
A. Taxonomi dan Morfologi
Udang putih
termasuk ke dalam famili Penalidae yang dicirikan oleh rostrum yang bergerigi
di kepala. Termasuk dalam genus Penaeus karena butir atau daur bawah rostrum
bergerigi dan tak ada stea di tubuhnya, klasifikasinya sebagai berikut:
Famili : Penalidae
Genus : Penaeus
Species : Merguiensis
Warna bervareasi
antara cream dan kuning untuk udang di alam sedangkan udang ditambak berwarna kehijauan. Tidak ada bending dalam
tubuhnya .
B. Daur hidup dan Ekologi
Udang putih hidup
di perairan pantai dan laut bebas yang agak berlumpur atau pasir. Daur hidup
udang putih di laut terlihat pada Gambar 1. Larva bersifat planktonis, sebagai
makanan adalah fitoplankton kecil dan zooplankton. Terdapat tiga stadia yaitu
nauplius, zoea, mysis. Sepuluh hari setelah menetas , larva bermetamorfosa
menjadi post larva dan meraka mulai bergerak ke pantai mengikuti gerakan arus
yang akhirnya menetap pada daerah estuarin, muara sungai, hutan bakau. Pada
stadia juvenil makanan utama adalah alga, detritus dan benthos kecil. Pada
panjang total 5 cm juvenil mulai bergerak ke pantai dan akhirnya dewasa mereka
menuju ke laut bebas.
Kematangan gonad pertama kali
terjadi pada individu yang berukuran 125 mm – 152 mm tergantung dari habitatnya

MANAGEMENT INDUK
A. Seleksi Induk
Induk betina
dapat diperoleh dari laut bebas. Induk alam diseleksi dari hasil tangkapan
nelayan yang penangkapanya menggunakan gilnet dasar. Perbedaan sex udang putih
dapat dilihat dengan melihat organ luarnya. Udang betina memiliki telycum yang
terletak pada pangkal kaki jalan ke 5. sedangkan jantan memiliki petasma yang
dibentuk sebagai sepasang endopod dari kaki renang pertama dan sepasang
appendix masculina yang terletak pada kaki renang ke 2.
Kreteria dalam seleksi induk:
- Ukuran badan minimal 25 gr
- Gerakan aktif tidak ada tanda-tanda penyakit
- Sudah matang gonad
- Organ tubuh lengkap
- Alat kelamin utuh.
B. Pengangkutan Induk
Pemindahan induk
dari lokasi penampungan menuju ke unit pembenihan dapat dilakukan dengan
menggunakan dua cara yakni:
1. Menggunakan kantong plastik.
Kantong plastik
yang digunakan adalah kantong plastik khusus untuk pengangkutan induk, dalam
pengangkutan ini 1 kantong plastik di isi air sebanyak 10 liter air dan diisi
dengan induk sebanyak 15 ekor dan ditambahkan oxigen murni dengan perbandingan
air dan oxigen 1:3. atau bisa juga dengan menggunakan suplai oksigen dengan
memasang aerator selama pengangkutan.
2. Menggunakan wadah yang dilengkapi
aerasi
Wadah yang umum
digunakan adalah box strefom dengan ketebalan 2 cm ditempatkan pada bak
alumunium yang berukuran sama. Sebagai sumber oksigen digunakan aerator
portebel yang ditempatkan di tengah-tengah
atas. Setiap box diisi 40 lt air laut dan dapat menampung 1kg induk (25
ekor @ 40 gr) selama 4 jam
Dalam kedua cara
tersebut, temperatur air diturunkan perlahan-lahan sampai 22 – 24 0C
dengan penambahan es baik ke dalam air penampungan maupun di bagian luar
kantong.
C. Aklimatisasi
Sesampai di
lokasi induk harus diaklimatisasi secara perlahan-lahan terhadap suhu maupun
kadar garam pada bak pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan dengan cara menambah
air dari bak pemeliharaan sedikit demi
sedikit ke dalam wadah pengangkutan, kegiatan ini dianggap selesai apabila suhu
dan salinitas air pada bak pemeliharaan sama dengan air pada wadah
pengangkutan. Apabila proses aklimatisasi ini selesai induk dipindahkan ke
dalam bak pemeliharaan.
D. Perawatan dan Pemeliharaan induk
1. Persiapan Bak
Bak pemeliharan
induk umumnya berkontruksi beton, adapula beton berlapis fibreglass sebelum
digunakan bak harus dicat terlebih dahulu dengan cat khusus air laut dan bahan
kimia contohnya adalah ”Danapaint Upox” warna cat untuk bak pemeliharaan biru
laut, sedangkan untuk bak pematangan/perkawinan hitam.
Sebelum diisi air
laut,bak dicuci dibilas hingga bersih,lebih baik jika dicuci dibilas lagi
dengan larutan klorin 100-200 ppm dengan cara di usap-usapkan, kemudian dibilas
lagi dengan larutan chlorin dan semprotan air tawar,selanjutnya dikeringkan,
selang-selang aerasi dipasang 1,5 buah tiap m2
Air yang
digunakan harus air yang sudah disaring dan ditreatment, saat dimasukkan
kedalam bak pada ujung selang dipasang saringan kantong ( filter bag ).
Kedalaman air 60-80 cm.Terpal dipasang menutup permukaan bak, sehingga suasana
dalam bak gelap gulita.
c. Perawatan dan Pemberian pakan
Jumlah
induk yang dipelihara dalam bak 10 ekor /m2. jumlah induk betina
adalah 30 ekor sedangkan jantan 10 ekor, atau dengan perbandingan 3:1.Pakan
yang diberikan dapat berupa cacahan ikan rucah cumi-cumi, hati sapi, kerang,
udang rebon, rajungan atau kepiting dengan dosis 10% dai total biomas. Jenis
pakan yang digunakan didasarkan pada respon induk dan kelimpahan dilokasi
Hatchery jika induk kurang memberikan respon yang baik, jenis pakan sebaiknya
diganti. Pada siang hari diterapkan sistem air mengalir sedangkan malam hari
dibiarkan diam.

ABLASI
A. Pengertian Ablasi
Berbeda
dengan udang di laut, induk yang dipelihara dalam bak terkontrol tidak bisa
mengalami kematangan gonad (telur) sehingga memerlukan rangsangan buatan agar
induk mau kawin dan berkembang telurnya. Teknik perangsangan buatan yang telah
terkenal bertdaya guna untuk induk udang windu adalah ABLASI, secara singkat
ablasi diartikan sebagai pemotongan atau penghilangan salah satu bola mata
udang dengan tujuan merangsang aktifitas reproduksi dan perkembangan gonadanya.
Prinsip yang digunakan adalah pada bola mata udang terdapat satu organ yang di
beri nama ” X ” organ yang salah satu fungsinya adalah menghasilkan gonad
inhibiting hormon ( GIH ). Dalam aktifitasnya GIH menghambat aktifitas
reproduksi udang sehingga udang tidak bisa mengalami kematangan telur akibat
terhambatnya perkembangan gonada juga tidak mau mrlakukan perkawinan. Secara
tidak langsung GIH juga menghambaat aktifitas Y organ yang terletak dibagian
kepala. Y organ dalam aktifitasnya merangsang pembentukan sperma pada individu
jantan dan sel telur pada individu betina.
Jika X- organ dihilangkan dengan pemotongan tangkai mata, maka GIH tidak
terbentuk.Berarti tidak ada yang menghambat aktifitas reproduksi induk.
Disamping itu karena GIH tidak ada, Y-organ aktif menghasilkan GSH ( Gonad
Stimalating Hormon ) yang aktif merangsang pembentukan sperma dan telur.
B. Macam-macam Teknik Ablasi
Ablasi
hanya dilakukan pada induk betina yang berkulit keras ( tidak sedang ablasi ).
Beberapa tehnik ablasi yang umum diterapkan, diantaranya adalah :
1.
Memecahkan salah satu bola mata induk dengan jari tangan
dan mengeluarkan seluruh isinya.
2.
Menggunting salah satu tangkai mata dengan gunting dan
diikuti dengan penyolderan dengan solder panas
3.
Menjepit salah satu tangkai mata dengan gunting jepit
yang telah dipanaskan hingga membara.
Setelah induk
diablasi, dimasukkan ke dalam bak perkawinan/pematangan telur. Perlakukan
selanjutnya sama dengan yang diuraikan pada bagian
C. Pemeriksaan
Ovari
Secara periodik tingkat kematangan gonad telur harus
diperiksa. Pemeriksaan ini dinamakan sampling tingkat kematangan gonad.
Sampling ini dilakukan setiap hari. Karena jika sampling terlambat dilakukan induk
yang sudah matang telur akan melepaskan telurnya di bak perkawinan.
Sampling dilakukan dengan mengurangi kedalaman air bak
hingga 60%. Aerasi dikurangi hingga tdk mengganggu pandangan. Kemudian satu
persatu induk ditangkap dengan serok induk. Dengan tetap berada dalam air,
induk disoroti dengan senter kedap air dari arah ventralnya, hingga punggungnya
terlihat transparan. Induk yang telah mengalami kematangan di tandai dengan
adanya garis tebal warna gelap di daerah punggung bentuk lengkungan seperti bulan
sabit diderah kepala. Induk betina akan melepaskan telur dalam waktu 11
hari setelah ablasi

TK. I TK. II TK.III TK.IV
Gambar 1.
Tingkat kamatangan gonad

PENELURAN DAN PENETASAN
A. Persiapan Bak
Bak
peneluran biasanya terbuat dari fiber glass, sebelum diisi terlebih dahulu bak
harus dibersihkan. Bagian dalam bak dicuci bersih kemudian dikeringkan, selang
dan batu aerasi direndam terlebih dahulu ke dalam larutan chlorin setelah itu
dibilas dan dijemur. Setelah proses penjemuran bak diisi air sampai 80% dari
volume bak peneluran dan aerasi dipasang.
B. Penebaran induk
Induk
hasil seleksi (tingkat III) dipindahkan ke dalam bak peneluran dengan padat
tebar 3-4 ekor per 0,5 m3 volume bak, suhu dan salinitas dalam bak
harus berkisar antara 28-30 0C dan 27 – 31 ‰. Setelah penebaran induk bak harus ditutup dengan kanvas
untuk mengurangi cahaya matahari. Peneluran terjadi pada malam hari atau pagi
harinya.
Dengan
pemilihan yang baik maka lebih 80% dari induk betina akan bertelur. Produksi
telur pada awal peneluran biasanya lebih banyak dibandingkan dengan peneluran
selanjutnya. Ukuran induk sekitar 40 gr dihasilkan fekunditas 57.000 telur
dengan hatching rate 75%. Keesokan harinya induk dipindahkan ke dalam bak
pematangan kembali. Telur yang telah dilepaskan akan menetas setelah 13-14 jam.

PEMELIHARAAN LARVA
A. Penebaran
Bak larva
disiapkan sehari sebelum penebaran. Disikat dibersihkan dengan cholorin 10%,
dicuci dengan air laut atau tawar. Setelah bersih bak diisi air laut setinggi
80 cm.
Larva
udang dipindahkan dari bak peneluran pada stadia NIV-NVI. Pemindahan
nauplius dilakukan dengan menggunakan ember. Penebaran dapat dilakukan secara
langsung atau aklimatisasi terlebih dahulu apabila ada perbedaan temperatur.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengalirkan air lewat selang kecil. Penyesuaian
ini diatur agar dalam 15 menit tidak lebih dari 1 0C. Padat tebar
nauplius adalah 100-120 ekor/liter atau 0,8 – 1 juta larva distock dalam bak 10
m3 .
B. Pemberian Pakan
Sebagian
besar larva udang putih, utamanya makan Skeletonema
dan nauplius Artemia. Skeletonema costatum diberikan pada
stadia zoea sampai mysis sedangkan Artemia diberikan pada stadia PL.
1. Skeletonema
Skeletonema digunakan sebagai awal untuk larva
udang putih. Pertama kali diberikan dalam konsentrasi rendah (2.000 sel/ml) di
malam hari pada hari pertama. Pada stadia zoea
dan mysis (D2 – D8)
dipertahankan dengan kepadatan 10.000 sel/ml dan 5.000 sel/ml pada stadia post
larva selama 3 hari pertama (D9 –D11)
Skeletonema diberikan 2 kali perhari. Pertama
diberikan segera setelah ganti air pada pagi hari. Hal ini untuk menjaga
hilangnya kesegaran diatom selama pergantian air. Pemberian pakan yang kedua
dilakukan di waktu sore untuk menjamin kecukupan supplai makanan larva untuk
sepanjang malam (Gambar 2.)



Gambar 2.
Koloni Skeletonema costatum
2. Artemia
Nauplius Artemia adalah makanan zooplankton yang
utama bagi larva udang putih pada stadia mysis dan stadia dan post larva.
Rotifera (Brachionus plicatilis)
adalah zooplankton lain yang cocok untuk makanan larva mulai dari stadia zoea
3. hanya saja penggunaan rotifera ini perlu dikultur dalam waktu yang agak lama
tidak seperti Artemia yang tinggal ditetaskan.
Nauplius Artemia pertama kali diberikan ke dalam
bak larva pada stadia mysis dengan dosis 0,5 Artemia untuk setiap 10 m3
bak larva. Sedangkan untuk stadia post larva dipertahankan sebanyak 3 individu
atau 24 juta/10 m3. pakan ini diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan
sore hari (Gambar 3)



Cysta Artemia Nauplius Artemia Artemia Dewasa
Gambar 3, Bentuk Artemia dari Cysta, Nauplius dan Artemia
dewasa
Selain dua jenis pakan di atas pakan
lain yang biasa digunakan adalah plankton kering yang digunakan sebagai makanan tambahan
dari nauplius artemia selama stadia post larva . pakan ini terbuat dari badan
copepoda yang dihancurkan, ukurannya bervariasi 1,1 – 2,5 mm panjang dan
lebarnya 0,3 – 0,8 mm. Plankton ini relatif memiliki daya apung yang baik dan
partikel-partikelnya dapat bertahan dipermukaan air, jumlah pakan ini diberikan
sebanyak 2 gram/m3 PL3
dan jumlahnya ditambahkan menjadi 4 gram untuk PL 4 dan
penambahan selajutnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada PL7
sampai panen diberikan pakan cincangan daging ikan rucah tanpa tulang dan
daging kerang hijau yang digiling dengan perbandingan 1:1
Pakan ini
diberikan sebanyak 3 kali sehari yaitu 50% pada pagi hari, 50% untuk siang dan
sore hari. Jumlah pakan 50 gr 1 hari untuk setiap 10.000 benih (PL 8 – 10) dan
semakin ditingkatkan apabila post larva semakin besar. Di samping itu bisa juga
dikombinasikan antara cincangan daging dengan tepun plankton kering dengan
perbandingan 1:1.
C. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan
kualitas air yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan larva
udang putih, oleh karena itu kegiatan pengelolaan kualitas air harus rutin
dilakukan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan pengontrolan kualitas
air, pergantian air, penyiponan dan pengamatan kondisi air pemeliharaan.
Parameter kualitas air dipertahankan dengan kondisi sebagai berikut:
- suhu : 27 – 30 0C
- suhu : 27 – 30 0C
- Salinitas : 27 – 31 ‰
- DO : 5 ppm
- pH : 7,8 – 8,3
- amoniak : 0,5 ppm
Pergantian
air dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kualitas air tetap baik. Pergantian
air yang efektif dilakukan pada stadia zoea, air disiphon keluar melalui
saringan 200 mikron dan diganti dengan air laut
yang baru. Pada stadia zoea,
larva relatif lebih kuat dan senseitif
terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tiba-tiba. Batas ganti air
dipertahankan sebanyak 30%, pada stadia mysis dan PL2 batas pergantian air
ditambah hingga mencapai 50%. Sedangkan pada stadia PL3 – PL6 ditingkatkan
hingga 70%. Sedangkan PL7 sampai panen 100%.
Penyiponan
dilakukan dengan membersihkan dasar bak larva yang terlapisi makanan yang tidak
dimakan, diatom mati, kotoran udang, yang mengakibatkan lapisan dasar bak
sebagai tempat pertumbuhan bakteri, fungi,
dan penyebab penyakit lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama
masa pemeliharaan, kegiatan penyiponan dilakukan dimulai pada stadia zoae3
dimana kotoran sudah mulai menumpuk.
Pengendalian
Penyakit
Penyakit
merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian larva udang dan udang-udang
muda di pembenihan. Penyakit udang putih umumnya disebabkan oleh serangan
bakteri contohnya penyakit bercak merah, infeksi Leucothrix atau bakteri
fillamen dapat diatasi dengan pemberian Oxitetracyklin serta melakukan
pergantian air secara berkala. Selain bakteri infeksi lainnya adalag golongan
Protozoea misalnya Zoothamnium, protozon peritrick (siliata). Untuk mengatasi
serangan penyakit ini dengan memberikan formalin 20 ppm selama ½ - 1 jam. Di
samping itu serangan penyakit jamur lagenidium sp yang dapat menyebabkan
kematian massal pada larva

Udang-udang
mudah dipanen diakhir periode pemeliharaan. Panen dilakukan pada pagi hari.
Sebelum panen , air di bak pemeliharaan diturunkan mencapai 20 cm, sisa air
kemudian dikeluarkan bertahap ke dalam
bak panen yang telah dipasangi hapa. Benur yang terkumpul pada hapa diserok dan
ditampung pada wadah, kemudian ditakar sesuai dengan keinginan pembeli, 1
kantong plastik benur dapat diisi 2500 – 3000 ekor benur.
Setelah
ditakar dilakukan penghitungan benur dengan mengambil sampel Sebanyak 2
kantong. Hasil perhitungan dijumlah dan dirata-ratakan untuk mengetahui jumlah
benur dalam tiap kantongnya. Setelah proses perhitungan selesai dilakukan
pengepakan yakni dengan menambahkan oxigen murni pada kantong dengan
perbandingan air dan oxigen 1 : 2. setelah itu diikat dengan karet agar oxigen
tidak keluar. Kemudian kantong yang telah diikat dimasukkan kedalam kardus dan
di kemas siap untuk diangkut.
PERTANYAAN:
- Jelaskan Teknik Penanganan induk udang putih
- jelakan teknik pengendalian penyakit pada larva
udang putih
- jelaskan teknik pemeliharaan larva udang putih
TUGAS:
- Lakukan seleksi induk udang putih
- lakukan ablasi pada induk udang putih
- lakukan teknik pengemasan benih udang putih
awesome,
ReplyDeletethank you so much for sharing such an wesome
blog..
really i like your site.
i enjoyed...
acrylic lecterns