I. PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui
bahwa air mutlak untuk hidup dan kehidupan organisme. Dengan semakin majunya
kebudayaan manusia, peranan air dan perairan bagi kehidupannya, makin meningkat
pula. Dan pada setiap penggunaannya dibutuhkan kualitas air tertentu.
Permasalahan utama yang
dihadapi oleh sumber daya air saat ini adalah menyangkut kualitas maupun
kuantitas yang disinyalir tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat. Oleh karena itu agar perairan dapat digunakan dengan
lestari, perlu pengelolaan atau manajemen yang baik terhadap kualitas airnya. Pengertian Pengelolaan kualitas air bagi
peruntukan perikanan adalah Upaya manusia
untuk mengatur, memperbaiki dan mengendalikan mutu air agar layak bagi hidup
dan kehidupan sumber daya ikan serta mendukung kegiatan perikanan.
Dalam dunia perikanan, dimulai dari kelayakan perairan sebagai lingkungan
hidup ikan dan organisme makanannya. Berbicara mengenai pengelolaan atau
manajemen kualitas air untuk tujuan perikanan, dalam hal ini menyangkut bagaimana
usaha kita untuk memanfaatkan suatu badan air untuk tujuan perikanan. Yakni
dibatasi “ Bagaimana mempertahankan mutu air yang baik agar supaya ikan-ikan
dapat berkembang dengan baik, termasuk organisme makanannya”.
Dalam perikanan dikenal beberapa badan air yang dapat digunakan untuk
tujuan budidaya, antara lain : Kolam, Aquarium, Tambak, Waduk, Sungai, sawah,
Rawa, Danau dan Laut.
Suatu badan air yang kualitasnya tidak sesuai (tidak mendukung) kebutuhan
hidup organisme, umumnya disebut telah tercemar atau terpolusi. Polusi
(pollution) berasal dari kata latin “ Polluere” yang artinya mengotori atau
tercemar.
Kualitas air yang layak atau memeuhi syarat untuk kegiatan budidaya adalah
kualitas air yang dapat mendukung kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan
organisme budidaya.
II.
PARAMETER KIMIA AIR
A. pH
pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam air. Ada beberapa yang mengartikan sebagai
logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H dalam air. Ion hidrogen bersifat asam sehingga pH juga
dapat dinyatakan sebagai suasana asam/basa air.
Nilai pH dinyatakan dengan persamaan :
pH = - log [ H ]
Misal : Diketahui konsentrasi ion
hidrogen dalam air sebesar 0,0001mg/l.
Berapakah nilai pH dalam
air ?
Konsentrasi H+ = 1x 10 mg/l
pH =
- log 10
pH = - 4(-4)
= 4
Jadi pH air adalah 4
Tingkat keasaman air tambak dapat diketahui dengan
pengukuran maupun melihat tanda-tanda perairan. Pengukuran dapat dilakukan denga menggunakan
kertas lakmus, indikator pH dan pH meter.
Tambak yang masam ditandai dengan adanya bau kurang sedap, tanah dasar
berwarna hitam, apabila diinjak akan timbul gelembung-gelembung udara kepermukaan
air dan tumbuhnya lumut.
Klasifikasi nilai pH :



Pengaruh pH :
* Mempengaruhi
proses pembongkaran bahan-bahan organik oleh bakteri. Pada pH rendah atau pH
tinggi proses pembongkaran berlangsung sangat lambat.
* Pada pH tinggi dan pH rendah Unsur P & N
yang dibutuhkan oleh tumbuhan baik mikro maupun makro tidak dalam bentuk
tersedia
* Pada pH tinggi
keberadaan CO2 bebas semakin sedikit.
* pH
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia.
Pada pH rendah
Amonium dapat terionisasi sehingga bersifat tidak toksik ( in nocuous ) ; pada
suasana pH tinggi (alkalis) lebih banyak ditemukan Ammonia yang tak terionisasi
( unionized ) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi lebih mudah terserap
dalam tubuh organisme aquatik dibandingkan amonium.
* Respon ikan
terhadap pH :
< 6,5 &
> 9 ikan cenderung diam, respirasi tinggi
< 5 &
> 11 ikan tidak mau makan, keseimbangan terganggu serta warna menjadi gelap.
Oleh karena
itu, perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhii proses metabolisme secara
tidak langsung.
pH yang dapat
ditolerir 6,5 – 8,5.
* Toksisitas
logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah
(Novotny dan
Olem, 1994).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menaikkan pH, adalah :
·
Pengapuran
·
Penambahan beberapa bahan : koral, kulit kerang.
Apabila pH media terlalu tinggi, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan
:
·
Pemupukan, dengan menggunakan pupuk organik ( Urea,
phosphate dan Za)
·
Penambahan bahan-bahan : pohon ketapang, sabut kelapa dan
kayu-kayu yang bersifat asam(bogwood)
·
Melewatkan air pada media gambut.
B. OKSIGEN
TERLARUT
Oksigen adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Oksigen sangat dibutuhkan oleh
organisme darat, udara maupun laut, tidak terkecuali ikan dan hewan air
lainnya. Ikan memerlukan oksigen yang
terlarut dalam air. Oksigen terlarut adalah jumlah
mg/l gas oksigen yang terlarut dalam
air.
Sumber oksigen
terlarut dalam kolam/tambak, ada beberapa macam :
·
Difusi dari udara melalui permukaan kontak air dan udara,
semakin luas permukaan kontak maka kadar oksigen terlarut akan semakin
meningkat. Difusi dapat berlangsung
secara langsung maupun dengan bantuan alat (misal : aerator/kincir).
·
Hasil fotosintesis : Proses fotosintesis dilakukan oleh
tumbuhan air dan fitoplankton dengan bantuan sinar matahari pada siang
hari. Reaksinya sebagai berikut :
Sinar matahari

·
Masuknya air baru ke dalam kolam, air ini biasanya
berasal dari sungai atau saluran air yang banyak mengandung oksigen terlarut,
selama tidak tercemar.
·
Adanya turbulensi/pergerakan air. Pergerakan air terjadi karena banyak sebab,
antara lain karena arus, angin, maupun karena ada alat-alat yang sengaja
dipasang manusia : kincir air, blower, aerator, dll.
Kadar oksigen
terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada :
·
Suhu
Semakin tinggi suhu, maka kadar oksigen terlarut akan
semakin rendah
·
Salinitas
Kelarutan oksigen dan gas-gas yang lain juga menurun
dengan meningkatnya salinitas
·
Turbulensi/pergerakan
air
Pergerakan air akan meningkatkan kadar oksigen
terlarut. Pergerakan air dapat terjadi
karena angin (ombak, gelombang), maupun karena adanya sirkulasi air dan aerasi
·
Ketinggian tempat
dan tekanan udara
Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut,
tekanan atmosfer semakin rendah dan diikuti dengan semakin rendahnya kadar
oksigen terlarut
·
Fotosintesis dan
respirasi
Kadar oksigen terlarut maksimal terjadi pada siang hari
sampai sore hari, sedangkan pada malam hari terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut dan minimum sesaat sebelum matahari terbit karena proses fotosintesis
berhenti sedangkan respirasi tetap berjalan
·
Limbah yang masuk
pada perairan
Limbah berupa bahan organik dan bahan anorganik. Bahan
organik berasal dari sisa pakan, kotoran ikan, plankton mati, bangkai ikan atau
udang dan limbah rumah tangga maupun dari industri.

C. KARBONDIOKSIDA
(CO2)
Karbondioksida yang terkandung di atmosfer sekitar
0,033%, namun semakin tahun semakin besar.
Sekitar setengah dari CO2 yang merupakan hasil pembakaran
berada di atmosfer dan setengahnya lagi tersimpan di laut dan digunakan dalam
proses fotosintesis oleh diatom dan algae laut lainnya.
Sumber karbondioksida di perairan berasal dari beberapa
sumber, yaitu sebagai berikut :
- Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer
mengalami difusi secara langsung ke dalam air.
- Air
hujan. Air hujan
yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memilii kandungan
karbondioksida sebesar 0,55-0,60 mg/l yang berasal dari atmosfer.
- Air yang melewati tanah organik. Tanah organikyang yang mengalami
dekomposisi, mengandung relatif banyak CO2 sebagai hasil proses
dekomposisi. CO2 hasil
dekomposisi ini akan larut dalam air.
- Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun
anaerob. Respirasi tumbuhan dan
hewan mengeluarkan karbondioksida sebagai salah satu bentuk akhir,
demikian juga dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan.
Sebagian kecil karbondioksida di atmosfer larut dalam uap
air membentuk asam karbonat, selanjutnya jatuh sebagai air hujan. Hal ini juga terjadi jika karbondioksida
masuk ke badan air, sekitar 1 % bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.
CO2+
H2O H2CO3


D. ALKALINITAS
Alkalinitas
adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam (Acid Neutralizing Capacity) atau kuantitas anion di dalam air yang
dapat menetralkan kation hydrogen. Sering juga disebut sebagai kapasitas
penyangga (baffer capacity) terhadap
perubahan pH perairan.
Penyusun
alkalinitas perairan adalah :
-
Anion
Bikarbonat (HCO3-)
-
Karbonat
(CO3- )
-
Hidroksida
(OH-
)
Selain anion di atas, alkalinitas juga dipengaruhi juga oleh Borat (H2BO3-
), silikat (HSiO3- ), Fospat (HPO4-
dan H2PO4- ), sulfide (HS-), dan
ammonia (NH3).
Namun pembentuk alkalinitas yang
utama adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-),
hidroksida (OH-). Di antara ketiga ion tersebut, bikarbonat yang
paling banyak di perairan alami.
Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi
kontribusi terhadap nilai alkalinitas dan kesadahan di perairan tawar.
Kelarutan kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk kalsium
bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang memiliki daya larut lebih
tinggi dari kalsium karbonat(CaCO3).
Selain berasal dari mineral yang ada dalam tanah,
karbonat dan bikarbonat dapat berasal dari hasil dekomposisi bahan organic oleh
mikroba : seperti persamaan reaksi :




Persamaan
reaksi (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan ion bikarbonat oleh algae sebagai
sumber karbon menyebabkan reaksi bergeser ke kanan sehingga terjadi akumulasi
hidroksida. Akumulasi hidroksida menyebabkan perairan yang banyak ditumbuhi
algae memiliki nilai pH yang tinggi, yaitu 9 – 10. Reaksi – reaksi
kimia melibatkan ion hydrogen atau ion hidroksida, sehingga nilai alkalinitas
sangat dipengaruhi oleh pH. Hal ini berarti juga bahwa alkalinitas berperan
sebagai system penyangga.
Nilai alkalinitas di perairan alami berkisar 5 – ratusan
mg/l CaCO3 namun tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai
organisme aquatik, karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar natrium yang tinggi. Perairan
dengan nilai . 40 mg/l CaCO3 disebut perairan sadah (hard water) sedangkan perairan dengan
nilai , 40 mg/l CaCO3 disebut perairan lunak (soft water).
Alkalinitas dipengaruhi oleh : pH, komposisi mineral, temperature, dan
kekuatan ion.
Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif
dari pada perairan beralkalinitas rendah. Tingkat produktifitas perairan ini
sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan nilai alkalinitas, tetapi
berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya
meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas.
Perubahan pH yang terjadi pada perairan beralkalinitas
rendah cukup besar, sedangkan perubahan pH yang terjadi pada pH beralkalinitas
sedang relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa alkalinitas yang lebih
tinggi memiliki sistem penyangga yang lebih baik.

E. KESADAHAN
Kesadahan (hardenes)
adalah gambaran kation logam divalent (valensi dua) dan ion polivalent lainnya
seperti ( AL3+ , Fe3+ , Mn2+ , Sr2+
, Zn2+ , dan H+) yang terlarut dalam air. Kesadahan juga
diasumsikan sebagai kemanpuan air untuk menetralkan sabun. Kation – kation ini
dapat bereaksi dengan sabun (soap)
membentuk endapan (presipitasi) maupun
dengan anion – anion yang terdapat dalam air membentuk endapan karat pada
peralatan logam.
Pada perairan tawar, kation divalent yang paling
berlimpah adalah kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+),
sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium.
Kalsium dan magnesium berkaitan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu
bikarbonat dan karbonat.
Keberadaan kation yang lain, misalnya Al3+ ,
Fe3+ , Sr2+ , Zn2+ , dan H+ juga
memberikan kontribusi bagi nilai kesadahan total meski peranannya relatif
kecil. Kesadahan dan alkalinitas dinyatakan dengan satuan yang sama, yaitu
mg/liter CaCO.
Klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahan
Nilai Kesadahan
|
Klasifikasi
|
0 – 75
ppm
|
Rendah (Soft)
|
75 –
150 ppm
|
Medium ( Medium Hard )
|
150 –
300 ppm
|
Sadah ( Hard )
|
>
300 ppm
|
Sangat Sadah (Very Hard )
|
Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah
dan bebatuan. Prairan lunak (Soft)
yang bersifat asam memiliki kandungan kalsium, magnesium, karbonat, dan sulfat
yang rendah. Apabila dipanaskan perairan lunak akan mengakibatkan terjadinya
korosi pada logam. Pada perairan sadah (hard) kandungan kalsium, magnesium,
karbonat, dan sulfat yang tinggi, jika dipanaskan perairan sadah akan
membentuk deposit (kerak).

F. SALINITAS
Salinitas secara sederhana menggambarkan kadar garam atau
tingkat keasinan air, namun secara ilmiah didefinisikan dengan padatan dalam
air setelah semua karbonat dan senyawa organik dioksida dan bromida dan bromide
serta iodide dianggap sebagai klorida. Salinitas dinyatakan dalam satuan ppt
atau promil (%0). Tingkat salinitas dapat diukur menggunakan
salinometer atau refraktometer.
Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5%0,
perairan payau 0,5 – 30%0 dan
perairan laut 30 – 40%0. Pada perairan hipersaline, nilai salinitas
dapat mencapai kisaran 40%0 – 8%0. Pada perairan pesisir,
nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.
Salinitas perlu diperhatikan dalam usaha budidaya karena organisme
mempunyai toleransi berbeda terhadap salinitas. Salah satu contoh pada udang
galah. Udang Galah hidup pada perairan tawar, tetapi pada saat larva hidup pada
kondisi payau.
G.
BOD (Biochemical
Oksigen Demand)
(Kebutuhan Oksigen Biokimia)
BOD adalah Jumlah O2 yang dibutuhkan oleh
mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi CO2 dan H2O
(Davis and Cern Well 1991).
BOD merupakan gambaran secara tidak langsung kadar bahan organik, atau
dengan kata lain : BOD menunjukkan jumlah O2 yang dikomsumsi oleh
proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD yang di inkubasi
pada suhu 20 oC selama 5 hari dalam keadaan tampa cahaya. (Boyd,
1988).
BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat di
dekomposisi secara biologi. Bahan organik ini, meliputi : Lemak, protein,
kanji, glukosa, ester, dsb. Bahan Organik adalah Hasil pembusukan tumbuh -
tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan
industri.
Nilai BOD dipengaruhi oleh : Suhu, Densitas plankton,
keberadaan mikroba serta jenis dan kandungan bahan organik.
Contoh Soal :
Tentukan nilai BOD dari suatu limbah yang diencerkan 5 kali ! Air sampel
yang telah diencerkan dan air pengencer sama – sama diaerasi dan ke duanya
ditentukan nilai DO awal dan DO 5 hari.
Nilai Oksigen Terlarut
(DO) :
DO awal
air sampel = 9,10 mg/l
DO 5
hari air sample = 4, 3 mg/l
DO awal
air pengencer = 9,10 mg/l
DO 5
hari air pengencer = 8,70 mg/l
Penyelesaian
:
·
Konsumsi O2 dari air sample yang di encerkan =
(DO awal – DO 5 hari air
sampel) = 9,10 – 4,30 mg/l
Yang merupakan 1/5 dari air limbah sesungguhnya, sisanya 4/5 adalah air
pengencer.
·
Konsumsi O2 dari air pengencer adalah
(DO
awal air pengencer – DO 5 hari air pengencer)
= 9,10
– 8,70 mg/l
·
Pada
penentuan nilai BOD, 4/5 bagian dari O2 dikonsumsi oleh air
pengencer harus dikeluarkan sehingga Nilai
BOD air limbah adalah =
= [ ( 9,10 – 4,30 ) – ( 9,10 – 8,70 ) . 4/5 ]
x 5
= [ 4,80 – (0,40 x 4/5) ] x 5
= 4,48
x 5 = 22,40 mg/l.
Perairan alami Nilai BOD =
0,5 s/d 7,0 mg/l. > 10 mg/l telah
mengalami pencemaran.
H. COD (Chemical
Oksigen Demand)
(Kebutuhan O2
Kimia)
COD
adalah Jumlah O2 total yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik, baik yang bisa didegradasi secara biologis ( biodegra dable ), maupun yang sukar
didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.
Jika pada perairan terdapat bahan organik seperti :
Selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, benzena, dll, yang resistensi
terhadap degradasi biologis, maka pengukuran nilai COD akan lebih sesuai.
Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian.



Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa dengan
bantuan oksidator kuat ( pothassium dikromat / K2CR7O7
), hampir semua bahan organik ( 95% - 100% ) dapat dioksidasi.

Bahan organik yang mudah menguap
(volatile) contoh : piridin.
Pothassium dikromat dapat bekerja / mengoksidasi bahan
organic secara sempurna, apabila berlangsung dalam suasana asam dan pada
temperatur tinggi.
Berdasarkan kesempurnaan proses oksidasi bahan organik, dengan netral nilai
kandungan Bahan Organik Total (TOM), BOD, COD, persentase bahan organik yang
dioksidasi adalah : 25%, 70%, 98%.
I. BAHAN ORGANIK
Bahan Organik adalah Hasil pembusukan tumbuh - tumbuhan
dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri.
Semua bahan organik mengandung Karbon (C) berkombinasi dengan atau lebih elemen
lainnya.
Sumber bahan organik :
1.
Alam, contoh : Fiber, minyak nabati dan hewan, alkaloid,
selulosa, kanji, gula, dsb.
2.
Sintetis, yang meliputi semua bahan organik yang diproses
oleh manusia.
3.
Fermentasi, contoh : Alkohol, aseton, gliserol,
antibiotik, asam yang kesemuanya diperoleh melalui aktifitas mikroorganisme.
Bahan organik dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama :
1.
Senyawa organik Alipatik : ikatan rantai karbon lurus dan
bercabang.
2.
Senyawa organik Aromatik : ikatan cincin karbon terdiri
dari 6 atom karbon dengan 3 ikatan ganda.
3.
Senyawa organik Heterosiklik : ikatan cincin karbon
dengan salah satu elemen bukan atom karbon.
Contoh
bahan organik :
a.
Alipatik
b.
Aromatik
c.
Heterosiklik
d.
Deterjen
dan sabun
e.
Pestisida
f.
Senyawa organik yang berkaitan dengan makanan :
·
Karbohidrat
·
Protein dan Asam amino
·
Lemak dan minyak
Bahan – bahan organik yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas
air:
1.
Karbohidrat (CHO), bahan organic yang mengandung karbon,
hydrogen dan oksigen, contoh : glukosa, selulosa, kanji (starch)
2.
Senyawa
nitrogen , contoh : protein, asam amino dan urea
3.
Lemak
(lipids atau fats).
Mengingat demikian kompleksnya bahan organic yang terlarut
dalam air, maka penentuan masing – masing bahan organic tersebut cukup sulit,
sehingga ditentukan Kandungan total bahan organik (Total Organik Carbon/ TOC ).
Bahan organik berbagai jenis yang terdapat di alam
dirombak (dekomposisi) melalui proses oksidasi. Oksidasi berlangsung dalam
suasana aerob dan anaerob.
Oksidasi Aerob :





Oksidasi Anaerob :






CH4, H2S, NH3, tidak

Perbedaan yang
mendasar antara oksidasi aerob dan an aerob :
Aerob : O2
berperan sebagai akseptor ( penerima ion hidrogen ) dan melepas lebih besar nergi
Anaerob : bahan
organik berperan sebagai akseptor dan melepas lebih sedikit energi, berlangsung
pada temperatur yang lebih panas dengan kisaran optimum 35 OC – 55
OC.
Danau :
bahan an organik > 10 x dari bahan
organik
Air Tanah : bahan
an organik > 100 x dari bahan organik
Laut :
bahan an organik > 30. 000 x dari
bahan organik
Rawa :
bahan organik > bahan an organik.
Karbon merupakan penyusun utama bahan organik dan
merupakan elemen yang paling banyak pada semua mahluk hidup. Senyawa karbon
adalah sumber energi semuanya.
Penjumlahan karbon organik total dan an organik total (karbonat (CO3-2),
bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat (H2CO3-)
merupakan Nilai Karbon Total.
Karbon an organik : CO2,
HCO3-, CO32-
Karbon organic : Tumbuhan atau biota aquatic baik yang hidup
atau mati
(detritus,
limbah industri dan domestic).
J. NITROGEN (N)
Nitrogen dalam perairan berupa nitrogen an organik dan
organik.
Nitrogen anorganik, contoh :
·
Ammonia (NH3)
·
Ammonium (NH4)
·
Nitrit (NO2)
·
Nitrat (NO3) dan molekul Nitrogen (N2)
dalam bentuk gas.
Nitrogen organik, contoh : Protein, asam amino dan
urea.
K. AMMONIA ( NH3 )
NH3 dan garam – garamnya bersifat mudah larut
dalam air. Ion ammonium
(NH4) adalah bentuk transisinya.
Sumber
Ammonia (NH3) dalam perairan :
1. Hasil pemecahan N
organic ( protein dan urea )
N
anorganik, yang terdapat dalam tanah & air.
2. Berasal dari dekomposisi bahan organik ( tumbuhan dan
biota aquatik yang telah mati ) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur, dikenal
dengan istilah ammonifikasi.



Ammonifikas nitrifikasi
3. Tinja (feces) dari biota aquatic yang merupakan limbah
aktifitas metabolisme.
4. Reduksi gas N
yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah indusri dan aquatik.
5. Reduksi Nitrat
(denitrifikasi) oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob.
Ammonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi
bersifat toksik terhadap organisme aquatik, akan tetapi ammonia bebas tidak
dapat diukur secara langsung. NH3 yang terukur di perairan berupa
ammonia total ( NH3 & NH4+ ). Persentase
ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan temperatur perairan.
Toksisitas ammonia terhadap organisme aquatik meningkat dengan menurunnya
oksigen terlarut, dan meningkatnya pH & temperatur.
Avertebrata air lebih toleran dari pada ikan terhadap
toksisitas ammonia. Ikan tidak dapat mentolerir ammonia bebas dengan kadar yang
terlalu tinggi, karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen terlarut oleh
darah.
* Kadar NH3 bebas
sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/l
Kadar NH3 bebas > 0.02 mg/l bersifat toksik pada beberapa
jenis ikan
* Kadar NH3 yang tinggi merupakan indikasi
adanya pencemaran bahan organik dari
limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pada pertanian.
L. NITRIT ( NO2
)
NO2 biasanya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat karena
bersifat tidak stabil jika terdapat O2. NO2 merupakan
bentuk peralihan antara ammonia & nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat
& gas N2 (denitrifikasi).
Keberadaan NO2 menggambarkan berlangsungnya proses biologis,
perombokan bahan organik dengan O2 terlarut yang rendah.
Kadar NO2 > 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme
perairan yang sangat sensitif.
Kadar NO2 di perairan alami sekitar 0,001 mg/l, sebaiknya tidak
melebihi 0,05 mg/l. Di perairan kadar NO2 jarang melebihi 1mg/l.
Konsumsi NO2 yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya
proses pengikatan O2 oleh Hemaglobin darah yang selanjutnya
membentuk metheglobin yang mampu mengikat O2.
M.
NITRAT ( NO3 )
*
NO3 adalah bentuk N
utama di perairan alami.
*
NO3 adalah nutrient utama bagi pertumbuhan
tanaman dan algae.
* NO3
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Nitrosomonas


Nitrobacter


* Nitrifikasi merupakan oksidasi
ammonia menjadi Nitrit & Nitrat
* Nitrosomonas dan Nitrobacter adalah bakteri kemotrofik,
yaitu bakteri yang mendapat energi dari
proses kimiawi.
* Proses
nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter :
a. Kadar O2
terlarut < mg/l, reaksi akan berjalan lambat
b. pH optimum
adalah 8 & 9, pada pH < 6 reaksi akan berhenti.

d. Kecepatan
pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat dari pada bakteri heterotrof,
sehingga apabila bahan organik banyak, maka pertumbuhan bakteri heterotrof akan
melebihi bakteri nitrifikasi.
* Nitrat merupakan sumber Nitrogen (N) bagi tumbuhan,
selanjutnya menjadi protein.

* NO3
dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kesuburan perairan :
► Perairan
Oligotrofik 0 – 1 mg/l
► Perairan
Nesotrofik 1 – 5 mg/l

III.
PENGELOLAAN KUALITAS AIR SECARA KIMIA
A. PENGENDAPAN SECARA KOAGULASI
Cara ini ditujukan untuk mengendapkan padatan halus (
terutama partikel lempung ) yang tidak terendapkan dengan cara pengendapan
gravitasi biasa. Permukaan partikel lempung pada dasarnya terdiri atas ion
bermuatan negatif. Ion negatif ini akan
mengabsorbsi ion positif yang ada dalam air.
Peristiwa ini menyebabkan permukaan laur partikel lempung diselimuti
oleh ion – ion positif. Ketika partikel
– partikel tersebut saling berdekatan, maka akan terjadi daya tolak menolak (
karena muatannya sama – sama positif ).
Daya tolak – menolak inilah yang menyebabkan partikel lempung tidak
dapat membentuk agregat yang lebih besar dan lebih berat, sehingga sulit
mengalami pengendapan.
Penambahan koagulan ke dalam air terbukti mampu
menanggulangi permasalahan di atas.
Bahan ini mengandung ion logam seperti halnya Na+ pada
koagulan NaCl, Ca2+ pada CaSO4, Mg2+ pada MgSO4,
Al3+ pada Al2(SO4), dan Fe3+ pada Fe2(SO4)
3. Ion logam bermuatan positif
inilah berfungsi sebagai ” jembatan ” yang menghubungkan antara partikel
lempung sehingga terjadi koagulasi atau pembentukan gumpalan / agregat yang
lebih besar dan lebih berat. Semakin
banyak jumlah muatan positif pada ion logam, maka koagulasi semakin
efektif. Koagulan yang selama ini sering
digunakan adalah : Al2(SO4)3, dosis 15 – 25
mg/l serta CaSO4 dan MgSO4
dengan dosis masing – masing 100 – 300 mg/l.
B. PENGAPURAN
Pengapuran merupakan salah satu tindakan yang perlu
dilakukan dalam melaksanakan pengelolaan kualitas air media budidaya, baik
tambak maupun kolam. Ada 3 (tiga) type dasar kolam/tambak yang
perlu dikapur :
► Kolam / tambak kotor yang
mengandung banyak bahan organik dan lumpur.
► Kolam / tambak
dengan air ber pH rendah / asam akibat tanah dasar yang asam dan sumber air
tanah.
► Kolam / tambak
yang airnya mengandung mineral – mineral yang bersifat asam sulfat dari sumber
air.
Adapun fungsi
dari pengapuran adalah sebagai berikut :
► Meningkatkan pH
tanah dan air
► Membunuh jasad –
jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
► Mengikat dan
mengendapkan butiran lumpur halus
► Memperbaiki
kualitas tanah
Salah satu sumber kemasan air tambak adalah tanah
dasar. Perbaikan pH air tanpa perbaikan
pH tanah dasar tidak akan berhasil.
Kapur dapat digunakan untuk memperbaiki pH tanah secara praktis, aman,
dan murah. Pada dasarnya kapur terbagi
atas 5 (lima) jenis : kapur pertanian (CaCO3), kalsium hidroksida (
Ca(OH)2 ), kalsium oksida (CaO), basic slag (sisa industri besi), dan kapur
cair ( Ahmad, et.al, 1998 ). Kapur pertanian tidak hanya terdiri dari
kalsium dan karbonat saja, tetapi juga mengandung magnesium. Kapur pertanian yang banyak mengandung
magnesium disebut dolomit ( Ca Mg(CO3)2). Kalsium karbonat (CaCO3) dianggap
memiliki nilai penetral 100 %.
Nilai penetral dari beberapa jenis kapur
Senyawa
|
Nilai
Penetral ( 100% )
|
CaO
(kapur tohor)
Ca(OH)2
(kapur bangunan)
CaMg(CO3)2
(dolomit)
CaCO3 (kapur pertanian)
CaSiO3 (kapur silikat)
|
179
135
108
100
86
|
Semakin tinggi nilai penetral suatu senyawa, makin rendah
jumlah senyawa tersebut diperlukan untuk menetralkan derajat kemasaman yang
sama. Namun di lapangan tidak mutlak
demikian, karena dosis dipengaruhi banyak faktor, antara lain :
a.
Jenis kapur
b.
Ukuran butiran kapur : semakin halus butiran kapur,
semakin cepat kapur bereaksi.
c.
pH tanah : pH tanah rendah membutuhkan kapur yang lebih
banyak untuk menetralkannya.
d.
Jenis dan tekstur tanah : tanah yang mengandung pirit
memerlukan kapur yang lebih banyak sehingga mengapuri tanah yang mengandung
bahan organik tinggi memerlukan kapur yang lebih banyak.
Kebutuhan kapur karbonat (CaCO3) yang diperlukan (kg/Ha) untuk
menaikkan pH berbagai jenis tanah sehingga mencapai 7
pH
Lumpur
|
Tekstur
|
||
Lempung
liat
|
Lempung
berpasir
|
Pasir
|
|
< 4
|
14.320
|
7.160
|
4.475
|
4,1 –
4,5
|
10.740
|
5.370
|
4.475
|
4,6 –
5,0
|
8.950
|
4.475
|
3.580
|
5,1 –
5,5
|
5.370
|
3.580
|
1.790
|
5,5 –
6,0
|
3.580
|
1.790
|
875
|
6,1 –
6,5
|
1.790
|
1.740
|
0
|
Kapur yang biasa digunakan adalah kapur pertanian : CaCO3
& Mg(CO3)2 karena lebih murah, aman dan efektif. Penggunaan CaO & Ca(OH)2
sebenarnya lebih efektif karena re3aksi lebih cepat namun perlu kehati –
hatian, karena apabila tidak akan menimbulkan stress bahkan kematian pada
ikan. Hal ini karena reaksi terlalu
cepat sehingga kadang – kadang pH naik sampai pada tingkat yang dapat meracuni
ikan.
Contoh perhitungan dosis kapur :
Apabila diketahui dosis kapur tohor 500 mg/m2, sedangkan luas
lahan adalah 10 Ha, berapakah ton kapur yang dibutuhkan ?
Diketahui :
-
Dosis kapur 500 mg/m2
-
Luas lahan 10 Ha
Ditanyakan : Jumlah kapur ?
1 Ha = 10.000 m2
Jumlah kapur =
500 gram/m2 x 10.000 m2
=
5.000.000 gram
=
5.000 kg
=
5 ton
Jadi kapur yang digunakan untuk menetralkan pH air tambak
adalah 5 ton.
C. BAHAN - BAHAN DALAM PENGELOLAAN KUALITAS AIR
a. Arang Aktif
Arang aktif atau karbon aktif merupakan bahan berspektrum
absorbsi yang luas. Dalam bentuk butiran
(granula) atau tepung merupakan type dari filter fisika kimia. Bahan / zat – zat yang dapat
diserap/ditiadakan dengan penggunaan karbon aktif, antara lain :
1.
Warna (berfungsi sebagai discoloration)
2.
Fosfat
3.
Klorin
4.
Kloramin
5.
Logam berat
6.
Berbagai bahan beracun lainnya dengan berbagai tingkatan.
Namun, arang aktif tidak dapat menyingkirkan atau menyerap amoniak, nitrit ataupun nitrat. Pada
dasarnya karbon aktif terbagi atas 2 jenis :
1.
Karbon aktif fasa cair yamg dihasilkan dari material
dengan berat jenis rendah. Jenis ini salah satunya adalah karbon aktif dari
sekam padi yang bentuk butirannya rapuh dan muidah hancur, mempunyai kadar abu
tinggi berupa silikat dan biasanya digunakan untuk : menghilangkan bau, rasa,
warna dan kontaminan organik lainnya.
2.
Karbon aktif fasa gas yang dihasilkan dari bahan dengan
berat jenis tinggi.
Kemanpuan karbon aktif mengabsorbsi ditentukan juga oleh
struktur kimia, yaitu adanya atom O, H, dan C yang terikat secara kimia,
sebabnya penggunaan karbon ini sebagai media filter untuk jangka panjang tidak
tepat.
b. Zeolit
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat
terhidrasi dengan unsur utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah
: natrium, kalium dan barium. Senyawa
ini berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi molekul air.
Mineral zeolit yang paling umum dijumpai adalah
klinoptirotit, yang mempunyai rumus kimia (Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O. Ion Na+ dan K+
merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedang atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen
yang akan membentuk struktur tetrahedron pada zeolit. Molekul – molekul air yang terdapat dalam
zeolit merupakan molekul yang mudah lepas.
Penggunaan zeolit adalah untuk bahan baku water
treatment, mengikat logam berat yang bersifat meracuni tanaman misalnya Pb dan
Cd, pembersih limbah cair dan rumah tangga, untuk industri pertanian,
peternakan, industri kosmetik, farmasi dll.
Zeolit mempunyai beberapa sifat, antara lain :
·
mudah lepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah
mengikat kembali molekul air dalam udara lembab, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengering.
·
Zeolit mudah melepas natrium dan digantikan dengan
mengikat kalsium dan magnesium, sehingga zeolit dapat digunakan untuk
melunakkan air.
·
Zeolit dengan ukuran rongga tertentu digunakan pula
sebagai katalis untuk mengubah alkohol menjadi hidrokarbon sehingga alkohol
dapat digunakan sebagai bensin.
Zeolit banyak ditemukan di india, siprus, jerman dan amerika serikat. Di
Indonesia banyak ditemukan di Lampung dan Jawa Barat.
c. Resin
Resin bekerja sebagai magnet yang bekerja sebagai penarik
substansi terlarut seperti koloid dan substansi spesipik seperti amoniak dan
nitrat. Ada beberapa type resin yang
dapat mengikat berbagai jenis substansi.
Penggunaannya memang cukup banyak, hanya saja kapasitas resin sangat
terbatas. Bila sudah jenuh, resin dapat
dicuci dengan air garam. Kalau sudah
jenuh dan tidak terkontrol, sangat mungkin kehidupan ikan makin buruk. Untuk itulah, sebaiknya penggunaan resin
tidak berulang atau harus sering diganti dengan ang baru.
d. Ozon
Ozon dan sinar ultraviolet biasanya digunakan sebagai
desinfektan. Ozon dibuat dengan menggunakan ozonator yang dialiri udara
beroksigen. Sementara sinar ultravioletdibuat dengan menggunakan lampu neon
berwarna ungu (violet). Sinar ungu yang
masuk ke air berfungsi sebagai disinfektan.
Kadar ozon harus pas, kalau terlalu besr insang ikan akan rusak,
sebaliknya bila terlalu sedikit penggunaannya tidak efektif.
REFERENSI
Hamsiah, (1999), Kumpulan materi kuliah Ekologi perairan.
Program pasca sarjana IPB.
Usman, H. ( ), Manajemen
kualitas Air. Bahan kuliah manajemen kualitas air. UNISMUH Makassar.
Wardoyo,
S.T.H. (1975), Pengelolaan Kualitas
Air(Water quality management).