Monday, December 28, 2015

PAKAN ALAMI

Text Box:    IFUNGSI PAKAN ALAMI


  A. Pengertian Pakan Alami

Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva dan benih ikan atau udang yang mencakup fitoplankton, zooplankton dan benthos.  Fitoplankton, zooplankton dan benthos merupakan sumber karbohidrat, lemak dan protein dengan susunan asam amino yang lengkap serta mineral bagi larva atau benih ikan, udang atau hewan akuatik lainnya.

Pakan alami telah lama diusahakan dalam budidaya sub sektor perikanan.  Di Jepang, pakan alami telah dibudidayakan sejak tahun 1950.  Di Indonesia pakan alami telah lama pula dimanfaatkan untuk makanan benih ikan, terutama ikan hias.  Makanan alami tersebut diambil dari alam atau perairan umum.  Sejalan dengan perkembangan pembenihan udang, di tahun 1975 berkembang pula budidaya pakan alami, terutama diawali dengan kegiatan budidaya fitoplankton.

Larva dan benih ikan laut atau payau memerlukan fitoplankton sebagai pakan awal disamping zooplankton.  Untuk usaha pembenihan udang, hamper 34% biaya operasional dihabiskan bagi penyediaan Artemia agar tingkat kelangsungan hidup benur dapat mencapai 80%.  Sebaliknya larva dan benih ikan air tawar dominant memakan zooplankton atau benthos sebagai pakan awalnya dan diperlukan 7 – 10 % pakan alami dari berat kering benihnya agar tingkat kelangsungan hidup larva atau benih mencapai 90%.

Penggunaan 100% pakan alami sebagai ransum dalam pembenihan ikan dan udang tidak dianjurkan mengingat penyediaan pakan alami di dalam sangat terbatas dan bila menyelenggarakan budidaya pakan alami untuk memenuhi keperlukan pembenihan memerlukan lahan yang luas dan volume air yang besar.  Hal ini mendorong para petani ikan berusaha untuk mengganti sebagian ataru seluruh kebutuhan pakan alami dengan pakan buatan.  Demikian pula kegiatan-kegiatan penelitian mengenai pakan untuk ransum benih dengan variasi formula, komposisi nutrisi dan bentuk yang didasarkan pada pakan alami telah banyak dilakukan.

Penggunaan pakan alami yang dikombinasikan dengan pakan buatan di dalam usaha pembenihan ikan dan udang telah banyak dilakukan, walaupun ratio yang tepat masih perlu ditelaah lebih lanjut baik menurut jenis pakan, ukuran dan frekuensi pemberiannya maupun menurut jenis dan stadia ikan budidaya, disamping perhitungan ekonominya.

Usaha budidaya pakan alami dapat dibagi atas dua kelompok besar, yakni penyediaan organisme pakan alami yang selektif untuk usaha pembenihan ikan/udang dan pembesaran ikan hias.  Berikutnya penyediaan organisme pakana alami non selektif dengan cara pemupukan lahan dan peraiaran seperti untuk penyediaan pakan dalam budidaya pembesaran ikan dan udang di tambak, kolam dan keramba.


B. Keunggulan Pakan Alami
 
 




Pakan alami yang mencakup fitoplankton, zooplankton dan benthos mempunyai beberapa keunggulan yaitu :
·         Mengandung gizi yang lengkap dan mudah dicerna
·         Tidak mencemari lingkungan perairan dan media pemeliharaan benih atau benur
·         Berbagai jenis pakan alami secara umum cocok untuk makanan berbagai tingkatan umur larva benih atau benur.
·         Sifat pakan alami yang bergerak tetapi tidak begitu aktif, memungkinkan dan mempermudah benur atau benih ikan untuk memangsanya.
·         Biaya murah

C. Spesifikasi Pakan Alami
 
 




Syarat yang harus dipenuhi dalam penyediaan pakan alami adalah bahwa produk pakan alami tersebut memenuhi criteria antara lain warna, sifat biologi dan fisik, tidak mengandung logam berat serta tidak menghasilkan racun.

  1. Spesifikasi pakan alami dari golongan fitoplankton
    1. Warna cerah sesuai dengan kandungan khromatofor yang dimiliki
    2. Monospesies
    3. Sifat biologis dan ukurannya normal dan harus lebih kecil dari mulut larva dan benih yang akan diberi pakan
                                          
Go to fullsize image     Go to fullsize image     Go to fullsize image


  1. Spesifikasi pakan alami dari golongan zooplankton
    1. Berwarna kuning, putih atau merah darah
    2. Monospesies
    3. Bergerak aktif

  1. Spesifikasi pakan alami dari golongan benthos
    1. Berwarna kuning atau merah cerah
    2. Monospesies
    3. Sifat biologi dan ukurannya normal

Kandungan gizi pakan alami yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan bagi konsumennya.  Kandungan gizi masing-masing pakan alami ditampilkan dalam lampiran 1.

















Text Box:   IIJENIS-JENIS PAKAN ALAMI
AIR TAWAR, PAYAU DAN LAUT


Dalam usaha budidaya pakan alami, pengetahuan biologi yang terkait erat dengan budidaya harus difahami sebaik-baiknya agar perencaraan, teknologi yang diterapkan dan produk yang dihasilkan dapat memenuhibaik jenis maupun kualitas dan kuantitas yang diinginkan tepat pada waktunya.

Pakan alami yang diproduksi harus didasarkan pada :
·         Jenis-jenis yang mudah dibudidayakan secara missal
·         Pertumbuhan merata
·         Morfologi normal
·         Jenis disukai
·         Nilai gizi yang memenuhi persyaratan
·         Ukurannya layak (sesuai dengan bukaan mulut ikan)

Teknik budidaya pakan alami harus didasarkan pada pengetahuan biologi dan kimiawi dari masing-masing jenis organisme pakan alami.  Aspek biologi dan kimiawi organisme pakan alami yang erat kaitannya dengan kegiatan budidayanya mencakup :

Ø  Morfologi, termasuk ukuran menurut tahapan stadianya dalam perkembangbiakannya.
Ø  Daur hidup
Ø  Habitat
Ø  Pertumbuhan
Ø  Kebiasaan dan cara makan atau unsure hara yang dibutuhkan untuk hidup
Ø  Pertumbuhan
Ø  Nilai gizi

Pengetahuan morfologi dari setiap jenis organisme pakan alami yang dibudidayakan sangat diperlukan untuk menyesudaikan ukuran dan bentuk pakan alami yang diproduksi terhadap ikan budidaya yang diberi pakan menurut jenis, ukuran dan stadianya.

Daur hidup setiap jenis organisme pakan alami harus difahami, terutama perilakunya dan waktu yang diperlukan setiap tahap, untuk menentukan periode budidaya dan saat panen yang tepat sesuai dengan tuntutan penggunaan dalam kegiatan budidaya.

Habitat lingkungan setiap organisme pakan alami yang dibudidayakan harus diketahui, karena merupakan dasar untuk menciptakan kondisi lingkungan, habitat dan media yang cocok bagi kegiatan budidayanya, agar produksi pakan alami yang maksimal dapat dicapai.

Kecepatan dan tingkat pertumbuhan pakan alami merupakan dasar yang dapat menentukan tindak lanjut dalam meraih kualitas produk akhir pakan alami yang dibudidayakan.

Kebiasaan dan cara makan serta unsur hara yang dibutuhkan organisme pakan alami harus diketahui untuk menentukan pakan atau komponennya yang cocok bagi pakan alami dan teknik pemberian pakannya yang tepat pada budidaya pakan alami.

Pengetahuan cara perkembangbiakan organisme pakan alami secara irnci perlu difahami, karena akan sangat membantu dalam menentukan teknik budidaya yang tepat daproduksi yang berkesinambungan.

Nilai gizi setiap jenis organisme pakan alami yang dibudidayakan harus diketahui agar penentuan jenis pakan alami yang akan dihasilkan dari budidaya sesuai dengan kebutuhan gizi konsumennya.

Kriteria organoleptik, fisik dan kimia tertentu dari setiap jenis organisme pakan alami merupakan indikator untuk mendapatkan sifat biologi pakan alami yang normal dan diinginkan.

A. Pakan Alami Jenis Fitoplankton
 
 




1.      Spirulina sp

Spirulina sp adalah salah satu jenis alga hijau yang termasuk dalam :

Divisi               :  Cyanophyta
Kelas               :  Cyanophyceae
Bangsa                        :  Nostocales
Suku                :  Oscillatoriaceae
Marga              :  Spirulina
Jenis                :  Spirulina sp.

Di bawah mikroskop, jenis alga ini tampak sebagai filament berbentuk spiral yang berwarna hijau biru.  Filamen ini merupakan koloni sel dan dapat bergerak sepanjang sumbunya.

                                     Go to fullsize image
                                           Gambar 1. Spirulina sp.

Sel Spirulina bentuknya silindris dan memiliki dinding sel tipis yang mengandung murien.  Jenis alga yang berukuran kecil, beruas-ruas (terdiri dari segmen-segmen) dan mempunyai garis tengah sel 1 – 3 mikron dengan sitoplasma homogen.  Sedangkan jenis yang berukuran besar, kisaran garis tengahnya antara 3 – 12 mikron dengan sitoplasma granuler dan terdapat vakuola.  Secara umum panjang filamennya hanya beberapa milimiter saja, tetapi dalam kondisi tertentu dapat mencapai 20 mm.

Perkembangan Spirulina sp terjadi secara aseksual atau pembelahan sel, yaitu dengan memutus filament menjadi satuan-satuan sel yang kemudian dapat membentuk filament baru.  Pemutusan filament yang telah masak merupakan awal dari daur hidupnya.


Daur hidup Spirulina terjadi mula-mula filament yang telah masak putus beberapa bagian yang disebut necridia, kemudian bagian ini membelah menjadi piringan-piringan yang terpisah-pisah yang bentuknya biconcave.  Selanjutnya bagian ini membentuk koloni sel terdiri dari filament induk untuk kemudian menjadi filament baru.  Sel-sel dalam hormogenia kemudian bertambah jumlahnya melalui pembelahan sel.  Sitoplasma menjadi granuler, warna sel menjadi hijau biru cerah dan dengan adanya proses ini maka ukuran filament menjadi panjang.  Daur hidup Spirulina dalam kondisi laboratorium adalah sekitar satu hari dan dalam kondisi lapangan adalah 3 – 5 hari.








 


















                              Gambar 2. Siklus hidup Spirulina sp.

Spirulina termasuk organisme yang mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda.  Spirulina tumbuh subur secara alami di perairan danau yang pHnya tinggi (alkaline), namun jenis alga ini juga dapat dijumpai di perairan payau dan laut.  Daerah yang cocok sebagai tempat tumbuh dan berbiak adalah daerah yang terletak antara 35oLU dan 35oLS yang kondisinya banyak sinar matahari, variasi suhu tidak besar dan curah hujan sedang.

Spirulina tumbuh dengan baik di perairan alkaline, dengan kandungan garam sampai gr/l, tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada kandungan garam 20 – 70 gr/l.  Jenis alaga ini masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik pada nilai pH 7 – 11,3 dengan pH optimal berkisar antara 8 – 11.  Suhu optimal untuk pertumbuhan Spirulina berkisar antara 32 – 35oC.  Spirulina tidak dapat tumbh dan berkembang pada suhu di atas 40oC.
Laju pertumbuhan spesifik Spirulina dalam kondisi laboratorium ialah 0,3 milimikron/hari dan dalam kondisilapangan adalah ,1 – 0,2 milimikron/hari.  Untuk menumbuhkan Spirulina diperlukan adanya tambahan mineral-mineral dalam budidaya seperti karbon, nitrogen, kalium, potassium, fosfor, magnesium dan kalsium.



2.     Skeletonema costatum

Skeletonema termasuk :

Divisi               :  Bacillariophyta
Kelas               :  Bacillariphyceae
Bangsa                        :  Centrales
Suku                :  Skeletonemaceae
Marga              :  Skeletonema
Jenis                :  Skeletonema costatum

Skeletonema bersel tunggal, berukuran 4 – 6 mikron, bentuk sel seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki alat gerak.  Kotak sel tersebut terdiri dari dua baigan, yaitu bagian atas dinamakan katup dan di bagian bawah berupa wadah berhiaskan lubang-lubang dengan pola yang kahs terbuat dari silicon dioksida, yaitu bahan utama pembuat gelas, berwarna coklat dan mempunyai kemampuan menghasilkan skeletal eksternal silikat yang disebut frustule.


Go to fullsize image  Go to fullsize image  Go to fullsize image

                                  Gambar 3. Koloni Skeletonema costatum

 
 

















                  Gambar 4. Sel Skeletonem costatum serta bagian-bagiannya
Skeletonema terdiri atas dua bagian yaitu bagian katup atas, disebut epiteka dan katup bawah disebut hipoteka.  Proses pembelahan sel yang berulang-ulang menyebabkan sel Skeletonema mereduksi, hingga mencapai generasi tertentu.  Pada generasi tersebut, kedua katupnya akan ditanggalkan dan akan berbentuk oksospora, yaitu spora yang melalui proses sekresi oksospora akan membangun dua katup baru, sehingga akan terbejtuk sel Skeletonema yang berukuran normal, sekitar 4 – 6 mikron.

Daur hidup Skeletonema hanya melalui pembelahan sel.  Dengan pembelahan sel, induk Skeletonema menjadi dua dan masing-masing langsung menjadi sel Skeletonema yang baru.




 













 




                        Gambar 5. Daur Hidup Skeletonema costatum

Skeletonema hidup di perairan laut atau pantai dengan kisaran suhu 25 – 32oC dan kisaran salinitas 28 – 34‰.  Skeletonema akan tumbuh dengan baik apabila intensitas cahaya sekitar 12.000 lux.  Faktor pembatas bagi pertumbuhan selain P dan N ialah unsur Si.  Unsur hara yang diperlukan untuk perkembangbiakan Skeletonema ialah N,P, Si dan Fe dan unsur mikro lainnya.


3.     Tetraselmis sp.

Bila diklasifikasikan, Tetraselmis termasuk dalam :

Divisi               :  Chlorophyta
Kelas               :  Chlorophyceae
Bangsa                        :  Chlorococales
Suku                :  Chlorococcaceae
Marga              :  Tetraselmis
Jenis                :  Tetraselmis sp.

Tetraselmis merupakan organisme bersel tunggal, berukuran 7 – 12 µm, mempunyai empat flagella, geraknya katif, mempunyai banyak pigmen khlorofil dibanding pigmen lainnya sehingga tampak warna hijau dan dipenuhi dengan lastida khloroplas.  Inti berukuran kecil, tetapi jelas, dinding sel mengandung bahan selulose dan pektose.  Hidup kosmopolit dan menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan.

      Go to fullsize image          Go to fullsize image

             Gambar 6.  Sel Tetraselmis

Tetraselmis berkembang biak secara seksual dan aseksual.  Pada tahap seksual, sel mempunyai gamet yang identik (isogami), kemudian dengan bantuan substansi tertentu salah satu gamet tersebut ditandai dengan bersatunya khloroplast yang kemudian menurunkan zygote baru dan diikuti perkembangannya menjadi zygote yang sempurna.  Pada tahap aseksual protoplasma sel membelah menjadi 2,4 dan 8 dalam bentuk zoospore, kemudian terlepas bebas dalam bentuk zygospora, setelah masing-masing melengkapi diri dengan empat buah flagella.

 














Gambar 7.  Daur Hidup dan Cara Reproduksi Tetraselmis sp.

Tetraselmis hidup di perairan pantai atau laut dengan kisaran suhu 25 – 32ºC.  Kisaran salinitas yang ditolerir yaitu 27 – 32 ‰.

Tetraselmis memerlukan suhu, salinitas dan intensitas cahaya yang cukup untuk pertumbuhannya.  Senyawa nitrogen merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhannya.  Unsur hara yang diperlukan untuk perkembangbiakan Tetraselmis, keculai N dan P ialah Fe.

4.     Chlorella sp.

Chlorella adalah salah satu jenis alga hijau yang termasuk :

Divisi                           :  Chlorophyta
Kelas                           :  Chlorophyceae
Bangsa                                    :  Chlorococcales
Suku                            :  Chlorellaceae
Marga                          :  Chlorella
Spesies                        :  Chlorella sp.

Chlorella merupakan alga sel tunggal, bentuknya bulat atau bulat telur, mempunyai khloroplas seperti cawan, dindingnya keras, pada dan garis tengahnya 5 mikron.


                                  Keterangan :
1.      Dinding sel
2.      Khoroplas
3.      Inti
4.      Inklusi
5.      Sitoplasma
 
Go to fullsize image                   Go to fullsize image

                    Gambar 8. Chlorella sp (kiri) dan bagian-bagian sel Chlorella (kanan).

Perkembangan Chlorella terjadi secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel atau pemisahan antospora dari sel induknya dan Chlorella hidup bebas atau menempel pada binatang invertebrate

Daur hidup Chlorella dapat dibagi dalam empat tingkat sebagai berikut :
i.                    Tingkat pertumbuhan, yaitu tingkat pertambahan besarnya sel
ii.                  Tingkat pemasakan dini yaitu selama bermacam-macam proses sintetis yang terjadi dalam persiapan pembentuk sel anak
iii.                Tingkat pemasakan akhir yaitu terbentuknya sel induk muda
iv.                Tingkat pelepasan sel













                  
                          Gambar 9.  Daur Hidup Chlorella sp.
Chlorella terdapat dimana-mana, kecuali gurun pasir dan salju abadi.  Chlorella dapat hidup di tanah atau tempat-tempat yang basah, tumbuh dalam berbagai media antara lain media yang mengandung cukup unsur hara seperti N, P, K dan mikro lainya.  Chlorella akan tumbuh baik pada suhu optimal 25oC.

Unsur nutrien yang diperlukan alga dalam jumlah besar adalah Karbon, Nitrogen, Fosfor, Sulfur, Natrium, Magnesium dan Kalsium.  Sedang unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit ialah besi, tembaga, mangan, seng , silicon, boron, molybdenum, vanadium dan cobalt.


5.     Scenedesmus sp.

Scnedesmus termasuk :

Divisi               :  Chlorophyta
Kelas               :  Chlorophyceae
Bangsa                        :  Chlorococcales
Suku                :  Scenedesmaceae
Marga              :  Scenedesmus
Jenis                :  Scenedesmus sp.


Scenedesmus sp adalah jenis alga yang berkoloni.  Setiap koloni disebut coenobium dengan jumlah sel selalu kelipatan dua, biasanya empat atau delapan.  Kadang-kadang ditemui dengan deretan yang ganda.  Sel muda mempunyai satu helai kloroplas yang memanjang dan berisi satu pyrenoidKhloroplas pada sel yang tua biasanya mengisi seluruh rongga sel.

                                   Keterangan :Go to fullsize image   
                                   
                                     
 
           
 

1.      Kloroplas

2.      Pyrenoid





      Gambar 10.  Koloni Sel Scenedesmus sp.

Perkembangbiakan Scenedesmus adalah dengan pembentukan koloni, dari setiap sel induk dapat membentuk sebuah koloni awal yang membebaskan diri melalui suatu pecahan pada dinding sel induk.

Daur hidup Scenedesmus ada lima tahap.  Tahap pertama pemasakan sel.  Sesudah itu disusul tahap kedua, yakni sel mengalami pembelahan dan tahap ketiga sel yang membelah membentuk koloni.  Tahap keempat sel mulai menyusun diri dan tahap kelima koloni sel keluar dari koloni sel induk.




















                Gambar 11.  Daur hidup Scenedesmus sp.

Jenis-jenis Scenedesmus tersebar luas di perairan air tawar dan tanah.  Sering terdapat di danau-danau atau kolam-kolam.  Pertumbuhan Scenedesmus ada lima tahap, yaitu fase adaptasi, pembelahan, pertumbuhan, stationer (statis) dan kematian.  Tahapan tersebut kadang-kadang berlangsung singkat dan tergantung intensitas cahaya dan suhu air.


B. Pakan Alami Jenis Zooplankton dan Benthos

 
 




1.      Brachionus sp.

Brachionus sp termasuk :

Divisi               :  Rotifera
Kelas               :  Monogonanta
Bangsa                        :  Ploima
Suku                :  Brachionidae
Marga              :  Brachionus
Jenis                :  Brachionus sp

Brachionus panjang tubuhnya 60 – 80 mikron.  Tubuh dibagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan kaki.  Pemisahan bagian kepada dan badan tidak jelas.  Bagian kaki dan ekor berakir dengan belahan, yang disebut jari.  Badan Brachionus dilapisi oleh kutikula yang tebal disebut lorika.  Pada bagian kepala terdapat enam duri.  Sepasang di tengah sebagai duri yang panjang.  Ujung depan tubuh Brachionus dilengkapi dengan gelang-gelang silia yang kelihatan melingkar seperti spiral disebut korona, yang berfungsi memasukkan makanan ke dalam mulutnya.


                                                                                Setae
                                                                                Flame
                                                                                Mastax 
Lobate process                                                     Kelenjar perut
Of trochaldise                                                       Perut
Trocus                                                                    Vitellarium
Bintik mata                                                          Kantung
Lorica                                                                    Ekskretory
Ovari                                                                      Kloaka
Intestine                                                                                Anus
                                                                                Kelenjar adhesive
Kaki                                                                       pedal
                                                                                Jari kaki
 
Go to fullsize image  Go to fullsize image





Gambar 12. Brachionus sp. serta bagian-bagiannya
Brachionus sp mempunyai kelamin terpisah, tetapi yang betina dapat melangsungkan reproduksi secara parthenogenesis.  Sistem reprodusi betina disebut ovum dan yang jantan disebut testis, untuk menghasilkan spermatozoa.  Brachionus jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas.

Lama hidup Brachionus betina berkisar antara 12-19 hari dan umur Brachionus jantan berkisar 3 – 6 hari.  Brachionus betina ada dua tipe, yaitu tipe amiktik dan miktik.  Satu tipe betina dapat menghasilkan satu tipe telur, yaitu telur amiktik atau miktik.  Betina amiktik ialah betina yang menghasilkan telur dan melakukan pembelahan meiosis.  Telur amiktik bila tidak dibuahi menghasilkan telur yang ukurannya kecil.  Apabila telur dibuahi, menghasilkan telur yang ukurannya besar.  Telur tersebut disebut telur dorman, dengan kulit telur yang tebal dan akan berkembang menjadi betina yang bersifat amiktik.  Generasi selanjutnya dapat bersifat amiktik atau miktik.  Sedangkan betina miktik ialah betina yang menghasilkan telur secara parthenogenesis.  Telur partehenogenesis tidak berpeluang pembelahan meiosis.  Brachionus setelah 24 jam menetas, dapat menghasilkan dua atau tiga butir telur.  Kecepatan penetasan telur, tergantung dari suhu media air.















       Gambar 13. Daur hidup Brachionus sp.

Brachionus terdapat di perairan telaga, sungai, rawa maupun danau.  Tetapi jumlah yang terbanyak di air payau.  Brachionus terdapat melimpah pada perairan yang kaya nanoplankton dan detritus.

Pertumbuhan Brachionus dipengaruhi oleh suhu perairan.  Suhu yang baik untuk pertumbuhannya ialah 25 - 27ºC.  Sedangkan pH yang baik bagi pertumbuhannya ialah 6 – 8.  Oksigen tidak boleh kurang dari 1,15 ppm dan CO2 tidak boleh lebih dari 12 ppm.

Brachionus bersifat omnifor, jenis makanannya terdiri dari perfiton, nannoplankton, detritus dan semua partikel organik yang sesuai dengan lebar mulutnya.  Makanan masuk ke dalam mulutnya dibantu oleh silia yang terletak di sekitar mulut sebelah atas.  Makanan dipecah oleh alat disebut ‘trophy’.  Makanan yang sudah dipecah masuk ke dalam lambung untuk dicerna.


2.     Tubifex sp.

Cacing rambut  (Tubifex) termasuk :
Divisi               :  Annelida
Kelas               :  Oligochaeta
Bangsa                        :  Haplotaxida
Suku                :  Tubificidae
Marga              :  Tubifex
Jenis                :  Tubifex sp.
Panjang tubuh cacing rambut 10 – 30 mm, berwarna merah kecoklatan, terdiri dari 30 – 60 segmen.  Dinding tebal, terdiri dari dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya.  Dari setiap segmen pada bagian punggung dan perut keluar seta dan ujung seta bercabang dua tanpa rambut.



Go to fullsize image       Go to fullsize image         Go to fullsize image
 

                                                Gambar 14. Tubifex

Perkembangan cacing rambut dapat dilakukan secara pemutusan ruas tubuh dan pembuahan sendiri (hermaphrodit).  Telur cacing rambut terjadi di dalam kokon, yaitu suatu bangunan yang berbentuk bulat telur, panjang 1,0 mm dan garis tengahnya 0,7 mm.  Kokon dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuhnya yang disebut klitlum.  Telur yang ada di dalam kokon akan mengalami pembelahan menjadi morula.  Selanjutnya embrio akan berkembang (pertama kali) menjadi tiga segmen, kemudian berkembang menjadi beberapa segmen.  Setelah beberapa hari, embrio akan keluar melalui ujung kokon secara enzimatis.  Perkembangan embrio pada suhu 24ºC menunjukkan bahwa dari telur hingga meninggalkan kokon lamanya 10 – 12 hari.  Setelah meninggalkan kokon, cacing rambut pertama kali menghasilkan kokon setelah berumur 40 – 45 hari.  Jadi daur hidup cacing rambut dari telur hingga menetas dan menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon membutuhkan waktu 50 – 57 hari.

Cacing rambut dapat hidup di sungai atau danau bersedimen halus atau lembek.  Cacing dewasa diketemukand I permukaan sedimen hingga kedalaman 4 cm.  Sedangkan juvenile ditemukan pada kedalaman 2 cm.  Cacing rambut membuat lubang sediment dan membentuk jalur-jalur yang sejajar, sesuai dengan arah gerakannya.  Cacing rambut hidup di perairan dengan kondisi dasar berpasir (41,4%), tanah halus (45,0%) dan lempung (11,3%).

Pertumbuhan cacing rambut yang baik ialah pada media yang banyak mengandung bahan organik, seperti campuran kotoran ayam (50%) dan Lumpur kolam (50%).  Debit air optimal yaitu 930 ml/menit.

Kebiasaan dan cara makan cacing rambut ialah memakan detritus, alga benang, diatom atau sisa-sisa tanaman yang terlarut di Lumpur dengan cara membuat lubang berupa tabung dan menyaring makanan atau mengumpulkan partikel-partikel Lumpur yang data dicerna di dalam ususnya.


3.     Artemia salina

Artemia adalah salah satu jenis Crustacea tingkat rendah yang termasuk dalam:

Divisi               :  Arthropoda
Kelas               :  Crustacea
Bangsa                        :  Anostraca
Suku                :  Aremidae
Marga              :  Artemia
Jenis                :  Artemia salina

Telur Artemia yang kering atau kista berbentuk bulat cekung, berwarna coklat, berdiameter 200-300 mikron dan di dalamnya terdapat embrio yang tidak aktif.  Nauplius Artemia mempunyai tiga pasang anggota badan yakni antennula, antenna I yang berfungsi sebagai alat sensor, antenna II berfungsi sebagai alat gerak atau penyaring pakan dan rahang bawah belum sempurna.  Di bagian kepala antara kedua antenna terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplius.  Artemia dewasa  berukuran 1 – 2 cm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang thoracopoda.  Setiap Thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodite dan epipodite yang masing-masing berungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan alat pernafasan.  Pada jantan, antenna II berkembang menjadi penjepit dan pada bagian belakang perut terdapat sepasang penis.  Pada betina, antenna menjadi alat sensor dan pada kedua sisi saluran pencernaan terdapat sepasang ovari.  Telur-telur yang telah masak dipindahkan dari ovari ke dalam sebuah kantong telur atau uterus.

Perkembangan Artemia ada dua cara, yakni parthenogenesis dan biseksual.  Pada Artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi.  Sedangkan pada Artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi.  Hasil perkembangbiakan dapat terjadi secara ovipar maupun ovovivipar, tergantung dari kondisi lingkungan.  Pada perkembangbiakan secara ovovivipar, telur berkembang menjadi nauplius yang berenang bebas yang dilepaskan oleh induk betina dan terjadi bila kandungan oksigen cukup dan keadaan salinitas di bawah 80‰.  Sedangkan pada perkembangbiakan secara ovipar, embrio hanya berkembang sampai stadium gastrula tersimpan sebagai kista dalam sebuah cangkang yang tebal (chorion) dan terjadi bila kandungan oksigen rendah keadaan salinitas di atas 80‰ atau kekurangan pakan.

    Mata Nauplius                                                               Penjepit
                                                                                                                Mata komplek lateral



                                                                                                                                Thoracopoda


                                Kantung telur


                                                                                                                Furka


                                    Gambar 15.  Artemia salina
Artemia mengalami beberapa fase dalam daur hidupnya yaitu :
Kista setelah dimasukkan dalam air laut (5-70‰), akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif.  Sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus oleh selaput.
 
 
 
Gambar 16. Kista
Beberapa saat setelah embrio muncul,selaput penetasan pecah dan muncul nauplius yang berenang bebas.  Nauplius ini adalah larva stadium instar pertama, berwarna orange kecoklatan karena adanya kandungan kuning telur (yolk egg)
 
Go to fullsize image
Gambar 17. Nauplius
Artemia dewasa dicirikan oleh adanya sepasang mata majemuk bertangkai, antenna sensor, saluran pencernaan dan 11 throacopoda
 
Go to fullsize image

                                                              Gambar 18. Artemia Dewasa


                       
                            Gambar 19. Siklus Hidup Artemia salina


4.     Moina sp.

Moina termasuk ke dalam :

Divisi                        :  Arthropoda
Kelas                        :  Crustacea
Bangsa                     :  Cladocera
Suku                         :  Moinidae
Marga                       :  Moina
Jenis                         :  Moina sp.

Bentuk tubuh membulat, garis tengah 0,9 – 1,8 mm, berwarna kemerahan.  Dinding tubuh tebal, terdiri atas cangkang tanpa duri.  Kepala membulat, pada perut terdapat 10 silia dan punggungnya ditumbuhi rambut-rambut kasar.  Seta bagian perut memanjang, antennanya kuat dengan bulu yang kasar.
         
                                            

       




   Gambar   18. Moina sp.

Perkembangbiakan Moina sp ada dua cara yaitu secara aseksual datau parthenogenesis, yaitu melakukan penetasan telur tanpa dibuahi dan secara seksual (kawin).  Pada kondisi perairan yang baik, individu betina menghasilkan telur istirahan atau ephippiumEphippium akan menetas apabila kondisi perairan membaik.
Moina sp mulai menghasilkan anak setelah berumur empat hari, jumlah anaknya selama hidup dapat mencapai 211 ekor.  Setiap kali beranak rata-rata berselang 1,25 hari, dengan rata-rata jumlah anak 32 ekor/hari.  Umur hewan ini ialah 13 hari.

Moina hidup pada perairan yang tercemar bahan organik di kolam rawa yang banyak rumput-rumput yang mati, kayu yang membusuk, dan adanya kotora hewan yang menghasilkan mikroorganisme.

Pertumbuhan Moina sp yang baik ialah pada suhu berkisar antara 14 - 30ºC, pH berkisar 6,5 – 9,0.  Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhannya ialah bakteri.

Kebiasaan makan Moina sp yaitu dengan menggerak-gerakkan alat tambahan  yang ada di mulutnya.  Bergeraknya alat-alat tambahan di mulut tersebut menyebabkan aliran air yang membawa makanan ke dalam mulutnya.


5.     Daphnia

Bila diklasifikasikan, Daphnia termasuk :

Divisi                        :  Arthropoda
Kelas                        :  Crustacea
Bangsa                     :  Cladocera
Suku                         :  Daphnidae
Marga                       :  Daphnia
Jenis                         :  Daphnia sp.

Bentuk tubuh Daphnia lonjong, pipih dan segmen badan tidak terlihat.  Kepala bagian bawah terdapat moncong yang bulat dan tumbuh lima pasang alat tambahan.  Alat tambahan pertama disebut antennule, alat tambahan kedua disebut antenna yang mempunyai fungsi pokok sebagai alat gerak.  Tiga pasang alat tambahan terakhir adalah alat tambahan mulut.  Tubuh ditutupi oleh cangkang dari chitin yang transparan, dibagian punggung bersatu, tetapi di bagian perut berongga.  Lima padang kaki tertutup oleh cangkang.  Ruang antara cangkang dan tubuh bagian dorsal sebagai tempat pengeraman telur.  Pada ujung perut terdapat dua kuku yang berbulu keras.


Gambar 18. Daphnia sp.

Perkembangbiakan Daphnia yaitu secara aseksual atau parthenogenesis dan secara seksual atau kawin.  Perkembangbiakan secara parthenogenesis sering terjadi dengan menghasilkan individu muda betina.  Telur dierami di dalam kantong pengeraman bingga menetas.  Anak Daphnia dikeluarkan pada waktu pergantian kulit.  Di dalam kondisi yang baik, disamping individu betina dihasilkan individu jantan.  Pada kondisi tidak baik, individu betina me nghasilkan 1 – 2 buah telur istirahat atau ephippium yang dapat menetas apabila kondisi perairan membaik kembali.

                   

    
              

Gambar 19. Siklus hidup Daphnia/Moina sp.

Umur Daphnia mulai beranak yaitu lima hari.   Jumlah anak sekitar 558 ekor selama hidupnya.  Umur Daphnia 34 hari.  Selang rata-rata beranak 1,5 hari dengan rata-rata jumlah anak yang dikeluarkan 39 ekor.  Tidak terjadi metamorfosa waktu tumbuh dan dewasa.

Pertumbuhan Daphnia yang optimum adalah pada suhu perairan 21ºC dan pH berkisar antara 6,5 – 8,5.  Jenis makanan yang baik bagi pertumbuhannya ialah bakteri.

Kebiasaan makan Daphnia dengan cara membuat aliran pada media, yaitu dengan menggerak-gerakkan alat tambahan yang ada di mulut, sehingga bakteri, fitoplankton dan detritus masuk ke dalam mulutnya.


6.     Tigriopus

Klasifikasi Tigriopus adalah sebagai berikut :
Divisi                        :  Arthropoda
Kelas                        :  Crustacea
Bangsa                     :  Entomostraca
Suku                         :  Harpacticeidae
Marga                       :  Tigriopus
Jenis                         :  Tigriopus sp.
Harpacticoida mempunyai lima tingkat naupli dan enam tingkat kopepodit.  Pada tingkat keenam kopepodit, hwan ini pada ukuran 1 – 1,2 mm dianggap sudah dewasa.  Jenis betina mempunyai sembilan segmen, lima di bagian kepala dan punggung serta empat di bagian perut.  Antennanya sembilan dan sambungan kaki renangnya ada lima pasang.

                   Go to fullsize image

         Gambar 20.   Tigriopus sp.



Tigriopus yang jantan akan berkopulasi dengan betina dari yang masih stadia kopepodit 1 sampai betina yang matang.  Frekuensi kopulasi akan meningkat pada betina kopepodit  4 dan 5.  Musim berpasangan pada hewan dewasa terjadi sepanjang tahun.  Selama berpasangan, jenis betina berada di bawah, sedangkan jantan dewasa berada di punggung betina dengan mengaitkan hooks dan antenanya.  Lama berpadangan antara beberapa menit sampai beberapa hari.  Telur berada dalam kantong yang melekat di pangkal ekor.  Telur akan menetas antara 1 – 3 hari setelah mengalami masa inkubasi.

                      
                         
                                


















        





                                            Gambar 21. Siklus Hidup Tigriopus sp

7.     Chironomus

Chiroromus termasuk :

Divisi                        :  Arthropoda
Kelas                        :  Insecta
Bangsa                     :  Diptera
Suku                         :  Chironomidae
Marga                       :  Chironomus
Jenis                         :  Chironomus sp.

Larva Chironomus berwarna merah.  Panjang tubuh 10 – 15 mm terdiri dari kepala dan segmen-segmen yang memanjang terdiri dari 13 segmen.  Tiga segmen pertama sebagai leher dan 10 segmen terakhir sebagai bagian perut.  Pada kepala terdapat mulut yang terdiri dari labium, mandibula, maxilla dan hipopharynx.  Mata sepasang terletak di bagian atas.  Pada segmen I, terdapat sepasang kaki palsu yang berkhitin.  Pada segmen XI terdapat tonjolan yang berdinding tipis.  Pada segemen XII terdapat rambut yang panjang dan kasar.  Segmen XIII dilengkapi empat tonjolan yang berdinding tipis dan berfungsi sebagai alat pernafasan.  Segmen terakhir bercabang dua.


                       

                                                Gambar 22.   Larva Chironomus sp.

Perkembangan nyamuk Chironomus ialah secara kawin, terutama pada menjelang fajar.  Telur Chironomus diletakkan di permukaan air oleh induk betina, setelah itu induk betina akan mati.  Telur yang dikeluarkan dari induk berupa kelompok telur yang dihubungkan oleh media mukosa.  Jumlah telur dalam satu peneluran tergantung ukuran induknya.  Perkembangan embrio di dalam telur berkisar 10 jam, setelah itu larva keluar dari telur ttapi masih di dalam mukosa yang melingkupi telur.  Larva I keluar segtelah 16 jam dan aktif bergerak dan bersifat planktonik.  Larva I berkembang menjadi larva II selama 10 jam dan memasuki periode pupa.  Pada periopa pupa larva membentuk selubung tubuh dari Lumpur atau detritus dan bersifat benthic.  Periode pupa ini berlangsung 108 jam menjadi larva III dan IV.  Larva IV akan berubah menjadi imago setelah 30 jam.  Jadi dari telur hingga imago membutuhkan waktu 174 jam atau 6 – 7 hari.














Gambar 23. Daur hidup Larva Chironomus sp.

Habitat larva Chironomus ialah di kolam, danau dan sungai.  Habitat utamanya adalah pada air yang tercemar bahan organik.

Larva Chironomus tumbuh dan berkembang baik pada kisaran suhu antara 10 - 35ºC.  Makin tinggi suhu, pertumbuhannya akan lebih cepat tetapi daya kelangsungan hidupnya semakin rendah.

Larva Chironomus mulai makan setelah larva keluar dari mukosa yang menyelubungi massa telur.  Pada tingkat larva yang bersifat planktonik, makanan utamanya ialah detritus.  Pada tingkat larva yang bersifat benthik, makanan utamanya disamping detritus yaitu organisme satu sel, dengan cara menggerak-gerakkan badannya sehingga ada aliran air masuk dari tabung pupa dan memabawa partikel makanan.  Selanjutnya partikel makanan diambil oleh rambut dan alat tambahan pada ruas tubuh bagian akhir untuk dibawa kearah bagian mulutnya.



Text Box: IIIKultur Pakan Alami


A. Persyaratan Lokasi dan Air
 
 





Pemilihan lokasi budidaya pakan alami harus mempertimbangkan kemudahan komunikasi, pasok bahan, ketersediaan sumber air yang mmenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas yang terkait dengan biologi, teknik, ekonomi dan higienis.  Selain itu perlu mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan legal, terutama dengan pengelolaan dan pembuangan limbah yang dapat menimbulkan dampak negative baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan.  Untuk ini perlu mempertimbangkan ketentuan Menteri Negara KLH yang tertuang dalam peraturan yang memuat ANDAL, AMDAL, PIL dan PEL.


1.      Persyaratan Lokasi

Lahan untuk budidaya pakan alami harus memiliki sumber air tawar dan air laut yang mampu memasok secara mudah bagi kebutuhan budidaya organisme pakan alami menurut jenis, agar pelaksanaan budidayanya dapat berjalan lancar.  Sumber air tawar dan/atau laut sesuai dengan kebutuhan bagi jenis yang dibudidayakan harus dapat memenuhi jumlah yang dibutuhkan dan mutunya dapat dipenuhi dengan suatu perlakuan yang mudah dan ekonomis.  Sumber air di lokasi untuk kegiatan budidaya organisme pakan alami sangat tergantung pada jenis pakan yang dibudidayakan, sehingga sumber air yang dipersyaratkan dapat tawar atau laut.

Lahan yang dipergunakan untuk budidaya pakan alami harus bebeas dari bahaya banjir, erosi dan bebas cemaran.  Banjir dapat mengganggu sumber air dan merusak pakan yang sedang dibudidayakan, sehingga akan menghambat rencana penyediaan dan target yang telah direncanakan.  Erosi dapat menimbulkan resiko terhadap bangunan dan sarana dan usia pakainya menjadi singkat.  Cemaran selain dapat mengganggu mutu air dapat menimbulkan kesulitan terhadap hewan yang diberi pakan yang telah tercemar, karena secara umum pakan alami dapat mengakumulasi bahan cemaran.
Pemilihan lokasi untuk budidaya pakan alami harus mempertimbangkan kemungkinan perluasan usaha dan disesuaikan pengembangan wilayah serta dapat memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan Menteri Negara KLH.  Peletakan unit budidaya organisme pakan alami sebagai komponen kegiatan usaha budidaya udang/ikan dengan tujuan mendukung penyediaan pakan harus mempertimbangkan kemungkinan perluasan kegiatan, sehingga lahan yang tersedia dapat menampung perluasan tanpa mengganggu kegiatan pokok (budidaya).  Lokasi yang ditetapkan bagi kegiatan budidaya organisme pakan alami yang berdiri sendiri harus menyediakan area untuk kemungkinan peningkatan target produksi dan perubahan penerapan teknologi serta penganekaragaman jenis pakan yang umumnya menuntut lahan dan ruangan.

Pemilihan lokasi untuk budidaya pakan alami tidak di lingkungan kawasan industri dan di luar jangkauan cemarannya baik yang dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung.  Kawasan industri merupakan sumber limbah yang umumnya dapat menimbulkan pengaruh terhadap sumber air baik secara kualitas maupun kuantitas, hal ini dapat secara langsung mempengaruhi produksi dan kualitas pakan yang dihasilkan.  Limbah industri dapat dalam bentuk cairan, debu dan asap. Khusus debu dan asap dapat tersebar oleh angina ke areal yang luas.  Jika sebaran debu dan asap dari suatu industri mencapai lokasi kegiatan budidaya pakan, maka pada cuaca dingin (suhu rendah, seperti pada malam hari) pakan yang dibudidayakan dapat tercemar oleh kondensasi debu dan asap dari industri tersebut.

Lokasi untuk budidaya pakan alami harus dipilih di daerah yang memungkinkan untuk memperoleh kemudahan prasarana dan sarana.  Terutama bagi kegiatan budidaya yang berdiri sendiri, maka sarana perhubngan seperti jalan, telepon dan lainnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha.

Persyaratan bagi usaha budidaya pakan alami yang merupakan bagian dari pembenihan udang dan ikan hias selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan di atas perlu pula memperhatikan letak dan ukuran.  Lokasi fasilitas budidaya pakan alami bagi usaha benur udang diletakkan di sekitar tempat pemeliharaan larva udang dan luas yang diperlukan minimal tiga kali luas pemeliharaan larva udang.  Lokasi fasilitas budidaya pakan alami bagi usaha budidaya ikan hias diletakkan di sekitar tempat pemijahan dan luas yang diperlukan minimal lima kali luas unit kegiatan budidaya ikan hias.


2.     Persyaratan Air

Kualitas dan kuantitas air tawar dan air laut harus sesuai dengan persyaratan dari masing-masing jenis organisme pakan alami yang dibudidayakan.  Jenis air untuk budidaya pakan alami berbeda menurut jenis pakan alami yang dibudidayakan dan tahapan budidaya.  Untuk masing-masing jenis air yang digunakan untuk budidaya pakan alami harus bebas cemaran fisik, kimia dan biologi.  Untuk jenis dan tahap tertentu perlu dilakuan filterisasi, netralisasi dan sterilisasi.  Kuantitas air untuk budidaya pakan alami disesuaikan tuntutan kebutuhan menurut jenis dan skala usaha.

Sumber air tawar yang digunakan harus memenuhi perundang-undangan dan peraturan  yang berlaku. Pengambilan air tanah yang menggunakan pompa dengan debit air lebih dari 0,2 m³/detik harus mengikuti peraturan PAM yang berlaku.  Pada penggunaan pompa, letak pompa air tanah dengan pemukiman tidak boleh kurang dari 500 m.

Sumber air laut yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya organisme pakan alami harus dipilih yang rendah tingkat kekeruhannya dan jauh dari kemungkinan tercemar.  Air laut dari sekitar pantai yang landai ummnya keruh dan mengandung endapat yang tinggi, karena selalu teraduk oleh ombak.  Air laut di sekitar muara sungai selain tingkat kekeruhannya tinggi, juga sering tercemar oleh limbah industri dan pemukiman.


B. Persyaratan Sarana, Alat dan Bahan




 
 




Sarana budidaya pakan alami meliputi sarana pokok, sarana penunjang dan sarana pelengkap yang kesemuanya memerlukan desain, tata letak dan konstruksi tersendiri sesuai dengan tuntutan tahapan kegiatan dan jenis organisme pakan alami yang dibudidayakan dalam memenuhi persyaratan biologis, teknis, higienis dan ekonomis.  Dasar pengelompokan sarana tersebut di atas untuk mensimulasi kondisi, kemudahan teknik pembersihan dan menghindarkan kontaminasi silang baik di dalam kelompok maupun antar kelompok kegiatan serta untuk kemudahan dalam menciptakan kondisi yang higienik.

Rincian kelompok sarana tersebut adalah sebagai berikut :

1.            Sarana pokok terdiri atas : ruang alga, rumah kaca, kolam pembiakan fitoplankton dan benthos serta bak-bak pemeliharaan (beton atau fiber glass) dan bak penampungan air.
2.            Sarana penunjang terdiri atas : gudang pupuk, gudang bahan kimia dan obat-obatan, gudang peralatan dan ruang pengepakan, ruang blower, generator serta pompa air laut.
3.            Sarana pelengkap yang meliputi : kantor, rumah jaga, toilet dan ruang tempat istirahat.


1.      Sarana Pokok

Desain, konstruksi dan tata letak sarana pokok harus sesuai fungsi dan memenuhi persyaratan biologis, higienis dan teknis bagi produksi jenis pakan alami.

Berbagai sarana yang termasuk ke dalam sarana pokok mempunyai fungsi masing-masing dan untuk ini memerlukan penataan, desain dan konstruksi sesuai dengan fungsinya dan penerapan teknologi, agar sarana yang dibangun dapat mendukung kebutuhan dalam penyediaan pakan usaha budidaya dan produksi yang ditargetkan secara efektif dan efisien dalam operasionalnya.

Ruang alga berfungsi untuk memelihara kemurnian stok fito dan zooplankton, ruang kaca berfungsi untuk pengembangan stok fitoplankton, fungsi kilam pembiakan fito-zooplankton dapat sekaligus digunakan untuk produksi missal pakan alami, bak penampungan air merupakan pemasok air hasil perlakkuan yang sudah siap digunakan.

  1. Desain, konstruksi dan tata letak ruang alga
Ruang alga didesain tanpa jendela, berpintu satu serta menghadap ke rumah kaca dan dapat mempertahankan suhu 23 - 26ºC, konstruksi dengan bahan yang tahan kara dan tidak mudah lapuk serta bahan yang dapat mempertahankan suhu. Tata letaknya berdampingan dengan laboratorium dan dekat dengan rumah kaca.  Ruang alga dilengkapi peralatan yang penataannya dapat memberi kemudahan dalam operasional.

  1. Desain, konstruksi dan tata letak rumah kaca
Rumah kaca harus didesain agar mendapatkan sinar matahari secukupnya sepanjang hari, ventilasi cukp dan dapat melindungi gangguan dari luar.  Selain itu rumah kaca dilengkapi pintu yang cukup besar untuk memudahkan keluar masuk peralatan.  Konstruksinya cukup kuat menahan beban atap dengan kerangka dari bahan tahan karat dan tidak mudah lapuk, beratap dari bahan yang dapat tembus cahaya (kaca/fiber glass).  Letak rumah kaca sebaiknya dekat dengan ruang alga dan bak untuk budidaya massalnya.

  1. Desain, konstruksi dan tata letak kolam pembiakan
Dalam mendesain kolam budidaya missal perlu dibedakan terutama untuk cacing rambut memerlukan desain khusus.  Desain kolam untuk budidaya missal fitoplankton dan zooplankton berbentuk empat persegi panjang dengan dasar kolam dilengkapi lubang pembuang yang ukurannya cukup, berlantai miring kea rah pembuangan, pertemuan antar dinding dan lantai dengan dinding tidak siku, tetapi lengkung (curve).  Khusus desain kolam untuk budidaya cacing rambut terdiri dari parit-parit memanjang yang dilengkapi bak penampungan air.  Seluruh desain kolam pembiakan harus mudah dibersihkan.  Konstruksinya harus dapat menahan volume air dengan permukaan halus (beton atau fiberglass bertulang), bahan yang digunakan harus tidak mengimbaskan cemaran.
 Penataan kolam pembiakan harus memperhatikan elevasi lahan dan letak sumber air, untuk menghemat energi dalam mengisi atau menguras.

  1. Desain, konstruksi dan tata letak bak penampungan air
Bak penampungan air umumnya berbentuk menara, untuk ini perlu mengikuti ketentuan dalam peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.  Konstruksinya dari beton bertulang dan letaknya secara keseluruhan harus lebih tinggi dari bak-baik, agar penggunaan air dapat dilaksanakan secara gravitasi.

2.     Sarana Penunjang

Desain, konstruksi dan tata letak saran penunjang harus sesuai dengan persyaratan biologis, higienis dan teknis.

a.      Desain gudang kimia, gudang pupuk dan gudang peralatan
Gudang sebagai tempat penyimpanan bahan dan peralatan budidaya pakan alami mempunyai satu pintu yang dilengkapi dengan ventilasi yang cukup, terbuat dari batu-bata yang kuat serta dijamin tidak terjadi resapa air dan terletak terpisah dengan kolam atau bak penampungan air laut dan air tawar.

b.      Ruang blower, ruang generator, ruang pompa air laut atau air tawar
Sarana penunjang yang berkaitan dengan energi listrik dan aerasi ini didesain dengan satu pintu, berkonstruksi beton yang tidak mudah retak serta kedap suara dan terletak di luar sarana pokok dan sarana pelengkap.


3.     Sarana Pelengkap

Kantor, rumah jaga, ruang istirahat dan toilet sebagai sarana pelengkap yang disediakan untuk petugas operasional budidaya pakan alami dilengkapi dengan pintu, jendela dan ventilasi yang cukup memenuhi persyaratan kesehatan.  Konstruksi sara pelengkap harus memperhitungkan segi kelayakan penggunaannya serta terletak di luar wilayah sarana pokok dan penunjang, agar tidak mengganggu operasional budidaya pakan alami.

4.     Peralatan

Spesifikasi dan jumlah peralatan atau perkakas harus sesuai dengan pakan alami yang dibudidayakan, steril, bersih dan terhindar dari kontaminasi yang tidak dikehendaki.

5.     Bahan

Bahan untuk budidaya pakan alami harus memenuhi persyaratan untuk jenis pakan alami yang dibudidayakan serta dipersiapkan dengan cermat.


C. Kultur Pakan Alami Jenis Fitoplankton
 
 




Budidaya fitoplankton dibagi menjadi tiga tahap, yaitu isolasi atau pemurnian fitoplankton dan pembuatan stok murni di ruang alga, pengembangbiakan stok di rumah kaca dan budidaya massal fitoplankton di bak-bak terbuka.


1.      Isolasi dan Pembuatan Stok Murni Fitoplankton
a.      Metode Pipet
·         Pipa kapiler atau pipet Pasteur dibakar pada salah satu ujungnya kemudian bersama itu pula ditarik dengan pinset, sehingga diameter pipa adalah 3 – 5 kali besar fitoplankton yang hendak diisolasi.
·         Contoh air laut atau air tawar yang mengandung fitoplankton disaring dengan alat penyaring dan memakai kertas saring Wahtman GF/C = 1.  Air yang sudah terkonsentrasi dipindah ke beker glas kecil.
·         Air dalam beker glas diambil dengan pipet beberapa tetes dan diletakkan dalam objek glas.
·         Plankton yang akan diisolasi diambil dengan pipa kepiler dengan cara mengisap melalui pipa karet.
·         Fitoplankton yang ada di tissue culture chamber setiap hari diperiksa di bawah mikroskop.  Setelah terjadi pembiakan dipindah ke tempat lebih besar atau Erlenmeyer kecil dan disimpan dalam kotak kultur.

b.      Metode Media Agar
·         200 ml air laut atau air tawar disaring dengan kertas saring ukuran 1 milimikron dan dimasukkan dalam 1 liter Erlenmeyer.
·         Setelah mencapai volume dikehendaki kemudian diberik pupuk dan disterilisasi dengan cara dimasukkan ke dalam autoclave.
·         1,5% dari volume total agar-agar dicairkan dengan air panas.  Sekali watu Erlenmeyer dikocok dan ditunggu hingga jernih.
·         Agar diletakkan dalam caran Petri hingga tebal 2 – 3 mm, kemudian cawan Petri diletakkan dalam kotak kultur.
·         Plankton yang terkontaminasi diinokulasi pada agar media tersebut beberapa tetea.
·         Biasanya 7 – 8 hari fitoplankton sudah membentuk koloni dan bila media agar menjadi kering air disemprotkan beberapa tetes pada bagian tutup cawan Petri.
·         Koloni yang terjadidiinokulasikan ke dalam tabung reaksi 20 – 30 ml dan ditutup.
·         Tabung reaksi disimpan dalam kotak kultur, setiap hari dikocok hingga berwarna.
·         Fitoplankton dipindah ke dalam botol yang lebih besar dan dipupuk sesuai dengan jenis pupuk masing-masing fitoplankton yang dibudidayakan.

2.     Pembuatan stok murni Fitoplankton

·         Pembuatan stok murni fitoplankton dilakukan dengan memindahkan fitoplankton dari tabung reaksi ke dalam botol yang bervolume 500 – 1000 ml.
·         Fitoplankton diaerasi terus-menerus dan disinari dengan lampu TL (neon) dan disimpan dalam ruang alga yang bersuhu 20 - 27ºC.
·         Fitoplankton dipupuk sesuai dengan jenis pupuknya.
·         Fitoplankton setelah tumbuh dipindah ke botol besar 5 – 10 liter dan dipupuk dengan pupuk komersil.

3.     Budidaya Massal fitoplankton

  • Fitoplankton dari botol volume 5 – 10 liter dipindah ke tangki fiber glas volume 500 liter hingga kepadatan berkisar antara 1 – 200 juta sel/ml, serta dipupuk dengan pupuk komersil.
  • Di dalam rumah kaca, fitoplankton diaerasi terus-menerus dan dalam pertumbuhannya hanya memerlukan sinar matahari, hingga kepadatan 0,5 – 2 juta sel/ml.





  • Fitoplankton dipindah ke bak-bak yang dibangun di luar tanpa atap, dilengkapi aerator dan volumenya mencapai lebih dari 10 m² serta dalam operasional diaerasi terus menerus.
  • Fitoplankton dapat dimanfaatkan setelah kepadatannya mencapai 300 – 500 ribu sel/ml.


D. Kultur Pakan Alami Jenis Zooplankton dan Benthos
 
 




1.      Brachionus

Budidaya Brachionus dapat dilakuan dua cara, yaitu dengan media alga dan kotoran ayam dan dapat dibudidayakan di air laut/payau dan tawar.
a.      Air Payau/laut
Budidaya Brachionus dengan media alga (Chlorella sp)
§  Biakkan Chlorella yang berasal dari ruang alga dipindahkan ke bak lebih besar minimal 1 m³ dan dipupuk dengan pupuk komersial.
§  Biakan Chlorella setelah umur enam hari ditulasi Brachionus 1 – 2 gram/m² media.
§  Panen Brachionus dilakukan setelah umur lima hari dari saat penularan Brachionus, dengan menggunakan saringan net plankton.  Dengan cara tersebut dapat diperoleh Brachionus 400.000 – 500.000 ekor/liter air.

b.      Air Tawar
Budidaya Brachionus dengan menggunakan kotoran ayam adalah sebagai berikut :
§   Kolam yang telah dikeringkan tiga hari, diisi air setinggi 0,5 – 0,8 m, melalui saringan ijuk.
§   Pupuk kotoran ayam kering 0,8 kg/m³ air dionggokkan di sudut kolam.
§   Air kolam ditambah Sumithion 50 EC, sebanyak 2 ppm.
§   Setelah tiga hari dari pemupukan awal (hari ke-4), Brachionus siap dipanen hingga hari ke-9.  Pemanenan dilakukan dengan plankton net.
§   Untuk mendapatkan Brachionus yang berkesinambungan membutuhkandua kolam.
§   Dengan cara ini diperoleh Brachionus 40.000 – 70.000 ekor/l air.

2.     Cacing Rambut

F Wadah budidaya dapat berupa parit beton atau wadah yang dilapisi plastic dengan lebar 0,5 meter.
F Media budidaya yaitu campuran kotoran ayam segar 50% dan Lumpur kolam 50%, dengan tinggi media 5 cm.  Pemupukan ulang dengan kotoran ayam sebanyak 9% dari volume awal, dilakukan setiap minggu.
F Media dialiri air irigasi, debit air 900 ml/menit.
F Benih cacing rambut ditebar sehari sesudah media kultur dialiri air, yaitu sebanyak 2 gr/m².
F Panen cacing rambut dilakukan seelah budidaya berlangsung dua bulan dan berturut-turut setiap dua minggu.
F Cara pemenenan cacing rambut yaitu menggunakan serokandari terilin.  Cacing rambut yang didapat dan masih bercampur dengan media budidaya dimasukkan ke dalam ember atau bak yang diisi air, kira-kira satu cm di atas media budidaya agar cacing rambut naik ke permukaan media budidaya.  Ember ditutup bagian dalam menjadi gelap dan dibiarkanselama enam jam.  Setelah enam jam, cacing rambut yang menggerombol di atas media diambil dengan tangan.

F Dengan cara ini didapat cacing rambut sebanyak 30 – 50 gr/m² per dua minggu.
F Untuk mendapatkan cacing rambut yang cukup dan berkesinambungan, panjang parit perlu dirancang sesuai dengan keperluan setiap harinya.

3.     Moina

Budidaya Moina dapat dilakukan dengan aerasi, menggunakan kotoran ayam dan alga (Chlorella sp) serta tanpa aerasi menggunakan pupuk kotoran ayam dan bungkil kedelai.

a.      Budidaya Moina dengan cara aerasi :
{  Kolam diisi air sumur, tinggi air 0,8 m
{  Pemupukan dengan kotoran ayam, 1 kg/m³ yang dimasukkan ke dalam kantong karung.
{  Ke dalam kolam ditambahkan Chlorella, hingga densitas Chlorella menjadi 5,5 juta sel/ml.
{  Penebaran Moina sebanyak 2 gr/m³ air dilakukan sehari setelah pemupukan awal.
{  Pemupukan ulang dengan kotoran ayam kering sebanyak 0,02% dari pemupukan awal.
{  Untuk mendapatkan Moina yang berkesinambungan diperlukan enam kolam.
{  Dengan cara tersebut dapat dipanen Moina 200 – 400 gr/m³ air.

b.      Budidaya Moina tanpa aerasi
{  Kolam budidaya Moina sebaiknya dari bak beton, dengan ketinggian air tidak kurang dari 0,8 m dan sumber air apat berasal dari air irigasi.
{  Pemupukan dengan campuran kotoran ayam kering 1 kg/m³ dan bungkil kedelai 0,20 kg/m³ air .  Pemupukan ulang sebanyak 0,20 dosis dilakukan empat hari dari pemupukan awal.
{  Penebaran bibit Moina dilakukan sehari, setelah pemupukan awal, sebanyak 2 gr/m³ air.
{  Panen Moina dilakukan 7 hingga 10 hari dari pemupukan awal dengan memakai serokan kain terilin.
{  Untuk mendapatkan Moina setiap hari, diperlukan enam kolam yang pelaksanaan budidayanya dilakukan secara bergiliran.
{  Dengan cara tersebut dapat dipanen Moina 200 – 400 gr/m³ air.

4.     Daphnia

Budidaya Daphnia adalah sebagai berikut :
A  Budidaya Daphnia dapat dilakukan di tempat terbuka.
A  Kolam budidaya sebaiknya kolam beton, tinggi air tidak boleh kurang dari 0,8 m.
A  Sumber air sebaiknya dari air sumur.
A  Pemupukan dengan kotoran ayam kering sebanyak 1.500 gr/m³ dan dimasukkan ke dalam karung serta digantung di dalam air.
A  Pemupukan ulang sebnayk 0,5 dosis setelah seminggu dari pemupukan awal.
A  Penebaran Daphnia 5 gr/m³, dilakukan pada hari kedua.
A  Panen dilakukan setelah 21 hari, kemudian berturut-turut setiap hari, selama sebulan yang banyaknya 25 gr/m³ media/hari.
A  Untuk panen Daphnia yang berkesinambungan dibutuhkan 2 kolam.




5.     Larva Chironomus

A  Telur Chironomus dapat diambil dengan serokan terilin dari bak-bak budidaya Moina atau Daphnia pada pagi hari.
A  Telur nyamuk dapat pula diproduksi secara buatan

6.     Cacing Rambut (Tubifex)

*      Wadah budidaya dapat berupa parit beton atau wadah yang dilapisi plastik, lebar 0,5 m.
*      Media budidaya yaitu campuan kotoran ayam segar 50% dan Lumpur kolam 50%.  Tinggi media 5 cm.  Pemupukan ulang dengan kotoran ayam sebanyak 9% dari volume awal, dilakukan setiap minggu.
*      Media dialiri air irigasi, debit air 900 ml/menit
*      Benih cacing rambut ditebar sehari sesudah media kultur dialiri air, yaitu sebanyak 2 gr/m².
*      Panen cacing rambut dilakkan setelah budidaya berlangsung dua bulan dan berturut-turut setiap dua minggu.
*      Cara pemanenan cacing rambut yaitu menggunakan serokan dari terilin.  Cacing rambut yang didapat dan masih bercampur dengan media budidaya dimasukkan ke dalam ember atau bak yang diisi air, kira-kira satu cm di atas media budidaya agar cacing rambut naik ke permukaan media budidaya.  Ember ditutup hingga bagian dalam menjadi gelap dan dibiarkan selama enam jam.  Setelah enam jam, cacing rambut yang menggerombol di atas media diambil dengan tangan.
*      Dengan cara ini didapat cacing rambut sebanyak 30 – 50 g/m² per dua minggu.
*      Untuk mendapatkan cacing rambut yang cukup dan berkesinambungan, panjang parit perlu dirancang sesuai dengan keperluan setiap harinya.



E. Kultur Artemia sp.

 
 





Budidaya Artemia meliputi penetasan kista, pemisahan nauplii dari sisa penetasan, dekapsulasi, budidaya Artemia secara intensif dan budidaya artemia di tambak.

1.      Penetasan Kista

*      Kista ditempatkan dalam wadah yang transparan, berbentuk kerucut dan ditetaskan dalam air laut dengan kepadatan tidak lebih dari 5 gr kista per liter medium penetasan.
*      Air laut yang digunakan bersalinitas  5 – 75 ppt (‰), dan diperkaya dengan 2 g NaHCO3 per liter medium penetasan.
*      Medium daerasi dengan kecepatan 10 – 20 liter udara/menit dan suhu dipertahankan sekitar 25 - 30ºC dan pH sekitar 8 – 9.
*      Medium disinari sekurang-kurangnya dua jam pertama atau secara kontinyu dengan intensitas cahaya minimal 1000 lux.
*      Jangka waktu penetasan adalah 24 – 48 jam.

2.     Pemisahan Kista dengan Nauplii

*      Setelah penetasan kista selesai, nauplii dan kotoran disaring dengan saringan 120 mikron.
*      Nauplii dan kotoran dicuci dengan air laut dan dimasukkkaan ke dalam wadah transparan yang berisi air bersalinitas tinggi, 50 - 100‰.
*      Dilakukan aerasi dari dasar selama kurang lebih 15 menit.
*      Aerasi dihentikandan diberi sinar bagian dasar wadah sehingga nauplii akan mengumpul di dasar sedangkan kotoran akan mengapung.
*      Setelah 100 menit, nauplii disiphon dan disaring serta dicuci untuk menghilangkan air yang bersalinitas tinggi.

3.     Dekapsulasi

Penetasan kista juga dapat dilakukan setelah kista tersebut didekapsulasi.  Dekapsulasi adalah proses penghilangan lapisan luar kista dengan menggunakan larutan hipokhlorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.
*      Kista kering yang sudah diketahui bobotnya dimaskkan ke dalam wadah berbentuk kerucut, kemudian dilakukan hidrasi selama 1 – 2 jam dalam air tawar atau air laut, salinitas maksimum 35‰, dan diberi aerasi dari dasar wadah.
*      Aerasi dihentikan kemudian kista disaring dengan saringan 120 mikron dan dicuci dengan air bersih, selanjutna kista siap untuk didekapsulasi.
*      Kista siap didekapsulasi denan media seperti yang disebut dimuka dan diaduk secar manual serta diaerasi kuat-kuat, suhu dipertahankan di bawah 40ºC, jika perlu ditambah es.
*      Proses dekapsulasi berakhir dalam waktu 5 – 15 menit dengan ditandai terjadinya perubahan warna kista dari coklat gelap menjadi abu-abu kemudian oranye.
*      Kista disaring dengan saringan 120 mikron dan dicuci beberapa kali dengan air laut hingga bu khlorin hilang dan tidak ada sisa busa pada kista tersebut.
*      Kista dicelup dua kali dalam larutan HCl, 0,1 N dan dicuci dengan air bersih.
*      Kista hasil dekapsulasi dapat diberikanlangsung kepada hewan budidaya selain itu dapat disimpan dalam larutan garam jenuh, 330 g/l, pada suhu 0 - 4ºC, selam 1 – 6 bulan atau ditetaskan untuk menghasilkan nauplii.

4.     Budidaya artemia secara intensif

Budidaya Artemia dari nauplii sampai dewasa dapat dilakukan baik dengan sistem air berputar (raceway system) maupun dengan sistem air mengalir (flow-through system).

Budidaya dengan sistem air berputar adalah sebagai berikut :
a.        Bak dan semua peralatan untuk keperluan budidaya dibersihkan dan disucihamakan.
b.       Bak raceway diisi air laut dengan salititas 30 - 50‰, pH 8, jika lebih rendah dapat ditambah 1 g/l NaHCO3 teknis, suhu air 25 - 30ºC.
c.        Nauplii Artemia (Instar I) ditebar pada sore hari.  Kepadatan bervariasi menurut jumlah pakan dan pengelolaan air.  Kepadatan maksimal sekitar 15.000 nauplii/liter.
d.       Pakan berupa dedak halus mulai diberikan pada hari berikutnya.
e.        Pakan diberikan secara bertahap dalam sehari.  Distribusi pakan diamati berdasarkan kecerahan medium.  Jika kepadatan 5000 naupliii per liter, maka kecerahan medium dipertahankan untuk minggu pertama dalam kisaran 15 – 25 cm dan minggu selanjutnya dalam kisaran 20 – 25 cm.
f.        Mulai hari ke-4 dan seterusnya endapan kotoran harus dibersihkan dengan cara memasang keeping pemisah dan sistem saringan.  Kantung penyaring diganti sesuai dengan pertumbuhan artemia, yaitu 200, 250 dan 350 mikron.  Setiap hari kantong harus dibersihkan.




g.       Jika tidak tersedia keping pemisah dan sistem saringan, endapan harus disiphon dua kali sehari yaitu pagi hari sebelum pemberian pakan dan sore hari.
h.       Pengamatan pH dan kandungan oksigen dilakukan secara berkala.  Jika pH 7,5 dapat ditambahkan 0,3 g/l NaHCO3 teknis dan jika kandungan oksigen di bawah 2 mg/l, aerasi supaya dibesarkan atau separuh medium diganti dengan air laut yang baru.
i.         Contoh diambil sesering mungkin, untuk pengamatan pertumbuhan dan biomassa Artemia.  Umumnya Artemia mencapai ukuran dewasa, dengan panjang total 18 mm, dalam waktu dua minggu.
j.         Setelah budidaya berlangsung 2 minggu, Artemia dapat dipanen.
k.       Panen Artemia dilakukan dengan cara mematikan aerasi kemudian menyeser Artemia yang berada di permukaan atau dengan mengeluarkan semua air medium dari bak dan menampung Artemia dari medium dengan saringan.


Budidaya Artemia dengan sistem air mengalir adalah sebagai berikut :

  1. Bak dan semua peralatan dibersihkan dan disucihamakan.
  2. Sistem penyaring dipasang dengan kantung penyaring 125 mikron.
  3. Wadah diisi air laut dengan salititas 30 – 50‰, suhu air 25 - 28ºC dan pH berkisar 7,5 – 8,5.
  4. Nauplii Artemia (Instar) ditebar pada sore hari dengan kepadatan 15.000 – 20.000 nauplii/l.
  5. Pada hari berikutnya air laut baru dialirkan secaya kontinyu ke dalam bak budidaya dan melalui sistem saringan air disiphon ke luar bak dengan waktu retensi empat jam pada tahap awal.
  6. Pakan berupa dedak halus diberikan sesering mungkin untuk mempertahankan kecerahan optimal atau jika menggunakan alga kepadatannya dipertahankan di atas kepadatan sel minimal.
  7. Pengamatan kecerahan atau kepadatan sel alga dilakkan pada medium yang berada dalam sistem saringan.
  8. Kantung penyaring diganti sesuai dengan pertumbuhan Artemia, yaitu 200, 250, 300 dan 400 mikron.  Setiap hari kantung dicuci.
  9. Mulai hari ke – 10 dan seterusnya waktu retensi dipertahankan satu jam.
  10. Pengamatan pH, kandungan oksigen, pertumbuhan dan biomassa artemia dilakukan secara berkala.
  11. Panen dilakukan dengan cara sama seperti yang dilakukan pada sistem budidaya air berputar.

5.     Budidaya Artemia di tambak

  1. Semua predator di dalam tambak, seperti ikan, krustasea dan hewan yang tidak dikehendaki lainnya harus dibasmi sebelm penebaran Artemia dengan cara memasang saringan nilon (mata jala 0,5 – 1,0 mm) di pintu pemasukan air tambak atau cara lebih efektif menaikkan salinitas tambak hingga 90 - 100‰.  Kebocoron dan rembesan tanggul harus diperbaiki.
  2. Tambak diisi air laut dengan salinitas kurang dari 100%.
  3. Tambak dipupuk dengan pupuk anorganik.  Satu Ha tambak dipupuk 25-50 kg diammonium fosfat  dan 40 kg urea.  Pemupukan mingguan masing-masing 15 kg dan 10 kg.  Pemupukan organik dengan kotoran ayam 500 – 1.000 kg dengan pemupukan susulan dua minggu sekali sebanyak 150 – 250 kg.  Jika pH air lebih rendah dari 8,0 dapat ditambahkan  CaO 500 kg.
  4. Pemilihan strain Artemia yang sesuai untuk daerah perlu dilakukan dengan cara percobaan penebaran dengan berbagai strain Artemia.
  5. Tambak yang sudah dipersiapkan ditebari nauplii Artemia (Instar I) pada waktu pagi, sore danmalam hari pada saat suhu relatif rendah.  Padat penebaran adalah 20.000 – 40.000 ekor per ton air tambak.
  6. Jika pada tahap awal persediaan pakan alami cukup banyak di tambak, air dibiarkan menggenang di tambak selama seminggu sejak penebaran.  Setelah itu dilakukan penggantian air secara berkala.
  7. Pengukuran kecerahan air tambak harus dilakukan untuk mengetahui kepadatan pakan alami dalam tambak.  Kecerahan optimal sekitar 20 cm.  Jika sediaan pakan berkurang dapat dilakukan pemupukan ulang secepatnya.
  8. Produksi biomassa Artemia yang baik terjadi pada salinitas rendah hingga 100‰ dan melalui pemupukan yang tepat.  Sedangkan produksi kista dapat dipacu pada salinitas atau meningkatkan jumlah pemupukan untuk memberikan kondisi stress sehingga Artemia bereproduksi secara ovipar.
  9. Kista yang terapung di permukaan air hendaknya dipanen secara teratur.  Untuk memudahkan pemanenan, kista dapat dibuat penghalang kista dari kain nilon atau lembar plastik yang diberi bingkai bambu dan ditempatkan pada sisi atau sudut petakan tambak yang berhadapat dengan arah datangnya angin dan kista yang mengumpul pada penghalang tersebut dapat dipanen secara teratur.
  10. Artemia dewasa dapat dipanen dengan menggunakan seser.


5 comments: