Monday, December 28, 2015

PEMBENIHAN UDANG PUTIH

BIOLOGI UDANG PUTIH


A. Taxonomi dan Morfologi
Udang putih termasuk ke dalam famili Penalidae yang dicirikan oleh rostrum yang bergerigi di kepala. Termasuk dalam genus Penaeus karena butir atau daur bawah rostrum bergerigi dan tak ada stea di tubuhnya, klasifikasinya sebagai berikut:
Famili                : Penalidae
Genus               : Penaeus
Species                        : Merguiensis
Warna bervareasi antara cream dan kuning untuk udang di alam sedangkan udang ditambak  berwarna kehijauan. Tidak ada bending dalam tubuhnya .

B. Daur hidup dan Ekologi
Udang putih hidup di perairan pantai dan laut bebas yang agak berlumpur atau pasir. Daur hidup udang putih di laut terlihat pada Gambar 1. Larva bersifat planktonis, sebagai makanan adalah fitoplankton kecil dan zooplankton. Terdapat tiga stadia yaitu nauplius, zoea, mysis. Sepuluh hari setelah menetas , larva bermetamorfosa menjadi post larva dan meraka mulai bergerak ke pantai mengikuti gerakan arus yang akhirnya menetap pada daerah estuarin, muara sungai, hutan bakau. Pada stadia juvenil makanan utama adalah alga, detritus dan benthos kecil. Pada panjang total 5 cm juvenil mulai bergerak ke pantai dan akhirnya dewasa mereka menuju ke laut bebas.
Kematangan gonad pertama kali terjadi pada individu yang berukuran 125 mm – 152 mm tergantung dari habitatnya


MANAGEMENT INDUK


A. Seleksi Induk
Induk betina dapat diperoleh dari laut bebas. Induk alam diseleksi dari hasil tangkapan nelayan yang penangkapanya menggunakan gilnet dasar. Perbedaan sex udang putih dapat dilihat dengan melihat organ luarnya. Udang betina memiliki telycum yang terletak pada pangkal kaki jalan ke 5. sedangkan jantan memiliki petasma yang dibentuk sebagai sepasang endopod dari kaki renang pertama dan sepasang appendix masculina yang terletak pada kaki renang ke 2.
Kreteria dalam seleksi induk:
  1. Ukuran badan minimal 25 gr
  2. Gerakan aktif tidak ada tanda-tanda penyakit
  3. Sudah matang gonad
  4. Organ tubuh lengkap
  5. Alat kelamin utuh.

B.  Pengangkutan Induk

Pemindahan induk dari lokasi penampungan menuju ke unit pembenihan dapat dilakukan dengan menggunakan  dua cara yakni:
1.    Menggunakan kantong plastik.
Kantong plastik yang digunakan adalah kantong plastik khusus untuk pengangkutan induk, dalam pengangkutan ini 1 kantong plastik di isi air sebanyak 10 liter air dan diisi dengan induk sebanyak 15 ekor dan ditambahkan oxigen murni dengan perbandingan air dan oxigen 1:3. atau bisa juga dengan menggunakan suplai oksigen dengan memasang aerator selama pengangkutan.

2.  Menggunakan wadah yang dilengkapi aerasi
Wadah yang umum digunakan adalah box strefom dengan ketebalan 2 cm ditempatkan pada bak alumunium yang berukuran sama. Sebagai sumber oksigen digunakan aerator portebel yang ditempatkan di tengah-tengah  atas. Setiap box diisi 40 lt air laut dan dapat menampung 1kg induk (25 ekor @ 40 gr) selama 4 jam
Dalam kedua cara tersebut, temperatur air diturunkan perlahan-lahan sampai 22 – 24 0C dengan penambahan es baik ke dalam air penampungan maupun di bagian luar kantong.

C. Aklimatisasi
Sesampai di lokasi induk harus diaklimatisasi secara perlahan-lahan terhadap suhu maupun kadar garam pada bak pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan dengan cara menambah air dari bak pemeliharaan  sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkutan, kegiatan ini dianggap selesai apabila suhu dan salinitas air pada bak pemeliharaan sama dengan air pada wadah pengangkutan. Apabila proses aklimatisasi ini selesai induk dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan.

D. Perawatan dan Pemeliharaan induk

1.  Persiapan Bak
Bak pemeliharan induk umumnya berkontruksi beton, adapula beton berlapis fibreglass sebelum digunakan bak harus dicat terlebih dahulu dengan cat khusus air laut dan bahan kimia contohnya adalah ”Danapaint Upox” warna cat untuk bak pemeliharaan biru laut, sedangkan untuk bak pematangan/perkawinan hitam.
Sebelum diisi air laut,bak dicuci dibilas hingga bersih,lebih baik jika dicuci dibilas lagi dengan larutan klorin 100-200 ppm dengan cara di usap-usapkan, kemudian dibilas lagi dengan larutan chlorin dan semprotan air tawar,selanjutnya dikeringkan, selang-selang aerasi dipasang 1,5 buah tiap m2
Air yang digunakan harus air yang sudah disaring dan ditreatment, saat dimasukkan kedalam bak pada ujung selang dipasang saringan kantong ( filter bag ). Kedalaman air 60-80 cm.Terpal dipasang menutup permukaan bak, sehingga suasana dalam bak gelap gulita.

c. Perawatan dan Pemberian pakan
Jumlah induk yang dipelihara dalam bak 10 ekor /m2. jumlah induk betina adalah 30 ekor sedangkan jantan 10 ekor, atau dengan perbandingan 3:1.Pakan yang diberikan dapat berupa cacahan ikan rucah cumi-cumi, hati sapi, kerang, udang rebon, rajungan atau kepiting dengan dosis 10% dai total biomas. Jenis pakan yang digunakan didasarkan pada respon induk dan kelimpahan dilokasi Hatchery jika induk kurang memberikan respon yang baik, jenis pakan sebaiknya diganti. Pada siang hari diterapkan sistem air mengalir sedangkan malam hari dibiarkan diam.
 

ABLASI

A. Pengertian Ablasi
Berbeda dengan udang di laut, induk yang dipelihara dalam bak terkontrol tidak bisa mengalami kematangan gonad (telur) sehingga memerlukan rangsangan buatan agar induk mau kawin dan berkembang telurnya. Teknik perangsangan buatan yang telah terkenal bertdaya guna untuk induk udang windu adalah ABLASI, secara singkat ablasi diartikan sebagai pemotongan atau penghilangan salah satu bola mata udang dengan tujuan merangsang aktifitas reproduksi dan perkembangan gonadanya. Prinsip yang digunakan adalah pada bola mata udang terdapat satu organ yang di beri nama ” X ” organ yang salah satu fungsinya adalah menghasilkan gonad inhibiting hormon ( GIH ). Dalam aktifitasnya GIH menghambat aktifitas reproduksi udang sehingga udang tidak bisa mengalami kematangan telur akibat terhambatnya perkembangan gonada juga tidak mau mrlakukan perkawinan. Secara tidak langsung GIH juga menghambaat aktifitas Y organ yang terletak dibagian kepala. Y organ dalam aktifitasnya merangsang pembentukan sperma pada individu jantan dan sel telur pada individu betina.
Jika X- organ dihilangkan dengan pemotongan tangkai mata, maka GIH tidak terbentuk.Berarti tidak ada yang menghambat aktifitas reproduksi induk. Disamping itu karena GIH tidak ada, Y-organ aktif menghasilkan GSH ( Gonad Stimalating Hormon ) yang aktif merangsang pembentukan sperma dan telur.

B. Macam-macam Teknik Ablasi
Ablasi hanya dilakukan pada induk betina yang berkulit keras ( tidak sedang ablasi ). Beberapa tehnik ablasi yang umum diterapkan, diantaranya adalah :
1. Memecahkan salah satu bola mata induk dengan jari tangan dan mengeluarkan  seluruh isinya.
2. Menggunting salah satu tangkai mata dengan gunting dan diikuti dengan penyolderan dengan solder panas
3. Menjepit salah satu tangkai mata dengan gunting jepit yang telah dipanaskan hingga membara.
Setelah induk diablasi, dimasukkan ke dalam bak perkawinan/pematangan telur. Perlakukan selanjutnya sama dengan yang diuraikan pada bagian

C.  Pemeriksaan Ovari
Secara periodik tingkat kematangan gonad telur harus diperiksa. Pemeriksaan ini dinamakan sampling tingkat kematangan gonad. Sampling ini dilakukan setiap hari. Karena jika sampling terlambat dilakukan induk yang sudah matang telur akan melepaskan telurnya di bak perkawinan.
Sampling dilakukan dengan mengurangi kedalaman air bak hingga 60%. Aerasi dikurangi hingga tdk mengganggu pandangan. Kemudian satu persatu induk ditangkap dengan serok induk. Dengan tetap berada dalam air, induk disoroti dengan senter kedap air dari arah ventralnya, hingga punggungnya terlihat transparan. Induk yang telah mengalami kematangan di tandai dengan adanya garis tebal warna gelap di daerah punggung bentuk lengkungan seperti bulan sabit diderah kepala. Induk betina akan melepaskan telur dalam waktu 11 hari  setelah ablasi
Induk yang mengalami kematangan telur dipindah kedalam bak peneluran. Sedang yang belum mengalami kematangan telur dikembalikan kedalam bak pematangan. Kegiatan sampling harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat,untuk menghindari terjadinya stres pada induk. Tanda-tanda kematangan telur induk dapat diperiksa pada daerah punggung. Hiroshi Motoh ( 1981 ) dan Nurdjanah ( 1980 ) telah memberikan pedoman pemeriksaan ovari seperti diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah ini.





                                                                        






                                    TK. I               TK. II              TK.III              TK.IV
Gambar 1. Tingkat kamatangan gonad


PENELURAN DAN PENETASAN


A. Persiapan Bak
Bak peneluran biasanya terbuat dari fiber glass, sebelum diisi terlebih dahulu bak harus dibersihkan. Bagian dalam bak dicuci bersih kemudian dikeringkan, selang dan batu aerasi direndam terlebih dahulu ke dalam larutan chlorin setelah itu dibilas dan dijemur. Setelah proses penjemuran bak diisi air sampai 80% dari volume bak peneluran dan aerasi dipasang.


B. Penebaran induk
Induk hasil seleksi (tingkat III) dipindahkan ke dalam bak peneluran dengan padat tebar 3-4 ekor per 0,5 m3 volume bak, suhu dan salinitas dalam bak harus berkisar antara 28-30 0C dan 27 – 31 ‰. Setelah penebaran induk bak harus ditutup dengan kanvas untuk mengurangi cahaya matahari. Peneluran terjadi pada malam hari atau pagi harinya.
Dengan pemilihan yang baik maka lebih 80% dari induk betina akan bertelur. Produksi telur pada awal peneluran biasanya lebih banyak dibandingkan dengan peneluran selanjutnya. Ukuran induk sekitar 40 gr dihasilkan fekunditas 57.000 telur dengan hatching rate 75%. Keesokan harinya induk dipindahkan ke dalam bak pematangan kembali. Telur yang telah dilepaskan akan menetas setelah 13-14 jam.


PEMELIHARAAN LARVA

A. Penebaran
Bak larva disiapkan sehari sebelum penebaran. Disikat dibersihkan dengan cholorin 10%, dicuci dengan air laut atau tawar. Setelah bersih bak diisi air laut setinggi 80 cm.
Larva udang dipindahkan dari bak peneluran pada stadia NIV-NVI. Pemindahan nauplius dilakukan dengan menggunakan ember. Penebaran dapat dilakukan secara langsung atau aklimatisasi terlebih dahulu apabila ada perbedaan temperatur. Aklimatisasi dilakukan dengan mengalirkan air lewat selang kecil. Penyesuaian ini diatur agar dalam 15 menit tidak lebih dari 1 0C. Padat tebar nauplius adalah 100-120 ekor/liter atau 0,8 – 1 juta larva distock dalam bak 10 m3 .


B. Pemberian Pakan
Sebagian besar larva udang putih, utamanya makan Skeletonema dan nauplius Artemia. Skeletonema costatum diberikan pada stadia zoea sampai mysis sedangkan Artemia diberikan pada stadia PL.
1. Skeletonema
Skeletonema digunakan sebagai awal untuk larva udang putih. Pertama kali diberikan dalam konsentrasi rendah (2.000 sel/ml) di malam hari pada hari pertama. Pada stadia zoea  dan mysis  (D2 – D8) dipertahankan dengan kepadatan 10.000 sel/ml dan 5.000 sel/ml pada stadia post larva selama 3 hari pertama (D9 –D11)
Skeletonema diberikan 2 kali perhari. Pertama diberikan segera setelah ganti air pada pagi hari. Hal ini untuk menjaga hilangnya kesegaran diatom selama pergantian air. Pemberian pakan yang kedua dilakukan di waktu sore untuk menjamin kecukupan supplai makanan larva untuk sepanjang malam (Gambar 2.)


Go to fullsize imageGo to fullsize imageGo to fullsize image    











Gambar 2. Koloni Skeletonema costatum


2. Artemia
Nauplius Artemia adalah makanan zooplankton yang utama bagi larva udang putih pada stadia mysis dan stadia dan post larva. Rotifera (Brachionus plicatilis) adalah zooplankton lain yang cocok untuk makanan larva mulai dari stadia zoea 3. hanya saja penggunaan rotifera ini perlu dikultur dalam waktu yang agak lama tidak seperti Artemia yang tinggal ditetaskan.
Nauplius Artemia pertama kali diberikan ke dalam bak larva pada stadia mysis dengan dosis 0,5 Artemia untuk setiap 10 m3 bak larva. Sedangkan untuk stadia post larva dipertahankan sebanyak 3 individu atau 24 juta/10 m3. pakan ini diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari (Gambar 3)
Go to fullsize imageGo to fullsize image


 







Cysta Artemia                         Nauplius Artemia               Artemia Dewasa

Gambar 3, Bentuk Artemia dari Cysta, Nauplius dan Artemia dewasa

Selain dua jenis pakan di atas pakan lain yang biasa digunakan adalah plankton kering  yang digunakan sebagai makanan tambahan dari nauplius artemia selama stadia post larva . pakan ini terbuat dari badan copepoda yang dihancurkan, ukurannya bervariasi 1,1 – 2,5 mm panjang dan lebarnya 0,3 – 0,8 mm. Plankton ini relatif memiliki daya apung yang baik dan partikel-partikelnya dapat bertahan dipermukaan air, jumlah pakan ini diberikan sebanyak 2 gram/m PL3  dan jumlahnya ditambahkan menjadi 4 gram untuk PL 4 dan penambahan selajutnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada PL7 sampai panen diberikan pakan cincangan daging ikan rucah tanpa tulang dan daging kerang hijau yang digiling dengan perbandingan 1:1
Pakan ini diberikan sebanyak 3 kali sehari yaitu 50% pada pagi hari, 50% untuk siang dan sore hari. Jumlah pakan 50 gr 1 hari untuk setiap 10.000 benih (PL 8 – 10) dan semakin ditingkatkan apabila post larva semakin besar. Di samping itu bisa juga dikombinasikan antara cincangan daging dengan tepun plankton kering dengan perbandingan 1:1.



C. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan larva udang putih, oleh karena itu kegiatan pengelolaan kualitas air harus rutin dilakukan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan pengontrolan kualitas air, pergantian air, penyiponan dan pengamatan kondisi air pemeliharaan. Parameter kualitas air dipertahankan dengan kondisi sebagai berikut:
- suhu            : 27 – 30 0C
- Salinitas      : 27 – 31
- DO                : 5 ppm
- pH                 : 7,8 – 8,3
- amoniak      : 0,5 ppm
Pergantian air dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kualitas air tetap baik. Pergantian air yang efektif dilakukan pada stadia zoea, air disiphon keluar melalui saringan 200 mikron dan diganti dengan air laut  yang baru.  Pada stadia zoea, larva relatif lebih kuat dan senseitif  terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tiba-tiba. Batas ganti air dipertahankan sebanyak 30%, pada stadia mysis dan PL2 batas pergantian air ditambah hingga mencapai 50%. Sedangkan pada stadia PL3 – PL6 ditingkatkan hingga 70%. Sedangkan PL7 sampai panen 100%.
Penyiponan dilakukan dengan membersihkan dasar bak larva yang terlapisi makanan yang tidak dimakan, diatom mati, kotoran udang, yang mengakibatkan lapisan dasar bak sebagai tempat pertumbuhan bakteri, fungi,  dan penyebab penyakit lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama masa pemeliharaan, kegiatan penyiponan dilakukan dimulai pada stadia zoae3 dimana kotoran sudah mulai menumpuk.
Pengendalian Penyakit
Penyakit merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian larva udang dan udang-udang muda di pembenihan. Penyakit udang putih umumnya disebabkan oleh serangan bakteri contohnya penyakit bercak merah, infeksi Leucothrix atau bakteri fillamen dapat diatasi dengan pemberian Oxitetracyklin serta melakukan pergantian air secara berkala. Selain bakteri infeksi lainnya adalag golongan Protozoea misalnya Zoothamnium, protozon peritrick (siliata). Untuk mengatasi serangan penyakit ini dengan memberikan formalin 20 ppm selama ½ - 1 jam. Di samping itu serangan penyakit jamur lagenidium sp yang dapat menyebabkan kematian massal pada larva


PANEN DAN PENGEMASAN

Udang-udang mudah dipanen diakhir periode pemeliharaan. Panen dilakukan pada pagi hari. Sebelum panen , air di bak pemeliharaan diturunkan mencapai 20 cm, sisa air kemudian dikeluarkan  bertahap ke dalam bak panen yang telah dipasangi hapa. Benur yang terkumpul pada hapa diserok dan ditampung pada wadah, kemudian ditakar sesuai dengan keinginan pembeli, 1 kantong plastik benur dapat diisi 2500 – 3000 ekor benur.
Setelah ditakar dilakukan penghitungan benur dengan mengambil sampel Sebanyak 2 kantong. Hasil perhitungan dijumlah dan dirata-ratakan untuk mengetahui jumlah benur dalam tiap kantongnya. Setelah proses perhitungan selesai dilakukan pengepakan yakni dengan menambahkan oxigen murni pada kantong dengan perbandingan air dan oxigen 1 : 2. setelah itu diikat dengan karet agar oxigen tidak keluar. Kemudian kantong yang telah diikat dimasukkan kedalam kardus dan di kemas siap untuk diangkut.

PERTANYAAN:
  1. Jelaskan Teknik Penanganan induk udang putih
  2. jelakan teknik pengendalian penyakit pada larva udang putih
  3. jelaskan teknik pemeliharaan larva  udang putih


TUGAS:

  1. Lakukan seleksi induk udang putih
  2. lakukan ablasi pada induk udang putih
  3. lakukan teknik pengemasan benih udang putih

1 comment:

  1. awesome,
    thank you so much for sharing such an wesome

    blog..
    really i like your site.
    i enjoyed...
    acrylic lecterns

    ReplyDelete