Friday, April 10, 2015

PEMBENIHAN KEPITING BAKAU

BIOLOGI KEPITING BAKAU
(Scylla serrata)

A. Klasifikasi Kepiting Bakau

Fillum                :  Arthropoda
Klass                 :  Crustacea
Ordo                  :  Decapoda
Sub ordo          :  Branchyura
Famili                :  Fortunidae
Sub famili         :  Lipulinae
Genus               :  Scylla de Haan
Spesies                        :  serrata (Forskal)

B. Ciri Morfologi

Ciri khas yang dimiliki oleh kepiting adalah karapasnya berbentuk pipih atau agak cembung dan berbentuk heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki terakhir mempunyai bentuk agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung pada saat berenang.
Kepiting bakau memiliki karapas berwarna seperti warna lumpur atau sedikit kehijauan, pada kiri kanannya terdapat sembilan buah duri tajam, dan pada bagian depannya di antara kedua tangkai matanya terdapat enam buah duri. Dalam keadaan normal sapit kanannya lebih besar dari sapit kirinya dengan warna kemerahan pada masing-masing ujung capit. Memiliki 3 kaki pejalan dan satu kaki perenang. Kaki renangnya terdapat pada bagian ujung perutnya, dan ujung kaki perenang dilengkapi dengan alat pendayung.
Jenis kelamin kepiting sangat mudah ditentukan, yaitu dengan mengamati alat kelaminnya yang ada di bagian perut. Kepiting jantan umumnya terdapat organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing di bagian depan. Sedangkan alat kelamin betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan bagian depannya agak tumpul.Alat kelamin jantan terdiri dari sebuah Testis berwarna putih dan terletak dibawah Sinusparicardi dan organ kelamin betina berupa ovarium yang tempat dan bentuknya menyerupai Testis (Gambar I)












               Alat Kelamin Jantan                                  Alat Kelamin Betina

Gambar 1. Alat Kelamin Kepiting jantan dan Betina
C. Habitat dan Daur Hidup

Kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari pantai ke laut. Kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai atau hutan bakau untuk mencari perlindungan, mencari makan atau membesarkan diri.
Kepiting bakau yang siap melakukan perkawinan akan memasuki perairan bakau. Setelah perkawinan berlangsung  secara perlahan-lahan kepiting betina akan beruaya ke pantai dan akhirnya menuju laut untuk melakukan pemijahan. Setelah melakukan pemijahan telur akan menetas menjadi Zoea1 dan terus menerus berganti kulit menjadi megalopa, pada stadia ini sudah mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju pantai, muara sungai kemudian keperairan hutan bakau sampai dewasa, lalu melakukan perkawinan lagi.


PENGADAAN INDUK


A. Penangkapan Induk

Untuk mendapatkan calon induk dapat ditempuh dua jalan yaitu dengan melakukan seleksi di areaI budidaya kepiting atau pembesaran dan dapat pula dengan melakukan penangkapan induk bertelur di alam. Induk kepiting bertelur dapat ditangkap dengan alat Trawl-dasar berukuran kecil, jaring insang apung atau jaring dasar atau dengan perangkap kepiting (Crab pot). Alat-alat tangkap ini sebaiknya dipasang agak jauh dari pantai di depan perairan bakau karena Kepiting petelur yang akan memijah biasanya beruaya dan berada jauh dari pantai

         
                  Ambau                                          Bubu, Rakkang, dan Pengait

Gambar 2. Alat Tangkap Kepiting (Crab pot)
B. Seleksi Induk

Kegiatan seleksi induk bertujuan untuk mendapatkan calon induk yang berkualitas sesuai dengan persyaratan teknis. Adapun syarat-syarat induk kepiting yang baik adalah:
  1. Umur kepiting minimal 12  bulan
  2. Berat minimal 300 gr
  3. Panjang carapas minimal 12 cm
  4. Sehat dan tidak terinfeksi penyakit
  5. Organ tubuh lengkap ( tidak cacat)
  6. Matang Gonad (bertelur)











Gambar 3. morfologi kepiting betina












Gambar 4. kepiting bertelur


C. Pengangkutan Induk

Induk hasil seleksi maupun penangkapan dari alam yang hendak dibawa ke tempat penetasan (hatchery), apabila jaraknya dekat (30 menit) dapat ditempatkan dalam kotak-kotak plastik atau kotak-kotak polyester berisi 5 sampai 10 liter air laut untuk seekor induk. Bila suhu air di atas 30 0C dapat ditambahkan es batu ke dalam kotak pengangkutan.
Tetapi untuk pengangkutan induk ke tempat penetasan yang memerlukan waktu 1-5 jam, harus digunakan tanki air atau bak fiber glass berbentuk persegi panjang dengan kapasitas 1 ton, diaerasi atau ditambahkan oksigen. Bila capit (Chelae) diikat untuk menghidari perkelahian sesama induk, maka pengangkutan induk dapat dilakukan dalam kepadatan tinggi.

D. Aklimatisasi Induk

Induk yang baru tiba di lokasi penetasan segara dilakukan aklimatisasi, untuk menyesuaikan kondisi air pengangkutan dengan air pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan dengan cara menambahkan air pemeliharaan ke dalam media pengangkutan, penambahan ini berlangsungsung secara perlahan-lahan sampai kondisi suhu dan salinitas air pengangkutan sama dengan suhu dan salinitas air pada bak  pemeliharaan atau bak  pemijahan.


PEMELIHARAAN INDUK


A. Persiapan Bak

 Bak yang digunakan sebagai bak pemijahan  dapat berupa bak beton dengan kapasitas 1- 5 ton atau tergantung dari kegiatan usaha tersebut, bentuk bak bisa bundar atau persegi. Sebelum digunakan bak pemeliharaan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air tawar ditambahkan deterjen atau dapat pula dengan menggunakan chlorin. Selesai pencucian bak, dilanjutkan dengan pemasangan aerasi, tujuannya adalah sebagai suplai oksigen dengan sumber utama adalah blower. Kemudian dilakukan pengisian air setinggi 30 cm.

B.  Pemberian pakan

Induk kepiting yang telah diaklimatisasi dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Dengan padat tebar 1-3 ekor/m2 . bahkan dengan perbandingan jantan dan betina 1:1. Selama dalam bak pemijahan induk kepiting diberi pakan berupa potongan daging kerang, cumi-cumi atau udang. Dosis makanan yang diberikan berkisar 3% dari berat total Kepiting yang hendak dipijahkan.

C. Pengelolaan kualitas air

Untuk menjaga kondisi kualitas air pemeliharaan/pemijahan tetap stabil maka dilakukan beberapa kegiatan antara lain dengan melakukan pergantian air, diupayakan sistim pergantian air dengan menggunakan metode air mengalir. Sisa pakan yang terdapat di dasar bak sebaiknya segera dibersihkan agar tidak menyebabkan timbulnya proses pembusukan yang dapat menurunkan kualitas air dalam bak pemijahan. Pembersihan sisa pakan dapat dilakukan dengan cara penyifonan, yaitu menyedot sisa pakan dengan menggunakan slang plastik.
ABLASI

Secara singkat ablasi diartikan sebagai pemotongan atau penghilangan salah satu bola mata  dengan tujuan merangsang aktifitas reproduksi dan perkembangan gonadanya. Prinsip yang digunakan adalah pada bola mata Kepiting  terdapat satu organ yang di beri nama ” X ” organ yang salah satu fungsinya adalah menghasilkan Gonad Inhibiting Hormon ( GIH ). Dalam aktifitasnya GIH menghambat aktifitas reproduksi Kepiting sehingga udang tidak bisa mengalami kematangan telur akibat terhambatnya perkembangan gonad juga tidak mau melakukan perkawinan. Secara tidak langsung GIH juga menghambat aktifitas Y organ yang terletak dibagian kepala. Y organ dalam aktifitasnya merangsang pembentukan sperma pada individu jantan dan sel telur pada individu betina.
Jika X- organ dihilangkan dengan pemotongan tangkai mata, maka GIH tidak terbentuk. Berarti tidak ada yang menghambat aktifitas reproduksi induk. Disamping itu karena GIH tidak ada, Y-organ aktif menghasilkan GSH ( Gonad Stimalating Hormon ) yang aktif merangsang pembentukan sperma dan telur.
Kegiatan ablasi dilakukan umumnya apabila induk yang digunakan berasal dari hasil budidaya di tambak, berbeda apabila induk yang digunakan adalah  induk dari hasil tangkapan di alam, umumnya induk dari alam  sudah matang gonad sehingga tidak perlu dilakukan ablasi. Teknik ablasi yang umum dilaksanakan adalah dengan menggunakan teknik penjepitan dengan gunting yang matanya bergerigi yang telah dipanaskan(Gambar 5)












             Gambar 5.  Gunting Penjepit  untuk ablasi


PEMIJAHAN

Sebelum pemijahan berlangsung, induk Kepiting betina biasanya akan mengalami ganti kulit (molting). Bersamaan dengan itu tubuh induk betina akan mengeluarkan sejenis hormon (Pheromone). Pheromone merupakan perangsang yang kuat bagi jantan agar segera mendekati betina. Pada saat terangsang oleh pheromone induk jantan akan segera matang gonad.
Tingkat kematangan gonad Kepiting jantan dianggap terbaik setelah 3 hari menerima rangsangan. Induk jantan yang menerima rangsangan akan menaiki (menggendong) tubuh induk betina kurang lebih 4 hari, hingga proses molting selesai. Sebelum turun dari tubuh induk betina, induk jantan akan mengeluarkan spermanya.
Proses pengeluaran sperma (Kopulasi) dilakukan dengan jalan induk jantan membalikkan tubuh induk betina dan menyisipkan sperma ke dalam ovarium. Kegiatan ini berlangsung setelah molting dan terjadi 7 – 12 jam. Sekali melakukan proses pemijahan, sperma dapat digunakan  untuk membuahi telur sebanyak 2 periode.Bila proses pemijahan selesai segera induk dipindahkan kedalam bak penetasan.

PENETASAN

A.    Pemeriksaan Perkembangan telur

Bak peneluran sebelum digunakan terlebih dahulu disiapkan, mulai dilakukan pencucian sampai dengan pemberian subtrat, dalam hal ini dapat diberikan pasir pada dasar bak dengan ketebalan 10 cm. Padat tebar pada bak peneluran 1-3 ekor/m2. Selama dalam proses penetasan pergantian air dilakukan dengan sistim air mengalir sedalam 30-50 cm.
Perkembangan embrionik dari mulai memijah sampai menetas biasanya berlangsung 20 - 25 hari dan keadaannya harus diperiksa setiap hari. Perubahan warna mulai dari berwarna orange sampai coklat atau hitam. Warna hitam antara lain berasal dari mata fasot embrio. Bintik mata hitam serta denyutan jantung sangat jelas terlihat. Bila bintik-bintik ungu kemerahan sudah terlihat menandakan sekitar 3 hari lagi penetasan akan berlangsung. Sebaiknya pada keadaan demikian induk tersebut segera dipindahkan dalam satu bak, dan air bak diisi penuh.

B. Proses Penetasan

Pada prinsipnya untuk menetaskan telur Kepiting pada dasarnya tidak berbeda dengan penetasan telur udang windu, karena keduanya berasal dari kelas yang sama yaitu Crustacea. Semua keperluan yang berkaitan dengan penetasan dan pemeliharaan larva harus sudah di siapkan. Keberhasilan penetasan telur dan kelulus hidupan larva ditentukan oleh kesiapan dalam menyediakan seluruh keperluan penetasan.
Saat akan berlangsungnya penetasan dapat ditandai dengan tingkah laku induk Kepiting biasanya induk lebih sering berdiri pada kaki jalan (Priopoda) dengan massa telur ditempelkan pada subtrat. Pada saat demikian penggantian air ciukup dilakukan separuh bagian saja dan dilakukan dengan sangat hati-hati, volume air sebaiknya memenuhi seluruh bak.
Penetasan yang normal biasanya berlangsung diantara jam 8 pagi dan malam hari, umumnya sebelum matahari terbit. Bila penetasan telah berlangsung dengan sempurna yang dapat diamati dari telah melipatnya abdomen induk segera induk dipindahkan ke bak  pemijahan kembali.


PEMELIHARAAN LARVA


A. Persiapan bak

Bak untuk pemeliharaan larva dapat digunakan dari berbagai ukuran dan berbagai desain, tergantung dari besarnya usaha yang dilaksanakan. Bak pemeliharaan dapat berukuran 3 -10 ton ditempatkan di luar maupun di dalam ruangan. Bak-bak berbentuk bulat lebih baik digunakan karena tidak adanya pojok-pojok dimana larva, makanan, dan detritus berakumulasi.
Bak pemeliharaan sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan pencucian bak dengan menggunakan chlorin, sesudah dibilas bak dikeringkan. Selanjutnya aerasi dipasang sebagai sumber oksigen terlarut. Kemudian dilakukan pengisian air. Air yang akan digunakan harus air laut bersih yang telah dilakukan filterisasi maupun penyinaran serta chlorinisasi, semuanya ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya bibit penyakit.











                                   
                                     Gambar 6. Bak pemeliharaan larva kepiting
                                   
B. Penebaran

Untuk mencegah kematian yang terlalu tinggi sebaiknya larva kepiting dibiarkan hidup di dalam bak penetasan hingga berumur 5 hari. Pemindahan yang dilakukan kurang dari 5 hari dikhawatirkan akan mengakibatkan stres pada larva Kepiting. Larva kepiting yang baru menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Agar tidak terjadi perubahan kondisi lingkungan yang mendadak, pemindahan larva Kepiting ke wadah-wadah kecil atau waskom yang telah diisi air laut sebaiknya dilakukan bersama air aslinya. Tujuan pemindahan larva ini adalah untuk mengurangi padat tebar larva Kepiting, sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kematian pada larva Kepiting. Padat tebar yang disarankan adalah10 - 20 larva/liter

C. Perkembangan Larva Kepiting.

Stadia zoea merupakan stadia awal dari perkembangan larva kepiting, stadia zoea ini berlangsung dari stadia zoea1 sampai zoea 5 dengan waktu perubahan 3 - 5 hari, selanjutnya zoea akan berubah menjadi tingkatan Megalopa. Pada tingkatan ini larva membutuhkan waktu perubahan 11 - 12 hari. Fase Kepiting muda  berawal setelah Megalopa berganti kulit menjadi fase Kepiting muda, kedua dan seterusnya sampai ke tingkat 16 atau 17 yaitu fase terakhir kepiting muda dengan panjang karapas 10 cm











                           
       Gambar 7. Perkembangan Telur, Zoea 1 – Zoea 5
 








Gambar 8.  Stadia Megalopa dan Juwana

D. Pemberian Pakan

Larva Kepiting yang baru menetas bersifat planktonis. Jenis makanan yang cocok untuk stadi zoea 1 - 4 adalah Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan kepadatan 3 -10/ml. Selain Rotifera ditambahkan juga naupli Artemia salina yang baru menetas sampai fase Megalopa. Dosis Artemia pada stadia (Z 1-2) awal cukup dalam jumlah kecil, kemudian pada stadia Z3 sampai Z5  100 - 300 ekor/ml
Pada larva tingkat akhir Z 3-4 sudah dapat ditambahkan hancuran daging cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang kecil. Namun dalam pemberian hancuran daging dari berbagai organisme laut perlu hati-hati karena belum tentu cocok untuk larva. Bila hancuran tidak dimakan dapat menyebabkan pembusukan dan mencemari air pemeliharaan.
Pada tingkat Megalopa makanan sudah dapat diawali sama dengan makanan Kepiting dewasa.  Yaitu cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang kecil  dengan jumlah 150-200 gram/ton. Pemberian pakan ini cukup 1 kali dalam sehari.

PANEN DAN PENGANGKUTAN

A. Panen

Panen dilakukan setelah larva kepiting mencapai ukuran benih yaitu 1,5 – 3 cm atau dengan berat kurang dari 60 gram. Atau tergantung dari pesanan konsumen. Adapun cara panen dapat dilakukan dengan cara mengeringkan kolam pemeliharaan larva, kemudian menangkap benih Kepiting dengan menggunakan serok , lalu menampungnya pada wadah yang telah disiapkan.

B. Pengangkutan Benih

Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara pertama apabila jarak pengangkutan dekat benih Kepiting cukup dimasukkan ke dalam wadah plastik tanpa air. Tapi apabila jarak yang ditempuh jauh maka dapat menggunakan kantong plastik yang tebal dan diberi air serta ditambahkan oksigen, lama perjalanan sebaiknya tidak lebih dari 2,5 jam. Apabila jarak pengangkutan lebi jauh sampai 5 jam perjalanan maka wadah pengangkutan sebaiknya bak fiber yang diisi air dan dilengkapi sumber oksigen berupa aerator.


PERTANYAAN
  1. Jelaskan proses pemijahan pada Kepiting
  2. jelaskan penanganan induk kepiting
  3. jelaskan proses pemeliharaan larva

TUGAS

  1. Lakukan Penanganan induk Kepiting
  2. lakukan ablasi pada induk Kepiting
  3. lakukan Pengangkutan induk Kepiting

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH




BAB  III





















 PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcarifer)

I. BIOLOGI IKAN KAKAP
(Lates calcarifer)

Beberapa sifat biologis ikan Kakap putih yang penting kaitanya dengan usaha pembenihan adalah:
-       Bersifat Euryhaline
-       Larva sampai dengan ukuran 15 cm bersifat kanibal
-       Dewasa kelamin setelah umur 4 tahun atau lebih.
-       Secara alamiah memijah sekitar bulan purnama
-       Jenis ikan predator yang bersifat carnivora.

II. MANAGEMENT INDUK
A. Pengadaan /Pemeliharaan Induk
Untuk mendapatkan calon induk yang memenuhi persyaratan, ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu menangkap langsung dari laut/alam dan melakukan pemeliharaan dikurung apung yang dikendaki (hasil pembesaran selama 2-3 tahun).
Untuk pemeliharaan dan pematangan kelamin, induk dipelihara di dalam kurungan apung dengan ukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m3 . Padat penebaran adalah 25 – 30 ekor/jaring. Induk ikan diberi makanan berupa ikan rucah segar seperti ikan Sardinella atau ikan Selar. Pemberian pakan dilakukan sehari sekali sebanyak     3  - 5 %/BB/hari.
Untuk pemeliharaan calon induk pada bak beton dengan ukuran min      100 m3 . dengan kedalaman 2 – 2,5 meter, kepadatan 1,5 kg/m3 , air sebaiknya mengalir terus menerus. Pakan yang diberikan adalah pellet 3 – 5 %/BB, ikan Rucah/cumi-cumi sebanyak 1 – 2 %/BB, pemberian pakan dilakukan satu hari sekali.  Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1(ukuran yang sama).

B. Persyaratan Induk
Ikan Kakap putih yang dapat digunakan sebagai induk/calon induk harus memiliki kriteria tertentu sebagai berikut:
-       Umur              : ± 4 tahun
-       Berat badan  : > 3kg
-       Sehat tidak cacat, tidak luka
-       Matang gonad
Pemilihan induk untuk pemijahan harus dilakukan satu bulan sebelum pemijahan alami berlangsung untuk memungkinkan ikan terbiasa dengan lingkungan pemijahan. Biasanya dilakukan menjelang bulan gelap atau bulan terang. Untuk mengetahui induk betina matang telur dilakukan pengambilan contoh telur dengan cara canulasi, sedangkan jantan yang matang gonad dicirikan dengan keluarnya sperma yang berwarna putih susu.
III. PEMIJAHAN
A. Pemijahan Secara Alami
Pemijahan alami di alam biasanya terjadi sekitar bulan purnama (1- 6 hari) sebelum dan sesudah bulan purnama. Parameter lingkungan tempat pemijahan adalah sebagai berikut:
-       Suhu air        : 28 – 34 0C
-       Salinitas        : 28 – 32 ppt
-       Perairan cukup dalam
-       Bersamaan pasang tinggi
-       Pada petang hari (18.00 – 22.00)
Pemijahan alami yang diusahakan pada bak-bak pemijahan juga berpedoman pada pemijahan secara alami di alam dengan cara manipulasi lingkungan.
Pemindahan induk dari kurung apung atau pada bak pematangan/pemeliharaan induk dilakukan ± 1 bulan menjelang musim pemijahan. Akan tetapi jika digunakan Hormon kematangan gonad, maka pemindahan induk tersebut dapat dilakukan 1 hari menjelang bulan purnama.
-       Kepadatan induk                 : 1 – 1,5 kg/m3
-       Sex ratio                                : 1 : 1
-       Pakan ikan segar                 : 1 %/BB/hari
-       Sirkulasi air                           : 100 % - 150%/ hari
-       Salinitas                                : 30 ppt
-       Suhu air                                : 27 – 29 0C
-       D.O                                         : ± 6 ppm
-       pH air                                     : 7,5 – 8,5


B. Pemijahan Secara Hormonal
Seringkali dijumpai ikan yang sudah mencapai ukuran ideal untuk induk tidak mau memijah pada waktu musim pemijahan tiba. Untuk mengatasi hal semacam itu, dilakukan penyuntikan hormon dengan dosis dan cara sebagai berikut:
1. Untuk merangsang  perkembangan gonada digunakan:
-       MIH ( Maturating Inducting Hormon) yang berasal dari hipopisa, dengan dosis 8 – 10 mg Hipopisa /kg/BB
-       17£ Methyl Testosteron (untuk ikan jantan) dengan dosis 0,1 mg/kg BB, tiap 3 hari sekali, dicampurkan ke dalam pakan.

2. Untuk mempercepat kematangan gonada (pemijahan) digunakan:
-       OIH (Ovulation Inducting Hormon) atau Gonadotropin, disuntikan 2 x, dengan dosis sbb:
I.              250 IU Gonadotropin/kg B.B atau 50 MU Hog Puberogen/kg BB
II.            500 IU Gonadotropin/kg BB atau 50 MU Puberogen/kg BB
-       Terwal waktu penyuntikan adalah 24 jam.
-       Penyuntikan hormon OIH dilakukan pada induk yang matang gonad
-       Pagi hari, sesaat sebelum dimasukkan  ke bak pemijahan (jika dilakukan pemijahan alami)
-       Pemijahan secara stripping dapat dilakukan pada induk yang sudah matang gonad.
3. Pemijahan rangsangan dengan penyuntikan hormon digunakan:
-       HCG (Human Chorioniuk Gonadotropin)
-       Puberogen
-       Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu 24 jam
-       Penyuntikan I 250 IU HCG + 50 RU Puberogen/kg BB ikan
-       Penyuntikan II 500 IU HCG + 100 RU Puberogen/kg BB ikan
-       Induk jantan disuntik bersamaan dengan penyuntikan induk betina
-       Penyuntikan dilakukan secara intramuscular di bawah sirip punggung
-       Tempat pemijahan  menggunakan bak fiber glass kapasitas 8 ton

IV. PENANGANAN TELUR

A. Pengumpulan Telur
Setelah terjadi pemijahan telur, segera dikumpulkan dengan menggunakan plankton net (diameter 0,2 mm) pada keesokan harinya. Telur yang baik (dibuahi) mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih, sedangkan yang tidak dibuahi akan tenggelam di dasar dengan warna putih keruh.

B. Penetasan Telur
Telur yang telah dikumpulkan segera ditreatment dengan larutan Acriflavin 5 ppm selama 1 menit. Kemudian dicuci dengan air laut bersih ( 2- 3 kali), dan dimasukkan ke dalam bak penetasan dengan kepadatan 40.000 – 50.000 butir/ton.
Waktu yang diperlukan dari telur dibuahi sampai menetas menjadi larva ikan adalah 13 -15 jam pada suhu 27 – 28 0C dan salinitas 30 pormil dengan tingkat penetasan 23 – 76 %.
Tattanon dan Maneewongsa (1982) mengatakan bahwa waktu yang diperlukan dari pembuahan sampai menetas menjadi larva dipengaruhi suhu. Pada suhu 27 0C telur menetas setelah 17 jam, sedangkan pada suhu 30 -32 0C telur menetas setelah 12 – 13 jam.

V. PEMELIHARAAN LARVA

A. Penebaran
Setelah telur menetas, larva segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva. Media pemeliharaan larva (terutama salinitas), padat tebar, jenis dan frekuensi pemberian pakan, sangat bervariasi tergantung pada umur dan ukuran larva. Pemeliharaan larva ikan dilakukan pad bak beton atau pada bak fiber glass. Dengan padat tebar:
-       20.000 – 30.000 ekor/m3  sampai larva umur 15 hari
-       5.000 – 7.000 ekor/m3  sampai larva umur 30 hari
-       600 – 1.000 ekor/m3 untuk larva berumur lebih dari 30 hari


B. Pemberian Pakan
Pemberian pakan larva disesuaikan dengan tingkat pertumbuhanya, yaitu Rotifera (Brachionus plicatilis), Artemia dan cacahan daging ikan. Alga bersel satu (Tetraselmis) mulai diberikan pada larva umur 1 hari. Tetraselmis sp ini berfungsi ganda sebagai pengendali kualitas air pada bak pemeliharaan dan sebagai pakan Rotifera. Tetraselmis dipertahankan pada kepadatan 7 – 10 x 103 sel/ml sampai hari ke 15. pada hari ke dua (sore) larva mulai sudah membuka mulut walaupun cadangan makanan belum terserap habis. Sejumlah Rotifera ditambahkan dalam bak pemeliahraan dipertahankan pada kepadatan 5 -15 ekor/ml sampai harik ke 15. pada hari ke dua bersamaan dengan Rotifera ditambahkan sejumlah naupli Artemia yang baru menetas dengan kepadatan 200 ekor/liter. Selama periode ini dilakukan penggantian air sebanyak 10 -  30 %/ hari.
Mulai hari ke 16 sampai hari ke 25 jumlah Artemia yang diberikan ditambah hingga 1.000 – 2.000 ekor/liter, penggantian air sebanyak  40-50  %/hari.Sejak larva berumur 26 hari diberi pakan artemia setengah dewasa sampai ikan dapat makan cacahan daging ikan rucah segar.
Penggantian air pada bak pemeliharaan sebanyak 80 – 100 % setiap harinya.
Selama pemeliharaan larva ikan mengalami 3 stadia perubahan warna yang merupakan masa kritis kehidupannya, yaitu :
1.    Ketika baru menetas sampai umur 7 hari warna transparan.
2.    Berwarna belang hitam keabuan sampai umur warna 25 hari.
3.    Berwarna putih keperakan setelah berumur 25 hari.
 Parameter kualitas air pada media pemeliharaan, yaitu :
- Umur 1 – 7 hari :
. Salinitas             : 15 – 20 permil
. ph                       : 7-8
. D.O                     : ≤ 4 ppm
. Suhu                   : 25 – 26 0C.
- Umur 8 – 30 hari
. Salinitas             : 20 – 28 permil
. ph                       : 7,5 – 8,1
. D.O                     : 4 – 5,6 ppm
. Suhu                   : 26 -27 0C.
- Umur > 30 hari
. Salinitas              : 28 – 32 permil
. ph                        : 7,8 – 8,2
. D.O                      : 5,6 – 7,3 ppm
. Suhu                    : 27 – 29 0C.
Setiap pagi dilakukan pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dan dilakukan penggantian air sebanyak 10 – 100 %/ hari.Penggolongan ( grading ) dilakukan setiap minggu sekali sejak larva berumur 20 hari.
Tingkat kehidupan larva ( survival rate ) adalah :
-       Sebesar 50 -60% sampai larva umur 15 hari.
-       1 – 7% mulai larva umur 16 – 30 hari.
-       70 – 80% sesudah larva berumur lebih dari 30 hari.
Kematian banyak terjadi pada masa-masa kritis yaitu :
1). Pada saat larva mulai habis cadangan  makanannya, mulut mulai membuka dan siap mencari makan yaitu hari ke – 3 sampai hari ke – 4.
2). Pada saat larva berubah warna dari belang hitam keabuan menjadi putih keperakan yaitu hari ke – 25 sampai 28. Pada periode ini larva sangat sensitif terhadap lingkungan yang sifatnya mendadak.
Apabila terjadi peubahan – perubahan pada tubuh ikan antara lain nafsu makan menurun, warna tubuh berubah menjadi keabuan, terdapat bintik – bintik putih pada tubuh dan kemerahan pada ujung sirip – siripnya. Pengobatan dapat dilakukan dengan merendam larva ikan dalam bak dengan salinitas 20 permil, kemudian dimasukkan larutan formalin 20 ppm selama 10 -12 jam.Dilakukan berulang kali selama 3e -4 hari sampai ikan normal kembali.
Perlakuan lain dengan menggunakan MGO 0,1 ppm ditambahkan 25 ppm formalin selama 24 jam dan diulang 2 -3 kali berturut – turut.
               
            


PERTANYAAN:

  1. jelaskan ciri-ciri induk Kakap putih
  2. jelaskan proses pemijahan ikan Kakap putih
  3. jelaskan fase kritis dalam pemeliharaan larva ikan Kakap
  4. jelaskan sistem pengangkutan induk ikan Kakap
  5. jelaskan teknik penanganan telur ikan Kakap

TUGAS
  1. Lakukan seleksi calon induk Kakap
  2. lakukan pemeliharaan induk ikan kakap
  3. lakukan pemijahan buatan pada ikan Kakap