.1. Persiapan
Lahan
Kegiatan
persiapan lahan dilakukan sebelum bibit-bibit rumput laut di tanam. Tambak
dibersihkan dari hama. Hama rumput laut adalah ikan mujair. Persiapan tambak meliputi pekerjaan sebagai
berikut :
§
Dasar tambak di
jemur sampai kering yang ditandai dengan kondisi tanah yang belah-belah.
§
Saluran air yang
ditumbuhi lumut atau ditutupi tanah dasar tambak dibersihkan untuk menjaga
sirkulasi air agar tetap lancar.
§ Tambak kering, kemudian diisi air lagi sampai
kedalaman 10 cm
§ Diberi
saponin 10 - 15 ppm untuk memberantas ikan-ikan liar
§ Tambak
dikeringkan, kemudian diisi air kembali. Sampai kedalaman 50-100 cm
§ Untuk mempercepat pertumbuhan rumpun rumput laut,
tambak tersebut di pupuk dengan pupuk
organik atau NPK 450 kg/ha.

Gb.
5. Perbaikan pematang dan pengangkatan
lumpur
dalam persiapan lahan
4.2. Cara
Penanaman
Penanaman
bibit rumput laut di tambak dilakukan dengan menggunakan metode broadcast, dimana bibit ditebar di
seluruh bagian tambak. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari,
untuk menghindari rumput laut dari sinar matahari.
Pada
penanaman pertama, bibit rumput laut harus memiliki kualitas yang sangat baik,
untuk penanaman selanjutnya bibit rumput laut dapat diambil dari hasil panen.
Apabila kondisi salinitas dan alam mendukung, rumput laut tadi akan tumbuh
optimal dan menghasilkan spora. Spora akan tumbuh menjadi rumput laut. Selama 4
minggu pertama, bila sudah terlihat adanya rumpun yang sangat padat, maka harus
dilakukan penyebaran ulang dengan cara mengangkat bongkahan rumpun tersebut dan
merobek-robek kemudian disebarkan.
Rata-rata penebaran
bibit rumput laut pada awal penanaman sekitar 1-1,5 ton untuk luas areal 1 ha.
Apabila
pada panen pertama laju pertumbuhan perhari (DGR) tidak kurang dari 3%, atau
hasil panen basah sekitar 4 kali berat bibit yang ditanam, maka pada penanaman
kedua dapat ditebar dengan kepadatan menjadi 2 ton per hektar.
Kedalaman
air dalam tambak harus diatur, sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman dan
juga meningkatkan isi kandungan rumput laut yang ditanam. Pada 4 minggu
pertama, air dalam tambak supaya dipertahankan pada ke-dalaman sekitar 30
sampai 50 cm, dengan tujuan agar pertumbuhan cabang lebih cepat. Pada minggu
kelima sampai minggu keenam atau ketujuh air dipertahankan pada kedalaman
sekitar 50 sampai 80 cm dengan tujuan memperlambat pertumbuhan cabang sehingga
tanaman dapat meningkatkan isi kandungan.
Pada
musim kemarau suhu air di dasar tambak diusahakan supaya tidak terlalu tinggi
dan apabila suhu air di atas normal maka kedalaman air di dalam tambak perlu
ditambah, sehingga suhu di dasar tambak dapat dipertahankan pada kondisi
normal.

Gb.6. Penanaman dengan menggunakan
metode broadcast
4.3. Pemupukan
Pemupukan
diperlukan pada budidaya rumput laut gracilaria
untuk memepertahankan dan memacu pertumbuhannya. Pupuk diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan unsur-unsur hara seperti nitrogen, phosphat dan kalium.
Penggunaan pupuk dalam budidaya ini akan tergantung kepada kesuburan lahan
tambak dan kualitas nutrisi di dalam air tambak. Untuk itu dianjurkan dilakukan
analisis kualitas tanah tambak dan kualitas air tambak untuk mengetahui
kandungan nitrogen, phosphat dan kalium. Hasil analisa tersebut dapat digunakan
untuk menetapkan jumlah pupuk yang perlu digunakan.
Pada
prinsipnya, pada empat minggu pertama, tanaman memerlukan lebih banyak nutrisi
nitrogen, sedangkan dua atau tiga minggu sebelum panen tanaman memerlukan lebih
banyak nutrisi phosphat. Kendala yang dihadapi dalam pemupukan adalah seringnya
perggantian air di dalam tambak, karena itu pupuk dalam bentuk pelet relatif
lebih efektif karena dapat melepas nutrisi secara bertahap. Apabila di dalam
tambak mudah tumbuh alga hijau, maka hal ini menunjukkan bahwa kandungan
nitrogennya sudah cukup. Dari hasil pengamatan maka dianjurkan bahwa pada 4
minggu pertama diperlukan sekitar 10 kg/ha pupuk yang banyak mengandung
nitrogen, dan ditebar secara bertahap. Sedangkan untuk 2 sampai 3 minggu
berikutnya diperlukan sekitar 5 kg/ha pupuk yang lebih banyak mengandung
phosphat yang ditebar secara bertahap. Penebaran lebih tepat dilakukan pada
saat setelah dilakukan penggantian air tambak.
4.4.
Pemeliharaan/Perawatan
Pengawasan tanaman rumput laut
dilakukan dengan melakukan monitoring
pada salinitas dan suhu air tambak. Untuk
mempertahankan salinitas dan nutrisi baru, perlu dilakukan pergantian air. Penggantian air tambak dilakukan minimal dua
kali seminggu. Pada musim kemarau pergantian air supaya dilakukan lebih
sering untuk menghindari salinitas terlalu tinggi sebagai akibat dari penguapan
air. Sedangkan pada musim hujan pergantian air harus diatur untuk menjaga
salinitas dalam tambak tidak terlalu rendah. Karena itu pada saat pergantian
air perlu diperhatikan salinitas air pada saluran utama. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan
membersihkan tanaman yang tertimbun lumpur, membuang tanaman lain
(rumput dan alga lainnya) serta kotoran lainnya dari dalam tambak supaya tidak
mengganggu pertumbuhan rumput laut gracilaria. Ikan bandeng dapat membantu mengontrol ephipyt dan jenis alga hijau
lainnya.
Laju
pertumbuhan yang dianggap menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat per
hari. Laju pertumbuhan dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan
berat per hari, yaitu :

Keterangan
: G
= laju pertumbuhan harian (% )
Wt = Bobot
Rata-rata Akhir (gram)
W0 = Bobot
rata-rata awal (gram)
t = Waktu pengujian
Gambar 7. Monitoring pertumbuhan dan kualitas air tambak |